Namjoon menghempaskan punggungnya ke kursi mobil. Mendongak ke atas dan mengusap wajahnya kasar. Masih dengan mesin mobil yang belum dinyalakan.
Dadanya bergemuruh kencang dan rasanya ingin keluar begitu saja dari asalnya. Matanya ia pejamkan erat-erat dengan mulut yang tertutup rapat pula.
"Tenang, Namjoon. Tenang" ujarnya mencoba membuat dirinya agar lebih tenang.
Setelah melihat kejadian luar biasa di depan kedua matanya, Namjoon langsung saja berbalik dan kabur begitu saja tanpa meninggalkan jejak jika dirinya sempat berada disana.
Dan disinilah ia sekarang. Masuk kembali ke dalam mobilnya setelah menembus hujan menggunakan payungnya. Lupakan susu formula Jimin, membuat pikirannya kembali jernih lebih penting sekarang.
Butuh waktu beberapa menit hingga akhirnya ia bisa menormalkan gemuruh dadanya yang tak karuhan serta otaknya yang seolah lari kemana-mana.
Iapun membuka tangannya, menunjukkan mata sipit yang kini ia arahkan ke depan.
"Coba pelan-pelan. Jangan melewatkan apapun atau kau tak akan tahu kebenarannya" gumamnya pada dirinya sendiri.
Ia bersyukur dianugerahi otak yang melebihi rata-rata, sangat cocok digunakan untuk berpikir seperti saat ini.
"Jinseok hilang satu setengah tahun yang lalu, artinya delapan belas bulan yang lalu. Usia Jimin hampir sebelas bulan dan dia tidak prematur, bahkan hampir sepuluh bulan dalam kandungan"
Kalkulator alaminya langsung mulai menghitung jumlah bulan yang ia sebutkan. Setidaknya yang ia ingat dari pengakuan Seokjin yang terpotong-potong.
"Kalau memang benar Jinseok menikah dan memiliki Jimin setelahnya, seharusnya membutuhkan dua puluh satu bulan untuk Jimin sebesar ini. Lalu jeda tiga bulan itu apa?"
Namjoon mulai memijit dahinya yang mulai berdenyut.
"Jinseok tidak mungkin selingkuh tiga bulan itu kan?" gumamnya lagi.
Sekelebat bayangan tentang kejadian beberapa menit yang lalu kembali melewati pikirannya.
"Aku yakin Jimin sedang menyusu. Tapi kenapa Jinseok? Atau Jinseok melakukannya hanya agar Jimin bisa tenang? Membujuknya begitu?"
Namjoon kembali buntu rasanya. Ia menenggelamkan wajah tampannya di lipatan tangan yang ia topangkan di atas stirnya.
"Mimi"
Namjoon bisa mendengar kicauan Jimin di otaknya yang kembali berdengung. Panggilan unik itu entah kenapa tak bisa ia lupakan.
"Lucu sekali ya, Namjoon-ah. Anak itu memanggil Ibunya dengan sebutan Mamih"
Namjoon mendongak lagi saat ingatan panjangnya mendengar kembali suara Seokjin yang dulu pernah mengucapkan hal itu padanya.
"Kenapa aku bodoh sekali?!"
-*123*-
Jimin sudah tidur lagi. Setelah kenyang dan main-main sebentar, bayi itu kini sudah memeluk boneka barunya. Dan Seokjin yang masih terjaga itu nampak cemas sendiri.
"Namjoon sudah pulang mungkin ya?" gumamnya sambil menggigit kuku pendeknya.
Sudah lebih dari dua jam pria itu tak kembali lagi setelah pamit membelikan susu formula untuk anaknya. Dan dua jam itu pula Seokjin selalu melihat ke arah pintu yang dekat dengannya.
"Tapi kenapa tidak memberitahuku dulu?" lanjutnya yang kini berguling-guling di lantai beralaskan kainnya.
"Kenapa harus memberitahuku?! Memangnya aku siapa?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wanted to be Dad [Namjin]
FanficSesuai judul :) #Namjoon #Seokjin #Namjin #BxB #M-Preg warning : bukan GS :)