PoV Sasha
Aku tak bisa menyembunyikan betapa hancurnya hatiku. Bang Riyan yang selama ini kucintai ternyata hanya seorang pemberi harapan palsu.
Ia menyatakan niatnya untuk kembali hidup bersama, namun hanya dalam hitungan menit ia membiarkan gadis seksi itu bergelayut manja di tubuhnya. Harusnya aku yang memeluk Bang Riyan, bukan dia!
Sejak kejadian kemarin aku tak pernah menjawab telepon dan juga tak membalas pesan apapun darinya. Kali ini aku tak boleh lemah lagi. Aku benar-benar harus pergi.
Tekad itu rasanya sudah begitu bulat dalam diriku sampai akhirnya kulihat ia berada di halaman kantor dan memanggil namaku. Aku langsung menghindar. Kulajukan N-Max biruku secepat mungkin. Meskipun jalanan Jakarta begitu padat, aku beruntung mengendarai sepeda motor sehingga pasti lebih mudah untuk mendahului.
Di sebuah jalan sepi aku tak sanggup lagi membendung air mata. Aku merasa tersiksa dengan kehadiran Bang Riyan dengan segala godaannya. Ternyata ia berhasil mengejarku. Entah apa yang ada dalam pikiran Bang Riyan, sehingga ia memintaku untuk memaklumi kenyataan bahwa ia memang harus ada untuk orang lain selain aku.
Bang Riyan tak pernah putus asa mendekatiku. Memang kulihat kesungguhan di matanya, namun saat kuminta ia untuk meninggalkan pekerjaan itu, Bang Riyan terdiam. Ia seperti tak rela untuk melepaskan.
Memangnya kenapa harus bertahan jika apa yang ia lakukan membuat banyak hal menjadi kacau? Tak menjadi ajudan miliarder itu Bang Riyan juga sudah cukup mapan. Sebagai seorang pria berpendidikan tinggi, ia tak kurang suatu apapun juga.
Sakitnya menghadapi seseorang seperti dirinya sungguh tak mudah untuk dilukiskan. Jika bisa menghilang dari dunia ini maka sudah pasti itu yang kupilih. Namun ia masih saja bergeming.
Ya, sudah ... berarti aku memang harus belajar merelakan. Sekian detik kutunggu, akhirnya aku pun berlalu. Sekilas tampak kehancuran di mata Bang Riyan saat aku pergi meninggalkannya.
Lima belas menit kemudian aku sampai di sebuah mal terdekat dari kantor. Aku makan siang di sini saja. Aku lantas turut berdesakan dengan pelanggan lain yang rata-rata adalah karyawan dari gedung perkantoran sekitar sini.
Uniknya tempat makan yang satu ini adalah semua menu disediakan secara prasmanan. Kita cukup antri seperti para tamu undangan yang mengelilingi meja dengan pilihan aneka masakan.
"Ups! Maaf ... maaf saya ngga sengaja." Seorang wanita muda berulang kali mengucapkan permohonan maaf karena tak sengaja menimpa kakiku.
Aku menoleh.
"Tina?" kataku, terkejut. Aku tak menyangka bisa berjumpa sahabat yang sudah sekian tahun tak pernah berkomunikasi lagi.
"Sa ... Sasha?" Wajahnya tampak pucat saat mengucapkan namaku.
Kutatap dirinya yang terduduk di kursi roda. Entah apa yang terjadi dengannya sejak kami sudah tak bertemu. Seingatku, aku bahkan tak bisa menghubunginya agar datang ke acara pernikahanku waktu itu.
"Tunggu, Tina!" Aku mencegahnya yang ingin segera menjauh. Kutahan kursi roda itu dan membawanya keluar dari antrian.
Sejauh penglihatanku, Tina tampak begitu gelisah. Mengapa?
"Tina, maaf aku ngga tau apa yang terjadi sama kamu. Tapi kamu yang tabah ya?" ucapku membuka percakapan. Sedih rasanya melihat Tina yang tak bisa berjalan lagi.
"I ... iya, Sha. Makasih."
"Ada apa, Tina? Kok kamu aneh? Ngga kangen ya sama aku? Jadi selama ini kamu ada di Jakarta? Kok ngga bisa dihubungi?" Setelah kehilangan kontak selama kurang lebih tujuh tahun, begitu banyak hal yang ingin kubagi dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SANG AJUDAN (Mantan Suamiku, Berhentilah Menggodaku)
RomanceKetika mantan istri menjadi makhluk terindah dan selalu mengusik hati Riyan, ia sudah tak mampu lagi menggapainya. Namun dalam waktu yang bersamaan Riyan tak bisa menahan gejolak asmara yang selalu tertuju untuk satu nama itu, Sasha. Meskipun sudah...