Ini sudah seminggu Yaku berlatih, dia sudah mampu untuk menaiki sapu tanpa lupa merapal mantra, namun masalahnya disini hanyalah sihirnya. Ia sudah melafalkan mantra dengan benar, namun tidak ada apapun yang keluar dari tongkat miliknya.
Ia menggeram kesal, ia sudah menghabiskan waktu dan tenaganya untuk melafalkannya dengan baik, namun hasil jerih payahnya sia-sia.
"Masalahmu dan Lev sama, yaitu tidak mampu mengeluarkan sihir," ucap Kuroo mengomentari Yaku. Akaashi mengangguk setuju, "Benar, mungkin masalahnya di energi miliknya ..."
Yaku menghela napas kasar, ia terduduk di rerumputan sembari menggaruk rambutnya frustasi, "Sudah kubilang aku bukan penyihir kan? Aku cuma manusia biasa!"
"Jika kau adalah manusia biasa, kau tidak bisa menaiki sapu terbangmu, Yaku-san."
Yaku menghela napas lelah. Ia cukup frustasi dengan ini, apalagi yang harus ia coba?
Kuroo memangku tangannya, otaknya berpikir keras. Mata obsidian miliknya terpaku pada tongkat sihir Yaku.
"Apa tongkatnya ya ...?"
Akaashi berbalik menghadap Kuroo, "Apa itu, Kuroo-san?" tanya Akaashi. Kuroo maju ke hadapan Yaku tanpa ekspresi, sementara yang dihampiri memasang kuda-kuda, "Apa?"
Dengan cepat Kuroo merebut tongkat sihir kayu milik Yaku dan mematahkannya dalam sekali hentakkan, Yaku dan Akaashi lantas terlonjak, terkejut. "Kuroo-san, apa yang kau-!?"
Kuroo tampaknya tak ambil pusing, ia langsung menarik Yaku pergi, Akaashi mengekor di belakang mereka, Yaku masih dilanda kebingungan.
Setelah berjalan beberapa saat, sampailah mereka di suatu ruangan yang bisa dibilang cukup luas, seorang pria berkacamata dengan surai hitam acak-acakan menyambut mereka dengan senyuman. "Ada apa, Kuroo, Akaashi?" tanya pria itu, Ittetsu Takeda. Kuroo membungkuk hormat, "Begini pak ... boleh kami minta satu tongkat sihir yang ada di sini?" tanya Kuroo, Takeda membetulkan kacamata miliknya, "Untuk apa? Apa tongkatmu rusak?"
"Sebenarnya ..., " Kuroo lantas bergeser, menunjukkan Yaku yang memandang kagum ke seluruh ruangan, "Dia hendak masuk ke asrama kita, pak. Tapi dia belum menjalani tes sihir, dan tongkatnya rusak."
Takeda mengangguk mengerti, manik matanya meneliti setiap inchi tubuh Yaku. "Baiklah, kemari. Kuroo, Akaashi, tunggu disini sebentar."
Kuroo dan Akaashi mengangguk, lantas berkeliling ruangan hanya untuk sekedar mengisi waktu luang. Sementara Yaku membuntuti Takeda di belakangnya. Tibalah mereka di suatu ruangan yang penuh dengan ornamen, bola kaca, sapu sihir, dan tentunya, tongkat sihir.
"Apa kau sudah tahu elemenmu?" tanya Takeda, jemarinya menyusuri setiap tongkat, Yaku mengangguk ragu, "Angin ..."
Takeda hanya menjawab dengan deheman kecil, "Tampaknya kau cocok dengan yang ini," ucapnya sambil menyerahkan sebuah tongkat berwarna biru muda dan garis-garis putih, tidak lupa dengan pahatan bulan di ujung bagian depan. Yaku menautkan alisnya, "Baiklah ..."
"Apa kau merasakan sesuatu saat memegang tongkat itu?"
Yaku mengangkat tongkat itu, mengayun-ayunkannya, bahkan meraba tongkat itu. Tongkat itu terasa dingin. Ada sesuatu yang membuatnya ingin memakainya.
"Ya ..."
Takeda tersenyum, "Bagus, sekarang kau bisa berlatih lagi!" Mereka berjalan keluar ruangan, dan tentu saja bertemu dengan Akaashi dan Kuroo yang tengah bersantai. "Apa kau kesulitan untuk memilih?" tanya Kuroo, Yaku menggeleng, "Sama sekali tidak."
"Baiklah, ayo latihan lagi."
..
.
Sesuai dugaan Kuroo, semuanya berjalan dengan lancar. Yaku dapat menggunakan kekuatannya dengan cukup bagus, untuk ukuran pemula. Hal itu membuat Akaashi dan Kuroo tampak puas, "Nah, sekarang masalahnya berkurang satu. Dengan begini aku yakin akan menunjukkanmu pada kepala sekolah." ucap Kuroo dengan senyuman misteriusnya. Senyuman itu berhasil membuat Yaku bergidik ngeri, memikirkan bagaimana nasibnya kedepan.
xXServillianceXx
"Lev ... "
Suara lirih terdengar memanggil nama iblis bersurai white-blonde itu, yang dipanggil hanya bisa berbalik, namun ia mencari kesegala arah dan tak menemukan siapa pelaku tersebut, ia menautkan alisnya heran, akhir-akhir ini banyak hal aneh yang terjadi kepadanya.
"Siapa disana?" tanyanya memastikan, namun tak ada yang menyahut, seakan tak pernah ada yang memanggilnya sebelumnya. Ia menghela napas resah, ia kembali berjalan pergi menuju ruangan Akaashi, untuk meminta saran pada Bokuto seperti biasa.
Sementara itu, dibalik sebuah pilar marmer itu, seseorang tersenyum licik dari kegelapan. Ia tersenyum puas, akan kebodohan targetnya tersebut.
"Kau takkan menang dariku, Mammon ..."
Sebuah sayap berwarna kemerahan membuncah keluar dari punggung pria itu, ia berjalan pergi menuju sebuah jendela besar, dan loncat dari sana tanpa ada keraguan, lalu ia terbang tinggi, entah kemana perginya.
Hi, ketemu lagi dengan gue.
Gimana kabarnya? Sehat sehat aja?
Sesuai jadwal, gue update hari Sabtu dan Minggu. Ya ... kalau kalian early readers (catat ya, gue nulis ini pas tanggal 9 Februari 2020) kalian tahu kalau nggak ada peningkatan view atau vote, hehe.
Agak sedih sih, tapi gak apa, semua indah pada waktunya. Gue mah santuy aja sambil mantengin poster suami gue di dinding.
Positive thinking aja, mungkin cuma banyak yang belum tau, belum kenotis banyak orang, atau bahkan pihak wetpet. *sad noises*
Sekian aja dari gue, kan malah curcol guenya, wkwk.
Adios!
KAMU SEDANG MEMBACA
Servilliance : Story Between A Demon And A Witch (Haikyuu!! FF) ✔
Fanfic"Aku ini manusia biasa, tidak lebih, tidak kurang." Entah sudah berapa kali aku berkata demikian, berusaha meyakinkan diriku sendiri akan hal itu, namun nyatanya, aku hanyalah membohongi diriku sendiri. Semua yang ada di depan mataku ini nyata, mul...