“Belum siap-siap Rukka? Jadi jaki ikut? Kenapa namasih kusut dan pakai kaos oblong kucel kayak begituki'?
Tenri Ampa mencecar Rukka dengan pertanyaan beruntun.
Dengan cuek Rukka menjawab,
"Beginimo saja cukupmi, ini sudah rapi, cuma ke pesta ulang tahun temanji saja toh?"
"Aduh, Rukka... Rukka... tapi yang datang bukan cuma kita, banyak tamu yang lain. Janganki' bikin malu deh. Daramatasia itu salah satu sahabat terbaik saya."
Tenri Ampa kian gelagapan melihat tingkah Rukka yang tetap saja cuek bebek.
"Baik, baik, untuk kali ini mengalahka, tapi tidak lebih dari ganti baju nah? Jangan menuntut lebih dari itu. Tapi yang ulang tahun itu Daramatasia siapa? Odo'-odo'ta' kah? Hehehehe...."
Rukka sedikit mengalah.
Tenri Ampa yang malam itu tampil dengan rambut yang tersisir rapi dan pakaian yang sudah disetrika menjawab,
"Itue, yang saya kasi' kenalki' pas acara seminar perempuan di Baruga bulan lalu."
“Daramatasia yang sok hebat itu?"
“Kok bilangki begitu Rukka? Sudahlah, ayo berangkat, sudah jam delapanmi padahal acaranya dimulai jam tujuh."
"Memang dia sok hebat kok, sepertinya dia saja yang mengerti masalah perempuan dan semua lelaki dianggapnya penindas perempuan, belum lagi penampilannya yang sok alim."
Rukka terus saja mengoceh sementara Tenri Ampa telah menyeretnya menuju halaman kos di mana motor Tenri Ampa terparkir.* * * * *
Tenri Ampa memarkir motornya di lapangan parkir Pettarani Square. Dari dalam gerai KFC yang menjadi tempat acara terdengar alunan tiupan saxophone Kenny G.
“Iniji tempatnya toh?
Rukka sangsi.
“Kenapa kah?
"Terbukti toh? Kalau dia itu hanya sok alim, nyatanya dia mengadakan pesta tidak ada bedanya dengan pesta orang sok yang lain."
Tenri Ampa hanya terdiam.
"Jadiji masuk toh? Kalau tidak, pulangma' saja saya deh."
"Ayolah, tapi di dalam jangan bikin malu bela."
Tenri Ampa mengingatkan.
Sesampainya di dalam, mereka sempat terperangah dengan meriahnya pesta, betapa gemerlap dan semaraknya acara ini.
"Wah luar biasa. Ini pesta ulang tahun paling meriah yang pernah kuikuti."
Bola mata Tenri Ampa melotot menunjukkan kekaguman, sementara itu, Rukka tetap dengan gayanya yang cuek, seperti bermain dengan pikiran sendiri.
Tiba-tiba terdengar suara dari samping kanan, suara perempuan setengah berteriak mengatasi riuhnya suasana,
"Hai, Tenri Ampa!!! . . . Aku kira kamu tidak datang, sama siapa?"
"Wah Daramatasia, kagetku deh, memangnya kita' pikir saya akan datang dengan siapa? Dengan pacar? Sejak kapan saya punya pacar? Odo'-odo' saja tidak ada, hehehehe...”
"Siapa tahu kamu berubah pikiran."
Perempuan itu ternyata Daramatasia.
"Ah, bisa saja kamu, samaka' Rukka datang. Eh, Rukka kemana ya?"
Celingukan mencari Rukka yang ternyata telah menghilang dari sampingnya.
“Rukka . . .
"Itu tuh, Rukka yang anak Fakultas Ekonomi."
"Oh . . . yang gondrong dan pendiam itu?"
Tanya Daramatasia.
"Siapa lagi kalau bukan dia, soalnya diaji yang tidak punya acara malam mingguan, yang lain pada ke rumah pacar. Makanya saya ajakki, daripada tinggalki bodo'-bodo' di kamarnya, lebih bagus ke sini toh?"
"Dia tuh, kalau tidak diajak keluar, paling hobi tinggal di kamar merenung, kalau tidak bikin puisi, pasti cerpen. Itu saja kerjanya."
Lanjut Tenri Ampa.
"Tapi dia kemana ya?"
Daramatasia mencoba celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri mencari sosok Rukka.
"Aku juga tidak tahu dia kemana."
"Oh ya Tenri Ampa, aku tinggal dulu ya? Nanti kita bicara lagi kalau ada waktu."* * * * *
Sementara itu, di sudut gerai yang agak remang dan temaram, tampak Rukka duduk menyendiri menghindar dari keriangan pesta.
Pesta terus berjalan dan tibalah saat pemotongan kue tart. Terdengar suara MC mempersilahkan Daramatasia memotong kuenya dan menyerahkan potongan pertama kepada ibunya tercinta.
"Para hadirin, selanjutnya kita dengarkan sambutan dari yang ulang tahun. Kepada Daramatasia. . . ."
Suara MC kembali berkumandang.
Daramatasia kemudian menyampaiakan beberapa kalimat yang terkesan formal sampai sayup-sayup Rukka mendengar,
". . . pada malam ini, aku sungguh berbahagia karena pesta ulangtahunku dihadiri oleh tamu istimewa, seorang penyair muda, temanku Rukka . . . !!!"
Suara Daramatasia terdengar bagai petir di telinga Rukka, dia sungguh tak menyangka Daramatasia akan berkata seperti itu.
Tapi itu belum seberapa, ketika Rukka belum bisa memahami sepenuhnya apa yang terjadi, kembali Daramatasia mengatakan hal yang lebih mengagetkan lagi,
". . . aku meminta dengan hormat temanku Rukka membacakan beberapa puisinya di acara ulang tahunku ini."
Terdengar tepukan riuh dari hadirin diikuti dengan pandangan mata mencari-cari sosok yang namanya barusan disebut oleh Daramatasia.
Dengan lagak malas, Rukka berdiri dari kursinya dan melangkah gontai menuju panggung di mana semua mata di pesta memandang ke arahnya.
Sementara itu, di sudut panggung, Daramatasia terlihat berdebat panjang dengan ibunya, nyonya Amelia.
"Apa-apaan kau ini Dara, acara pembacaan puisi tidak ada dalam manual pesta."
Terdengar nyonya Amelia bicara dengan amarah yag tertahan.
"Maaf mama, tapi mama juga tidak pernah meminta izin padaku sebelum menyelenggarakan pesta ini, kan?"
"Iya, tapi tindakanmu itu bisa mengacaukan pesta yang sudah mama rencanakan jauh hari."
"Tidak usah khawatir mama, Insyaallah teman Dara ini bisa dipercaya, Rukka tidak akan berbuat macam-macam."
Bersamaan dengan itu, Rukka telah sampai di atas panggung dan siap membacakan puisinya tanpa sebuah persiapan sebelumnya.
Ketika melihat penampilan Rukka,
"Astaga Dara, inikah teman yang kau maksudkan itu?"
"Memang begitulah dia ma . . . , orangnya sangat sederhana dan apa adanya."
Daramatasia mencoba meyakinkan.
Seorang lelaki paruh baya mendekat,
"Ada apa ini, kok tuan rumah sembunyi di sini?"
"Untung kau datang Hamid, coba kau nasehati ponakanmu ini agar tidak berbuat macam-macam lagi."
"Maksud kak Amelia?"
Pertanyaan lelaki yang ternyata paman dari Daramatasia, dijawab dengan cepat oleh Daramatasia,
"Begini Om, mama tidak sepakat dengan tindakan Dara mempersilahkan Rukka membacakan puisi di pesta ini."
"Cuma itu masalahnya? Om kira ada apa."
Sambil menatap ke arah nyonya Amelia,
"Tidak usah khawatir, Kak, tidak akan ada masalah, lebih baik Kakak menemui para tamu, semikian juga kamu Dara, jangan melakukan ini lagi ya?"
"Tapi Om. . ."
"Sudahlah, nanti kita bicarakan."
Menggandeng kemanakannya,
"Sekarang lebih baik kita bergabung dengan para tamu mendengarkan Rukka, temanmu itu membacakan puisi, tuh mamamu juga sudah pergi."
. . . . . . . ."Hadirin yang mulia dan terhormat, sebenarnya saya datang ke sini bukan untuk membaca puisi, saya antarji temanku kodong, yang kebetulan juga sahabatnya Daramatasia. Saya sendiri kenal dengan Daramatasia belumpi juga terlalu lama."
Hening sejenak,
"Tapi demi menghormati permintaan tuan rumah, baiklah saya bacakan sebuah puisi. Daramatasia . . . , anggaplah ini sebagai hadiah ulang tahunmu."adalah jiwa yang resah
menatap hidup tanpa gairah
bibir mendesahmenginginkan hidup yang sederhana
tanpa pretensi apa-apa
hanya prosesi seperlunya
cuma rutinitas seadanyamenginginkan hidup yang sederhana
dengan tanya yang tak henti
dengan jawab yang selautan mimpi
dengan ilusi yang seindah imajimenginginkan hidup yang sederhana
lewat kenangan yang mengkristal di keabadian
lewat keterjagaan yang mengembun di kesadaran
lewat impian yang menderas di kesederhanaanmenginginkan hidup yang sederhana
karena kesederhanaan adalah cermin yang begitu bening
karena kesederhanaan adalah ruang yang begitu hening
karena kesederhanaan adalah kesederhanaan yang tak terdugaSuasana hening.
Belum reda keheningan itu ketika Rukka telah turun dari panggung dan langsung keluar meninggalkan tempat pesta, Tenri Ampa yang setengah sadar dengan situasi yang sedang berlangsung segera menyusul. Tak ditemuinya Rukka di tempat parkir, juga di setiap sudut di sekitar lokasi pesta.* * * * *
Seusai pesta, ketika sampai di rumah, Daramatasia termenung kembali mengingat sederet kata dalam puisi Rukka.
“Menginginkan hidup yang sederhana"
Gumannya berkali-kali.
Diseretnya buku diari hijau muda dari dalam laci meja belajarnya.
Pelan-pelan tangan lembutnya mulai menari diatas lembar-lembar diari yang juga berwarna hijau muda itu,
.....Mama, tahukah Mama, aku ingin menjalani hidup dengan sederhana. Sungguh aku kadang merasa tersiksa dengan cara mama membahagiakanku, aku jenuh dengan suasana riuhnya pesta, bingarnya musik dan hingarnya orang-orang bercanda, tertawa dan terbahak. Mama, aku rindu kesederhanaan, aku rindu sekali. Andai papa masih ada, kenapa begitu cepat papa pergi.....
Papa semoga kau selalu bahagia di sana.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupinang Engkau Dengan Alfiyah
General FictionKisah seorang mahasiswa bohemian yang jatuh hari pada seorang aktivis perempuan