18

173 46 4
                                    

"Terus masalah lo apa kalau gue nggak punya sopan santun, hah?

–Arana Daniswara–



















.
.
.
.
.
.
.
































"MOBIL kamu papa kasih ke Kara karena papa tau mobil itu nggak akan kamu pake." Arana melotot, "nggak bisa! Mobil Ferrari itu milik Arana selamanya."

Daniswara menghela napasnya, "mobil itu berkarat di rumah, Arana." Arana berdecak, "Arana akan minta tolong pada Kak Adriana untuk mengambil mobil itu."

Arana masih kukuh mempertahankan mobil dengan merk Ferrari itu. Jelas sekali Arana tidak mau mobil itu berpindah tangan pada saudara tirinya.

Ferrari LaFerrari Aperta, mobil yang hanya ada 210 di dunia dan dibandrol dengan harga 26 milyar lebih itu tentu saja tidak akan Arana lepaskan. Enak saja, baru datang mau langsung mengambil alih miliknya dengan seenaknya.

"Adriana sudah tidak ada." Daniswara berkata dengan rahang mengeras sementara Arana menyerngitkan dahinya. Matanya menatap semua orang yang berkumpul di satu meja yang disediakan untuk keluarga satu persatu--semuanya tiba-tiba diam.

"Emang Kak Adriana kemana, Tante Sakhira?" Seorang yang dipanggil Sakhira itu menatap Arana masam, "dia udah pergi satu bulan lebih. Dia udah nggak ada Ara. Riana udah meninggal."

"Kok bisa?! Satu hari sebelum Arana pindah ke asrama, Kak Adriana masih ada! Jangan bercanda."

"Sakhira tidak bercanda, Adriana ditemukan tewas dengan seluruh tubuh terbakar hampir tidak dikenali--tepat keesokan harinya pukul 1 siang." Daniswara menjawab dengan suara berat menahan emosi.

"Lah ini kenapa mati semua sih? Dua anak dari istri papa setelah cerai dari mama, Kak Adriana anak istri kedua papa, tiga anak dari istri ketiga. Selanjutnya Kara gitu?".

"Jaga mulut kamu, Arana."

"Ya tidak bisa, ini mulut mulut Arana kok, toh papa nggak keberatan kan kalo Kara mati?"

"Arana!"

Arana mendengus kasar lalu menyandarkan tubuhnya di kursi lalu menatap Kara dengan tatapan tajam, "kembalikan Arana ke SMA, masukkan cewek ini ke asrama dan Arana dengan senang hati akan memberikan mobil itu untuk dia termasuk setengah lebih investasi papa atas nama Arana akan Arana berikan pada dia."

Arana jelas berani mempertaruhkan sebab dia ingin sekali bebas. Tak masalah baginya jika kehilangan mobil kesayangan-nya juga harta atas namanya asalkan dirinya bisa bebas dari asrama konyol itu.

Daniswara menggeleng tenang, "Kara akan bersekolah di tempat Arka." Arana mendengus keras-keras, "takut anak tiri papa itu mati karena terikat kontrak, hemm?" Arana mendesis pelan sementara Daniswara langsung berdiri dari tempat duduknya dan menarik tangan Arana untuk sedikit menjauh.

"Mau banget bunuh aku pa?" Pertanyaan sarkas Arana membuat Daniswara menatap tajam Arana. "Papa melindungi kamu."

"Melindungi sampai harus terikat kontrak dengan mama sebagai taruhannya? Nggak lucu pa." Daniswara menghela lalu memberikan selembar amplop yang ada di saku, "jangan hanya tau setengahnya." Setelah mengatakan itu, Daniswara kembali menuju tempat berkumpulnya keluarga sementara Arana diam dan menggenggam erat amplop tadi.

"Ara?" Angga mendekat lalu menarik tangan Arana. Wajah nya panik, "apa?" Angga menggeleng kaku, "ayo balik."

"Ambil mobil Ferrari gue dulu yak ntar?" Angga mengangguk cepat, "kalau gitu ayo." Bukannya menuntun Arana ke pintu keluar, Angga malah mengajak Arana untuk ke meja keluarga.

I'm not AgentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang