This part dedicated for myself :D kenapa? bikin part ini aku ikutan galau, sampe2 ikutan stuck juga,hihi..
Oia, ini cover baru. Aku nyari cast buat Raina susah banget.. Akhirnya ketemu juga :D ya klo bayangan kalian gak sesuai, dicocok2in aja ya. *maksaaa
Selamat baca :))
NB: kalau ketemu typo atau kalimat yang rancu dikasih tau aja ya. Ngetiknya setengah ngantuk :D
-----------------------------------------------------
Di balik dinding inilah aku bersandar. Mengamati Pram yang duduk di sebuah taman mini di tengah-tengan rumah sakit. Wajah tampan Pram terlihat sangat letih dan penuh dengan kegelisahan. Entah kemana jas yang tadi pagi dipakai, mungkin sudah ditinggal olehnya di kantor atau di mobinya. Lengan kemeja panjangnya sudah tergulung hingga siku. Wajah letih dan gelisah yang tersirat menujukkan betapa kacau dirinya. Bagiku, pemandangan ini begitu menyedihkan. Aku orang terdekatnya, tapi justru yang tidak tahu apa-apa tentang suamiku.
Pram masih seperti yang aku kenal, meski sikapnya kepadaku tidak semanis biasanya. Dia masih menganggapku seolah-olah akulah satu-satunya perempuan yang dimilikinya. Tapi tetap saja ada yang berubah darinya. Pandangan Pram sering menerawang, dan terkadang sikapnya menjadi dingin. Entah itu hanya perasaanku saja, atau dia memang sedikit berubah. Dan ketika aku bertanya padanya, dia hanya mengalihkan. Menjawabnya dengan asal, dan aku tahu itu bukan, Pram
Kakiku sudah mulai terasa pegal, hampir satu jam aku berdiri di sini. Entah sampai kapan Pram akan duduk dan menunggu disana. Kini semuanya terbongkar dan hatiku benar. Pram menyimpan sebuah rahasia dariku.
Aku masih menyaksikannya dengan hati getir dan penuh pertanyaan. Ingin kulangkahkan kakiku kearahnya dan bertanya apa yang dilakukan dia disana. Tapi sepertinya sekarang belum tepat. Dalam rentan waktu setengah jam, sudah lebih dari tiga kali Pram melihat jam tangannya. Apakah ia sedang berjanji dengan seseroang?
Aku ikut mendongak kaget, ketika wajah gelisah Pram berubah menjadi hangat. Matanya terkunci pada seorang wanita yang berjalan dengan sangat anggun dengan senyum simpul yang merekah dari wajahnya. Aku seperti pernah bertemu dengan wanita itu? Ku coba mengingat kembali. Pikiranku langsung beralih pada seorang Dokter cantik yang memeriksa Pram tempo hari.
Pram berdiri, wajahnya tidak serapuh tadi lagi. Dengan langkap sigap dia berjalan menghampiri wanita berjas putih itu. Sambil menyebutkan nama yang tidak asing bagiku. Sebuah nama yang pernah menorehkan luka pada masa masa lalunya meluncur indah dari bibir Pram.
"Sashi?" Nama itu? Benarkah itu Sashi yang dulu pernah diceritakan oleh Pram. Seseorang yang sangat dicintainya. Bahkan membuat Pram tidak percaya lagi dengan sebuah rasa bernama cinta itu. Tanpa ku minta, tanganku berubah menjadi dingin, jantungku ikut berdetak kencang. Permainan apa ini? Takdirkah ini? Air mataku sudah ingin jatuh. Rasanya aku bagaikan dikhianati.
Dalam derap langkah yang perlahan, aku mengikuti Pram. Melihatnya dari jauh, langkahku terhenti seketika saat aku melihat Pram menggandeng tangan Sashi. Memaksa wanita itu untuk mengikuti langkahnya.
Apakah ada yang lebih buruk dari ini? Melihat suamimu bergandengan tangan dengan mantan kekasihnya? Haruskah aku tetap mengikuti mereka? Rasanya hatiku sudah tidak sanggup jika harus melihat lebih dari ini. Kuhirup udara sebanyak mungkin. Sebelum aku melangkah lagi, aku harus yakin dengan semua yang kulakukan sekarang. Aku ingin tahu. Hanya itu alasanku ada di sini.
Mereka tiba di sebuah cafe yang ada di pojok lobby rumah sakit ini. Duduk berhadapan satu sama lain. Ada kecanggungan di sana, meski dari kejauhan. Aku bisa melihat kalau mereka belum berbicara. Masih saling menatap dan menikmati waktu yang tercipta. Aku tidak bisa berbohong, saat melihat mereka duduk berhadapan, cara Pram menatap Sashi, menyiratkan begitu banyak cinta untuknya begitu pula sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Perfect Wedding
RomanceCerita ini sudah diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul yang sama: NOT A PERFECT WEDDING, bisa dibeli langsung di Gramedia :) Raina Winatama: Dihari pernikahanku, aku kehilangan mempelaiku. Bukan karena dia melarikan diri. Tapi dia pergi untuk s...