PoV Riyan
Aku baru menyadari bahwa hati itu banyak sekali ruangnya. Rasanya tak tega membiarkan seseorang merana sementara aku tahu aku bisa menolongnya. Aku merasa kosong selama beberapa detik.
Meskipun aku tak pernah menginginkan Mikayla untuk memelukku, entah mengapa aku tak sanggup menolaknya. Segala kekacauan yang ada dalam hidup gadis itu membuatku terpanggil untuk membantunya menyelesaikan persoalan itu satu demi satu.
Waktu yang seakan berhenti berputar sempat membawa mataku mengikuti langkah Sasha yang terburu-buru meninggalkan kami di koridor rumah sakit. Ingin sekali aku mengejarnya, lalu menjelaskan semua perasaanku yang sesungguhnya. Namun apakah untuk saat ini hal itu berarti bagi kami?
Mungkinkah Sasha mau menerima jika untuk sementara akan ada Mikayla di antara aku dan dirinya? Ah, aku bingung harus bagaimana. Sasha pasti akan sangat cemburu walaupun nanti aku menjelaskan apa alasanku di balik semua itu.
Seperti yang diinformasikan dokter, aku lega kondisi Mama akhirnya membaik. Tadi aku terpaksa berjanji pada Mikayla akan membicarakan masalahnya baik-baik asalkan ia tak mengacau lagi di rumah sakit.
Aku memintanya untuk menunggu di parkiran bersama Bimbim. Aku tak mau ia tiba-tiba masuk ke ruang perawatan Mama dan bicara yang tidak-tidak. Mamaku sepertinya telah mencium ada sesuatu yang kusembunyikan selama ini. Aku tak ingin kehadiran Mikayla membuat kesehatan Mama semakin menurun.
Hari yang sangat aneh. Tadi aku menyempatkan pulang ke rumah Mama untuk mandi dan istirahat sekitar satu jam. Sementara Bimbim kuminta untuk mengantar Mikayla ke sebuah tempat yang telah kami sepakati.
Lalu di sini lah kami sekarang, di sebuah hotel yang akan menjadi tempat menginap Mikayla selama ia diusir dari rumahnya.
"Mas ... kita ke kamar aja yuk." Mikayla yang sejak tadi menatapku tiba-tiba bersuara.
"Silakan aja kalau mau ke kamar. Kamu memang harus istirahat," kataku, malas.
"Lho, kata Mas Riyan kan kita mau ngomongin masalahku, tapi dari tadi Mas diam terus. Kapan ngobrolnya?"
Aku terdiam mendengar ucapannya. Ya, ia menuntut janjiku.
"Mika, aku ngga mungkin ikut ke kamar sama kamu. Udah, tidur sana."
Aku tak mau menatapnya lama-lama. Gadis itu, bagaimanapun adalah seorang wanita yang punya daya tarik cukup kuat untuk siapa saja yang memandangnya. Apalagi ia selalu menggunakan pakaian seksi.
"Oh ya, tau apa yang harus kamu lakukan sekarang? Ganti bajumu dengan yang lebih tertutup. Aku ngga nyaman," kataku lagi.
Lihatlah bagaimana aku mulai mengatur-ngatur Mikayla sesuai keinginanku, dan ia menuruti semua itu. Dibukanya koper ungu kesayangannya, lalu mengambil sebuah cardigan hitam selutut. Ya, lumayan sopan bila dibandingkan dengan sebelumnya.
"Mas, aku udah pakai ini. Berarti Mas bisa ikut ke kamar denganku kan? Ini sudah malam, masa kita ngobrol di lobi terus?"
Aku menyentak saat ia berusaha memegang tanganku.
"Mas marah ya sama aku?" Merasa putus asa, ia lantas duduk di sampingku. Sungguh situasi yang menyebalkan!
"Mika, kita ini bukan mahram. Aku ngga bisa berduaan terus sama kamu. Masalahmu dan Pak Bram harus segera diselesaikan." Aku menatapnya sekilas, lalu melemparkan pandangan lagi ke guci emas yang berjejer di seberang sana.
"Mm ... tunggu! Maksud Mas Riyan apa? Aku ngajakin ke kamar bukan untuk ngapa-ngapain, Mas. Cuma ngobrol aja. Ih, Mas Riyan mesum!" katanya mengedikkan badan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SANG AJUDAN (Mantan Suamiku, Berhentilah Menggodaku)
RomanceKetika mantan istri menjadi makhluk terindah dan selalu mengusik hati Riyan, ia sudah tak mampu lagi menggapainya. Namun dalam waktu yang bersamaan Riyan tak bisa menahan gejolak asmara yang selalu tertuju untuk satu nama itu, Sasha. Meskipun sudah...