Satu

223K 3.5K 220
                                    

"Mak, pokoknya aku ndak mau dijodohin sama dia. Aku mau nikahnya sama Ji chang wook aja. Kalu ndak yo sama Oh Sehun. Pokoknya ndak mau kalo sama dia. Yo mak."

Kara terus merengek ke ibunya. Berharap mengabulkan keinginannya agar tidak dijodohkan dengan anak kota sebelah.

"Mosok mamak tega nikahin anakmu yang cantik, seksi, shining shimmering splendid, putih, bening, mulus sama dia. Nanti njomplang mak. Kalo kata orang itu bagai langit dan debu."

"Langit dan bumi kelesss!!" jawab Ratih dengan sengit, tapi tangannya tetap mengaduk adonan kue di dalam baskom.

"Nah itu, ya mak. Aku ndak mau pokoknya. Titik. Nggak pake koma, tanda kurung, apalagi garis strip." putus Kara tegas, setengah putus asa. Duduk dengan lesu di kursi depan Ratih yang asik dengan bahan-bahan kue kesayangannya. Tangannya menekan-nekan mentega hingga menimbulkan jejak jarinya.

"Emang dia tuh kenapa sih? Mapan, bibit bebet bobotnya jelas, ngerti agama, dan yang penting sesuai request mu. Ganteng!!" Ratih menyingkirkan mentega dari tangan Kara. Menjauhkannya agar mentega yang bentuknya sudah tak karuan itu masih bisa dipakai.

"Ganteng opo ne to mak. Mosok ketemu aku dia ne nunduk terus, kalo ngomong yo ndak mau natap aku. Aku ne yo sakit hati mak. Emang aku se elek kui opo". Keluh Kara. Harga dirinya merasa tersenggol. Bukan seribu dua ribu dia keluarin uang untuk perawatan. Mantan-mantannya aja dulu suka natap dia lama-lama. Lha ini, pengen banget dia hiiihhhhh!!!

Memang, selama ini laki-laki yang akan dijodohkan dengannya itu jarang sekali mau menatapnya saat bertemu atau mengobrol. Jadi, saat mata mereka saling tatap, Kara jamin, nggak ada sedetik itu laki langsung natap yang lain.

Entah karna jelek, atau ada kotoran di wajahnya hingga dia ngerasa jijik dan enggan melihat.

Tapi jelek?Helllllowww!! Dari jaman bayi merah aja Kara yakin kalo dia udah keliatan cakep banget. Belum lagi sejak jaman sekolah sampai sekarang jadi mahasiswi semester 5, dia selalu masuk daftar cewek terpopuler.

Terus apa tadi? Kotoran di wajah?

Dia masih paham kali kegunaan cermin buat apa.

Dan terakhir bau mulut? Hell no. Dia selalu sikat gigi dua kali sehari kok. Bahkan, kalo pas rajin bisa sampai tiga atau empat kali.

Jadi letak salahnya dia dimana?

"Heh! Yo bener itu namanya. Emang kamu mau dapet suami yang matanya jelalatan kayak kamu yang sukanya liat cowok cantik yang ndak pake baju. Dia kasih yang bener kok protes."

"Mak, ndak boleh mendustai nikmat Tuhan. Mubazir. Aku cuma menikmati nikmat Tuhan yang telah diciptakan".

"Halah ngeles terus kamu kalo dikasih tau." Ratih menoyor kepala Kara hingga terdorong ke belakang. Untung aja dia tidak sampai jatuh. Tenaga ibu-ibu yang suka nguleni adonan langsung pake tangan emang mantep banget.

"Hehehe..." Kara meringis. Dan membersihkan noda tepung yang ada di kepalanya.

"Mak.. Ya mak ya... Plissss, jodohinnya sama Mbak Yuni saja. Kalo ndak yo sama Bude Uti. Kasihan Budi Uti jadi janda terus." Maju terus pantang mundur. Kara masih terus merengek ke Ratih. Berharap keputusannya bisa berubah.

"Sembarangan! Mbakyu mu itu minggu depan dah mau nikah. Apalagi Bude mu. Kamu pikir bude mu umur berapa?" Sembur Ratih. Kara meringis sedikit menjauh, takut kena liur Ratih yang ikut-ikutan nyembur keluar.

"Mak, cinta itu ndak pandang usia. Di berita-berita aja, ada anak belasan tahun nikahin nenek-nenek. Jadi yo ndak papa kalo Bude Uti nikah sama dia."

"Yo berarti ndak papa juga to kalo dia nikah sama kamu?"

"MAMAKKK..!!!!"

-----
3 Agustus 2022

SuamiKu PemaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang