Sesuai judulnya, ini terinspirasi dari ucapannya Namjoon soal cita-citanya waktu masih kecil ya :) paati udah pada tau kannnn :) gatau kenapa kuikut terharu :'
-*123*-
"Menikah?"
Kim Seokjin. Usia 25 tahun. Hanya pegawai sebuah media cetak yang tidak terlalu besar dengan gaji yang pas-pas-an. Terkejut saat tiba-tiba mendapat lamaran secara tiba-tiba.
"Ya, kita sudah berpacaran cukup lama. Bukankah wajar kalau aku mengajakmu menikah?"
Benar. Lima tahun berteman plus tiga tahun menjalin hubungan sebagai kekasih bukanlah waktu yang singkat bagi mereka.
Tapi tetap saja, pernikahan tidak bisa hanya dipertimbangkan melalui lamanya hubungan. Menikah bukan hanya masalah dua insan manusia saja. Melainkan dua keluarga.
"Tapi aku... laki-laki, Namjoon-ah"
"Lalu? Aku juga sama sepertimu"
"Kau tidak mengerti"
Berbeda dengan hidupnya yang sangat pas-pas-an, yang bahkan bisa dibilang jika ekonomi Seokjin hanya berada pada angka 3 dari 10, kekasihnya ini berbeda. Kim Namjoon. Usia satu tahun di atasnya. Memiliki kehidupan yang bak keluarga kerajaan inggris saja. Digelimangi harta dan yang paling penting hanya satu. Dia anak tunggal.
"Aku tidak bisa memberimu keturuan, orang tuamu pasti tidak akan merestuinya. Aku juga miskin. Tidak mungkin hubungan kita bisa berlanjut sejauh itu, Namjoon-ah" jelasnya.
Ya, alasan itu sudah cukup bagi Seokjin untuk tidak masuk ke dalam list menantu keluarga sang kekasih. Mustahil kalau ia pikir-pikir. Hubungan mereka yang sekarang saja sudah sangat cukup bagi Seokjin. Ia tak berharap lebih, hanya sebatas kekasih saja.
"Aku tidak perduli. Aku hanya ingin menikahimu dan hidup bersama. Bukankah hubungan kekasih ini sudah terlalu lama?"
Namjoon mulai mendekatkan tangannya untuk meraih tangan yang lebih putih dan lembut darinya.
"Tidak. Kau berbohong. Aku tahu kau ingin menjadi ayah kan? Kau tidak bisa selalu bersamaku untuk mewujudkannya" balas Seokjin sambil menarik tangannya.
Ya, Namjoon pernah mengatakannya meski tidak di depannya. Seokjin hanya kebetulan mendengar saat kalimat itu terucap. Ia yakin, Namjoon menyimpannya sendiri tanpa mau mengatakan apapun padanya. Lebih tepatnya tak ingin menyakiti hatinya dengan keinginan itu.
"Kita bisa adopsi, Jinnie. Bukankah hal itu juga bisa membantu anak-anak yatim piatu yang membutuhkan kasih sayang orang tua?"
Seokjin tetap menggelengkan kepalanya. Bukan Namjoon saja yang menjadi pertimbangannya. Ya, keluarga Namjoon juga membutuhkan pewaris karena status Namjoon sendiri yang merupakan satu-satunya keturunan termuda di keluarganya. Tidak mungkin keluarga Namjoon akan membiarkan anak yang bukan dari darah mereka mewarisi harta berlimpah dengan mudahnya. Ia tahu benar bagaimana watak keluarga Namjoon meski jarang bertemu.
"Tidak, Namjoon. Sudahlah kita hanya menghabiskan waktu dengan pembicaraan tidak penting ini"
"Tidak penting bagaimana? Kita sedang membicarakan masa depan"
"Tidak ada masa depan untuk kita berdua. Kau hanya perlu mencari wanita untuk menjadi pendampingmu, begitu juga denganku. Itulah masa depan yang kita miliki sekarang"
"Bagaimana kau bisa mengatakan hal itu? Kau menginginkanku menikah dengan wanita?"
Dengan yakin, Seokjinpun mengangguk mantap. Seperti apa yang ua ucapkan. Tidak ada masa depan untuk mereka bersama.
"Hanya itu yang bisa dilakukan agar semuanya bahagia"
"Bahagia apa? Aku tidak bisa menikah dengan orang yang kucintai, apa itu yang kau maksud bahagia?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wanted to be Dad [Namjin]
FanfictionSesuai judul :) #Namjoon #Seokjin #Namjin #BxB #M-Preg warning : bukan GS :)