Delapan

108K 2.6K 88
                                    

Hari-hari terus berlalu. Tak terasa kepindahan Kara dan Fatih hampir seminggu lamanya. Mereka juga sudah kembali ke aktivitas mereka semula. Hanya saja setelah menikah, aktivitas mereka mulai bertambah. Seperti makan bareng, bobok bareng, mandi bareng-ehh... Pokoknya serba bareng.

Fatih juga mulai terbiasa dengan sifat Kara yang suka ngomong terutama mengeluhkan dosennya yang ngasih tugas nggak pernah pake perasaan. Kara yakin sekali, pas jaman dosennya kuliah, dosennya punya dosen yang suka menyengsarakan mahasiswanya. Bahkan mungkin lebih killer dari Virus di film 3 idiot favoritnya. Makanya saat dosennya menjadi dosen -duh muter-muter- dia balas dendam dengan menjadi si dhozen zyuper killer kepada mahasiswa-mahasiswi polos unyu-unyu seperti dirinya.

Kara juga mulai menerima sikap Fatih yang ternyata emang dari sananya pendiem. Walau kadang masih protes. Itupun karna dia tidak terima, ya coba aja kalian ngomong panjang lebar curhat ini itu dijawabnya cuma 'iya?', ekspresinya itu lho yang seperti tak percaya. Dongkol hati Kara rasanya.

Seperti saat ini, Kara sedang berkutat dengan tugas-tugas di depannya. Laptop, kertas-kertas bertebaran di ruang tv. Jangan lupakan air putih dan cemilan. Hal yang wajib bagi Kara saat mengerjakan tugas. Sedangkan Fatih terlihat adem ayem menemani Kara sambil menonton tv. Sesekali menimpali saat Kara bertanya tentang tugas yang masih membingungkan.

"A' bantuin dong, biar cepet selesai." bujuk Kara. Dia sudah muak dengan tugas-tugasnya ini. Pengen cepet selesai tapi dia malas sekali mengerjakannya.

"Apa yang nggak paham?" tanya Fatih. Kini matanya terfokuskan pada Kara.

"Ih bukan bantu jelasin A', tapi bantuin ngerjain. Aa' ngerjain yang ini aku ngerjain yang ini. Ya A' ya... " Rengek Kara. Pokoknya biar cepat selesai.

"Tapi itu kan tugas mu Kara." Tolak Fatih.

"Ih Aaaa'."

Mata Kara berkaca-kaca. Sungguh Kara merasa benar-benar lelah. Bayangkan saja. Lusa dia sudah harus mengumpulkan ini. Sedangkan disaat bersamaan lusa juga dia ada ujian. Dan tiga tugas yang ada di depannya ini belum ada separuhnya dia kerjain. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 9. Besok dia ada kuliah hingga jam 1, masih ada waktu memang untuk menyelesaikannya. Tapikan dia juga perlu belajar untuk ujiannya. Dan mata dia selalu sulit diajak kerja sama saat malam hari. Bawaanya sepet, pengen tidur.

Kara menangis. Tanpa ditahan-tahan dia mengangis sesenggukan sambil memeluk lututnya. Capek pokoknya Kara capek. Kesel, marah sama Fatih dan dosennya. Pokoknya nggak like.

"Eh, eh, kok nangis."  Fatih panik. Jelaslah mana ada suami yang nggak panik lihat istrinya tiba-tiba nangis sesengukan seperti ini.

Fatih turun dari sofa. Duduk di samping Kara yang terjepit di antara sofa dan meja ruang tengah. Didorongnya meja yang menganggu pergerakan tubuh besarnya itu.

Tubuh Kara dibawa ke pelukannya. Meskipun awalnya menolak, bahkan berontak, Fatih tidak peduli. Dipeluknya tubuh Kara erat, sedikit dipaksa. Diangkatnya Kara agar duduk di pangkuannya.

Kara masih nangis sesenggukan. Terdengar pilu. Memeluk leher Fatih erat, menangis di pundaknya. Tangisan terheboh Kara sejak mereka menikah.

Semester 5 aja dia udah nangis seperti ini. Apalagi kalo bikin skripsi. Batin Fatih.

Tak mungkin dia mengatakan itu dengan jelas. Yang ada nanti istrinya ini minta pulang kerumah mertuanya.

Fatih mengusap-usap kepala hingga punggung Kara. Berharap tangisnya segera mereda.

Terbukti. Beberapa saat kemudian tangis Kara tak sekeras tadi. Hanya menyisakan sesenggukan.

Tangan Fatih memegang pipi Kara, didongakkan agar mau menatapnya. Dikecupnya dua mata yang telah mengelurkan air mata itu.

"Udah ya nangisnya." ujar Fatih sambil menghapus sisa air mata.

"Kita sholat dulu, setelah itu kita selesain tugas kamu bareng-bareng. Oke?" tawar Fatih. Tak ingin membuat istrinya ini bersedih lagi. Cukup hari ini Kara sedih dan menangis seperti tadi. Tak boleh ada air mata dan kesedihan di mata Kara untuk seterusnya.

Kara menganggukkan kepalanya. Tenggorokannya sakit karna kebanyakan menangis.

"Ayo."







*****
7 Agustus 2020


SuamiKu PemaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang