Tik . . . tik . . . tik . . . suara mesin tik tua memecah kesunyian malam. Lampu 10 watt dengan cahaya temaram menyinari kamar kecil yang catnya mulai kusam. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 02.10 dinihari.
Singkeru Rukka masih serius menekuri tulisannya yang tak kunjung selesai.
Dia sedang membuat sebuah cerita pendek, namun sampai tengah malam, klimaksnya belum ketemu.
Di samping mesin tik bututnya, tergolek sebuah gelas plastik bekas minum teh, dia tidak suka kopi, penyakit maag telah menggerogoti lambungnya sejak dia menjadi mahasiswa empat tahun lalu, tak terasa.
"Rukka, masih menuliski'? Jam berapami ini? Besokpi lagi kita' lanjutkanki cerpenta', tidur maki' dulu, sakitki' nanti."
Tiba-tiba Tenri Ampa, sahabatnya di kampus, anak Fakultas Sastra Unhas yang kebetulan numpang tidur di kamar kos Rukka demikian Singkeru Ruka biasa disapa, memberi nasehat sambil tetap berguling di atas kasur yang sudah tidak bisa dikatakan empuk, satu-satunya barang di dalam kamar itu yang bisa dikategorikan agak mewah.
Rukka hanya menoleh sejenak, setelah itu matanya kembali menatap tajam ke arah kertas yang terselip di mesin ketiknya.
Dia melanjutkan cerita pendek yang dibuatnya. Sementara itu, Tenri Ampa kembali terlelap setelah memperbaiki sarung yang membungkus tubuh cekingnya. Maklum, tidur di kamar kos murahan yang berlokasi di sekitar rawa-rawa, membuat nyamuk mudah untuk berbiak. Cari di tempat lain biayanya kemahalan, kantong Rukka hanya mampu membayar kamar kos yang segitu-gitunya.
Ketika dari jauh terdengar bunyi tiang listrik dipukul sebanyak empat kali oleh petugas keamanan sebagai tanda waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 dinihari, barulah Rukka menghentikan tarian jemari tangannya diatas mesin tik dengan seulas senyum terukir di bibir.
Rukka berguman lirih,
"Akhirnya selesai juga, ehm . . . puasku deh."Dengan langkah berat, dia menyeret sepasang kaki jenjangnya menuju kasur dan merebahkan badannya di samping Tenri Ampa yang tetap terbungkus rapat oleh sarung.
Dari jauh kokok ayam mulai bersahut-sahutan.
"Lumayan, setengah jam sebelum subuh."* * * * *
Koridor FIS B Fakultas Ekonomi pagi itu terlihat lengang, hanya ada dua orang mahasiswi yang lagi ngerumpi di depan pintu Laboratorium Komputer, mungkin baru selesai praktikum.
Rukka menyusuri koridor itu dengan terburu-buru sambil mata yang tetap lekat memandang lantai ubin yang mulai retak dimakan usia, berwajah kusam.
"Rukka, Singkeru Rukka. . . !!! Tunggu . . . . . !!!"
Dari arah samping terdengar suara berat memanggil.Rukka menghentikan langkahnya yang tergesa dan menoleh ke arah datangnya suara. Dari koridor Fakultas Sastra terlihat seseorang setengah berlari menuju dirinya.
"Dari manaki'? Kenapa tidak pernahki' lagi muncul di rumah?"
Kembali suara berat itu terdengar di sela desah nafasnya yang terengah, kelelahan mengejar Rukka yang tidak juga melambatkan langkahnya.
"Uding, kayak tidak tahu saja, banyak saya kerja bela."
Jawab Rukka acuh sambil melanjutkan langkah panjangnya diikuti oleh si suara berat yang dipanggilnya Unding."Apa kita' kerja? Bikin cerpen? Begitu kita' bilang kesibukan? Untuk apa Rukka? Tulisanta' juga kita' tumpukji di kamarta' yang lembab itu, lebih baik waktu yang kita' habiskan untuk bikin cerpen, kita' gunakan untuk diskusi dengan teman-teman di rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupinang Engkau Dengan Alfiyah
General FictionKisah seorang mahasiswa bohemian yang jatuh hari pada seorang aktivis perempuan