Lima

124K 2.8K 63
                                    

"Sst-stop Karaaaaa."

"Mas Kara pengen." Raut mukanya menginginkan sesuatu. Tangannya masih mengusap-ngusap paha Fatih.

"Pe-pengen ap-ppah?" Fatih mengulum bibirnya tertahan, kepalanya setengah mendongak menahan geli dan rasa aneh yang muncul. Dia tidak pernah seintim ini dengan perempuan. Apalagi ucapan dan tingkah istrinya yang ambigu membuat dia kebingungan dan takut salah mengartikan maksud yang dia mau. Ingat dia pria dewasa. Mendapat kelakuan dan ucapan seperti itu membuat pikirannya mengarah ke yang iya-iya.

"Pengennn...makan. Ayo mas makan. Aku laper banget, dari siang belum makan." Ditariknya tangan Fatih begitu saja.

"Eh- Kka-ara, itu.." Fatih tergagap linglung.

"Kenapa mas? Mas udah pengen ya?? Sabar ya. Aku mesti makan dulu. Ngisi tenaga. Biar kuat sampe pagi. Oke mas?"

Kara kembali menarik tangan Fatih. Tak peduli jika yang ditariknya masih berusaha mengumpulkan keasadaran. Sekaligus menahan sesuatu yang sebenarnya mulai bangun.

Mereka berjalan ke dapur. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Suasana rumah sepi. Acara pernikahan berlangsung dari pagi dan dilanjutkan resepsi sampai sore. Belum tamu-tamu orangtuanya yang berkunjung hingga malam. Membuat keluarganya jam segini langsung masuk kamar, kelelahan. 

Kara membuka lemari makan. Tempat Ratih biasa menaruh makanan. Tapi kini isi lemari itu kosong melompong. Kini ia perpindah ke kulkas. Hanya bahan-bahan mentah yang ia temui disana.

Makanan sisa resepsi yang dikiranya masih banyak juga ternyata habis tak tersisa. Benar-benar habis, bahkan piring sajinya sudah bersih tercuci.

"Mas, mamak nggak nyisain makanan buat kita." ucap Kara lesu. Dia kelaparan. Dia hanya makan sepotong kue diresepsinya tadi.

Kara berjalan mendekati Fatih yang berdiri di samping meja makan.

"Gofood aja apa ya mas? Tapi udah malem. Masih ada yang nerima nggak ya? Ya Allah laperrr!" pekik Kara bersender di lengan Fatih.

Tangan Fatih yang ingin mengelus kepala Kara tertahan. Kaku. Masih merasa canggung.

"Ka-kamu mau makan a-apa?" tanya Fatih.

"Terserah yang penting bisa makan." Kara masih cemberut. Belum mau mengangkat kepalanya yang memeluk dan bersender nyaman.

Hahh...

"Du-duduk sini." Fatih mendudukkan Kara di kursi. Setelah itu dia mulai membuka kulkas dan mengambil bahan-bahan yang sekiranya bisa dia masak cepat.

"Eh, mas bisa masak?"

"I-iya." Fatih kaget. Tidak sadar kalo Kara tiba-tiba di sampingnya. Kemudian fokus kembali ke bahan masakan.

"Mau masakin Kara?"

"Iya."

"Kara bantu ya?" Kara antusias.

"Eh?" Kini perhatian Fatih tertuju ke Kara sepenuhnya.

"Maksdunya  bantu doa. Hehe... " Kara nyengir.

****


"Mas, biasanya kalo malam pertama itu ngapain?"

Mereka berbaring di ranjang setelah makan malam yang kelewat malam.

Kara berbaring miring memeluk Fatih yang tengah menatap langit-langit rumah. Tangannya tidak tinggal diam, mengusap-usap dada Fatih dan sesekali membuat pola lingkaran yang kadang membuat Fatih geli ser-seran. Tapi Fatih tidak peduli. Dia nyaman dengan posisi ini.

"Nggak tau."

"Mas, besok-besok kalo pada kumpul lucu kali ya kalo aku panggil mas, semuanya pada nengok. Hihihi..." Kara terkikik membayangkan itu. Mungkin tak hanya suaminya saja yang menyahut, kakak-kakak sepupunya yang lain juga akan melakukan hal yang sama.

"Apa aku panggilnya Aa' aja kali ya biar spesial. Biar rada beda gitu? Gimana?" Kara menatap Fatih, meminta pendapat.

"Ter-terserah kamu." Fatih balas menatap Kara sekilas, lalu kembali menoleh ke arah lain.

"Sip. Kita tes dulu kalo gitu. A'...Aa' sayang liat aku dong." Kara yang sudah berbaring telungkup, mengarahkan kepala Fatih agar menatapnya.

"Ehem." Fatih gugup. Wajahnya memerah hingga telinganya. Kara terkikik. Suaminya gini banget ya Tuhan.

"Aa' mau ngasih aku panggilan kesayangan nggak?"

"Ehh? Emmm...emang harus? "

"Enggak sih, biar samaan aja." Tangan Kara menjalar ke perut Fatih. Masuk ke dalam kaos. Mengusap-ngusap dan sesekali memainkan pusar suaminya.

Nafas Fatih terdengar berbeda. Matanya menatap Kara sayu. Tangan Fatih memegang tangan Kara, mencegah berbuat lebih jauh.

Kara terseyum menggoda. Bangkit dan menduduki perut Fatih. Gaun tidurnya tersingkap. Masa bodo jika celana dalamnya terlihat. Suami sendiri ini. Udah halal.

Salah satu tali piyamanya juga turun. Menambah kesan seksi pada dirinya.

Kara membungkuk, hingga wajah mereka berdekatan. Tangannya berada di samping kanan-kiri kepala Fatih. Senyum menggoda masih tersungging di bibirnya.

"A'..."

Pandangan Fatih semakin sayu. Nafasnya memburu. Matanya fokus pada bibir Kara yang sedikit terbuka.

Wajah mereka semakin berdekatan. Hingga dirasa hidung mereka bersentuhan.

Cup

Hanya menempel. Tidak ada yang bergerak. Kedua mata mereka sudah tertutup. Meresapi suasana intim yang mulai terbangun.

Cup

Cup

Cup

Kara mencium bibir Fatih ringan, berkali-kali. Hingga tak sadar bahwa ciuman itu kini berubah jadi lumatan. Tangan Fatih memeluk Kara yang ada di atasnya. Rambutnya sudah tak karuan akibat ulah Kara.

"Hahhhh..." Tautan bibir mereka terlepas.

Posisi Kara yang tiduran dan mengangkangi tubuh Fatih membuat tak ada jarak diantara mereka. 

"A'..." bisik Kara di depan bibir Fatih.

"Hm." Mata Fatih yang sayu fokus pada bibir Kara yang basah.

"Nggak tahan." Mata mereka bertatapan. Kesadaran Fatih mulai muncul.

"Nggak tahan kenapa? Mau ke kamar mandi?" tanya Fatih dengan suara serak.

Fatih mendudukkan tubuhnya, membuat Kara berada di pangkuannya. Kara semakin merapatkan tubuhnya ke Fatih.

"A-ayo bangun." Fatih mencoba melepaskan tangan Kara yang melingkar erat dilehernya. Tapi tak bisa. Kara tidak mau.

"Siapa yang mau ke kamar mandi si a'." Kara semakin menelusupkan kepalanya ke leher Fatih. Menciumi leher dan mengusap-ngusap rambutnya.

"Terus?"

Kara menegakkan kepalanya.  Wajahnya mendekat sampai-sampai tak ada jarak. Dimiringkan kepalanya. Posisi seolah-olah ingin mencium.

Fatih memejamkan matanya. Menunggu kelanjutan aksi Kara.

"Bikin dedek yuk." jawab Kara berbisik




*****

Revisi 4 Agustus 2022

SuamiKu PemaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang