Saya rindu Pram dan Raina.... Semoga ada yang masih merindukan mereka juga ya...
Mau baca silakan, tapi tolong jangan ada koment-koment kasar di sini.
Pramudya.
Satu tahun sebelumnya,
Selesai meeting dengan salah satu vendor untuk pembangunan gedung perkantoran. Di tengah kemacetan, mata Pram melihat kejauhan London Eye. Ikon kota London yang selalu menarik perhatiannya, tapi tidak sekalipun ia ingin mencoba untuk menaikinya.
Namun sore itu berbeda. Selama tujuh tahun, untuk kali pertama Pram ingin mencoba wahana tersebut. Hanya seorang diri dia mengendari mobilnya menuju sungai Thames. Beberapa orang yang ada di sana memperhatikannya, Pram pria asia yang hanya seorang diri memang terlihat menyedihkan.
Pram sama sekali tidak memperdulikan orang-orang yang ada di sekitarnya. Dia segera membeli tiket dan ikut mengantri.
Saat berada di dalam ruangan kecil yang siap berputar itu, Pram melihat jam tangannya sekilas. Mencoba mengingat tiap detik yang akan dia habiskan di dalam kapsul ini.
Semua kenangan yang pernah ia lewati mengisi pikirannya. Sudah seharusnya dia menyelesaikan semua ini. Dan bukan malah lari dari keadaan seperti anak kecil.
Dia menarik nafasnya. Dia butuh seseorang yang dia percaya untuk dia cintai ...
Selama ini gadis-gadis yang selalu bersamanya selalu datang dan pergi. Tidak lebih dari sebagai pelariannya.
Suara ponselnya berdering. Dia merogoh saku celananya. Raka.
"What's going on?" Pram tersenyum meski Raka tidak bisa melihatnya.
"Sudah makan?"
"What?"
"Kata Mami lo udah makan belum?"
Pram tertawa dan terdiam sejenak. Dia rindu rumah. "Masih terjebak di London Eye, mungkin setelah ini gue makan malam."
"Kata Mami kapan bawa calon istri? Bule juga nggak apa-apa. Lumayan bisa memperluas jaringan persaudaraan." Diikuti suara tawa renyah khas milik Raka.
Pertanyaan itu lagi. "Nanti kalau lo udah nikah, baru gue yang nikah." Jawab Pram asal.
"Janji? Tahun depan gue berencana melamar Raina. Gue harap setelah itu lo bisa balik lagi ke Indonesia dan menetap di sini."
Pertanyaan yang berujung dengan permintaan. Selalu begini, kalau salah satu keluarganya menelfon. "Nikah itu urusan hati dan perkara seumur hidup." Pram menarik nafasnya. "Gue akan nikah. Pasti. Tapi nanti setelah gue bertemu dengan perempuan yang memang pantas untuk gue cintai."
Entah dari mana rentetan kalimat itu bisa keluar dari mulutnya. Masih bisa kah dia mencintai seseorang setelah hatinya tertusuk begitu dalam?
"Gue harap lo nepatin kata-kata lo." Suara Raka berubah serius.
Ada jeda sejenak. "Semoga Tuhan masih berbaik hati memberikan perempuan itu." Jawabnya. Terdengar putus asa memang tapi itulah kenyataannya. Mungkin hanya kejaiban yang bisa membuatnya jatuh cinta lagi.
Dan jika saat itu datang, dia tidak akan pernah menyerah dengan mudah untuk melepaskan perempuan itu. Bahkan darahnya pun rela dia berikan.
Semoga saat itu datang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Perfect Wedding
RomanceCerita ini sudah diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul yang sama: NOT A PERFECT WEDDING, bisa dibeli langsung di Gramedia :) Raina Winatama: Dihari pernikahanku, aku kehilangan mempelaiku. Bukan karena dia melarikan diri. Tapi dia pergi untuk s...