Sepuluh

82.7K 2K 28
                                    

"Pakek." Fatih mengangsurkan sweater pada istrinya. Kara yang menerima itu tentu saja melongo heran. Ini maksudnya dia disuruh pake sweater gitu?

"Ih, nggak mau. Ogah."

Fatih menatap Kara datar. Menegaskan dia tidak mau ditolak. Bahkan dia memaksa memakaikan.

"Ih Aa'. Panas ini, ya Allah gerah A' gerah." Jerit Kara tertahan saat Fatih menarik resletingnya hingga ke atas. Kara langsung menarik kembali resletingnya ke bawah dan membuka sweaternya hingga terlepas.

"Ya Allah A' kejem bener sama istri sendiri. Panas A', panas. Suka tega ih." Kara bersungut-sungut sebal. Cuaca panas malah disuruh pake sweater. Ya tambah panas lah.

Fatih menghela nafas kasar.

"Yaudah ganti baju."

"A' kan aku abis mandi. Baru ganti baju." Kara merajuk.

"Kara." Fatih tak menerima bantahan. Ditarik tangan istrinya ke kamar. Dibukanya lemari yang berisi baju-baju Kara. Mencari baju yang lebih baik dari yang dipakai Kara saat ini. Fatih tak masalah jika Kara ingin memakai kaos atau celana pendek. Selama itu hanya di rumah dan berduaan dengannya. Catat itu. Tapi apa Kara nggak sadar. Pakainnya itu bahkan lebih cocok untuk menggodanya. Bukan ke luar.

Diambilnya celana kulot warna coklat dan kaos lengan sesiku warna serupa. Diangsurkan ke istrinya.

"Pake ini."

Kara menerimanya tanpa kata. Bibirnya maju cemberut. Kesal maksimal dengan suaminya.

Dengan diam Kara menanggalkan pakainnya satu-persatu. Tak peduli dengan keberadaan Fatih yang memperhatikannya dalam diam. Toh udah nikah kan? Bebas lah mau buka-buka.

"Udah kan?" Kara manyun. Masih kesal.

Fatih yang mendengar itu tentu saja merasa bersalah. Tapi dia tetap dengan keputusannya.

"Maaf, aku cuma nggak mau kamu keluar dengan pakain seterbuka itu." Fatih mengusap kepala Kara sayang. Dibawanya Kara ke pelukan.

Kara membalas pelukan Fatih dengan erat. Kepalanya mendongak menatap suaminya.

"Bakal aku maafin, tapi Aa' cium aku dulu." Bibirnya dimonyongkan, menunggu.

Fatih menaikkan sebelah alisnya bingung. Cari kesempatan banget istri cantiknya ini. Tapi tak urung dirinya memberikan kecupan di bibir merah yang diberi polesan lipstik tipis. Hanya satu kecupan.

"Ih, cium apaan itu. Nggak kerasa. Lagi A'."

Huft

Diciumnya lagi bibir Kara. Disertai lumatan-lumatan lembut. Ciuman dengan sedikit sentuhan gairah di dalamnya. Fatih dan Kara bahkan memiringkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Mencari posisi yang pas. Nyaman akan ciuman mereka, hingga Kara tak sadar posisinya sudah duduk di pangkuan Fatih. Bahkan kakinya membelit pinggang Fatih, Kara semakin merapatkan tubuhnya. Tak rela jika ciumannya terlepas.

Entah berapa lama mereka bertahan diposisi itu. Jika Kara tak melepas ciuman mereka, Kara yakin sekali mereka akan berakhir di ranjang dan tidak jadi keluar. Hell no. Kara tak mau. Untuk sekarang urusan perut lebih penting.

"Hahhh.. Hahh.." Deru nafas mereka beradu. Kening mereka masih menempel. Tatapan Fatih tak lepas dari bibir Kara. Masih ingin merasakannya.

Kara yang tau keinginan Fatih mengusap bibir suaminya lembut.

"Udah A'. Lanjut nanti malem aja." Tangan Kara menangkup pipi Fatih.

Fatih merasa malu akan dirinya. Kenapa sekarang dirinya mikir mesum mulu sih kalo deket Kara. Ya ampun, Fatih menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Kara. Malu. Dipeluknya tubuh Kara erat. Kara terkekeh melihat tingkah Fatih. Lucunya suamiku ini. Ih emesh emesh emesh.

"Ayo A' nanti makin sore." Kara beranjak dari pangkuan Fatih.

"Hm."


****




"Wuihhh.. Rame ya." Kara celingukan ke kanan kiri. Mencari makanan pertama yang akan dia beli.

"Aa' pengen beli apa?" Kara menatap Fatih.

"Kerak telor." Fatih memandang penjual kerak telor yang lumayan jauh dari mereka.

"Oke. Kita beli es pisang ijo dulu. Kuy!" Kara menarik tangan Fatih semangat. Yang ditarik memandang heran. Lalu buat apa nawarin kalo ujung-ujungnya beli yang lain?

Tapi Fatih tetap mengikuti kemauan Kara. Bahkan tangannya yang semula bergandengan erat dengan Kara kini berpindah merangkul bahunya. Kondisi yang rame antar pejalan kaki dan pengendara motor membuatnya harus waspada akan keselamatan istrinya.

Setelah mendapatkan keinginan Kara. Kini mereka berpindah tempat. Kerak telor. Kara tau kok tadi suaminya lumayan kesel dia kerjain. Ya tapi gimana lagi, muka suaminya jadi tambah lucu dan nggemesin kalo ngambek. Lagian siapa suruh tadi nggak protes!

Setelah keliling beli ini itu, kini mereka duduk di kursi taman yang dilengkapi meja semen. Kondisi taman lumayan ramai, meski didominasi para ABG yang bergerombol. Duh Kara jadi kangen masa-masa sekolahnya.

Mereka menikmati makanan yang dibeli. Kara makan dikit, Fatih yang ngabisin. Gitu terus sampe perut Fatih begah rasanya saking kekenyangan.

"KARAAAA!!!! TOLONGIN GUEEEE!!!!"

Mendengar namanya, Kara dan Fatih menolehkan kepalanya. Mencari siapa yang manggil.

Terlihat dari arah kanan, Leta berlari menghampiri Kara.

"Hosh hosh hosh.." Nafas Leta putus-putus. Tubuhnya membungkuk dengan tangan berpegangan dengan lutut. Keringatnya bercucuran.

Setelah nafasnya mulai membaik, leta mendudukkan dirinya di kursi depan Farih dan Kara. Bersebrangan. Leta belum sadar jika di samping Kara ada Fatih, suami Kara sekaligus dosennya.

"Kar, bagi minum. Ini minuman lo kan?" belum diizinkan Leta langsung menenggak minuman di depannya.

Kara yang hendak menjawab langsung merubah ekspresinya jadi datar.

"Nona Leta yang terhormat, itu minuman suami saya lho. Masih untung suami saya belum minum, kalo udah Matik lo di tangan gue." Ekpresi Kara berubah galak sambil menggeplak-geplak tubuh Leta.

"Aw aw aw, Kar, gilak lo sakit Kar - wait? Suami? Ya Allah, Pak Fatih maapin Leta pak. Leta ganti, Leta ganti." Leta menangkupkan tangannya, meminta maaf. Bahkan bandannya sesekali membungkuk. Takut oy.

"Ya ampun yang, ternyata kamu disini."

Mampus










*****
20 Agustus 2022

SuamiKu PemaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang