TIGA

6.4K 496 11
                                    

Pagi ini Ara bangun lebih pagi di banding biasanya ia saat berada di rumah, ia ingin menikmati udara sejuk pedesaan. Ia sempat mencari mirrorless di ranselnya, untung saja benda kesayangannya itu tidak tertinggal.

Sebelum pergi jalan-jalan Ara memutuskan untuk membuatkan sarapan ala kadarnya untuk Aris dan kakeknya, telur ceplok dan nasi hangat. Saat menata makanan di meja makan, Ara mendapati adiknya yang berjalan gontai kearahnya, remaja itu duduk melamun di kursi, tangannya menopang kepala yang tertunduk ke bawah.

Ara menautkan alisnya, ada apa dengan adiknya itu.

“Ris, kamu sakit?” Tanya Ara yang di jawab gelengan kepala oleh adiknya.

Aris masih menunduk ke bawah, kepalanya sesekali di pijat pelan.

“Aku mau pergi jalan-jalan sekitar desa, tak akan lama.”

Aris mendongakkan kepala. Ara bisa melihat wajah pucat pasi adiknya, jangan lupakan lingkaran hitam di sekitar matanya.

“Kamu kenapa, Aris? Aku tau kamu tidak tidur semalaman, cerita sama kakak.”

Lagi-lagi Aris menggeleng, terdengar hela napas Ara. Mungkin adiknya belum mau cerita sekarang, tak apa Ara akan membuat adiknya itu bercerita nanti.

“Ini sarapan kamu di makan dulu, setelahnya lunasi waktu tidurmu.”

Aris tidak menggubris, remaja itu memandang kosong kedepan.

Jika dilihat-lihat Aris pernah bersikap seperti ini beberapa bulan lalu, akibat putus dari pacarnya yang berselingkuh dengan teman Aris sendiri. Apa remaja itu mengalami hal sama, entahlah Ara ingin menghabiskan paginya berjalan-jalan di sekitar. Sudah lama ia tidak mengunjungi beberapa tempat yang pernah ia datangi disini, Ara ingat ada perkebunan buah di desa ini.

Tanah yang subur serta air yang melimpah membuat tanaman apapun yang ditanam menjadi subur, tak lupa dengan para petani yang selalu merawat tanaman mereka dengan baik. Tempat ini menjadi favoritnya sedari kecil, udara yang sejuk serta pemandangan indah dapat memikat hati siapapun untuk singgah walau sejenak.

TAPI TIDAK DENGAN SISI KELAMNYA.

Tadinya ia ingin berjalan kaki saja, tapi karena ia melihat sepeda yang tergeletak di halaman membuat Ara berubah pikiran. Dengan pelan ia mulai mengayuh kendaraan roda dua itu, meninggalkan sebuah rumah yang di dalamnya ada seorang memperhatikan gerak-geriknya.

Sepanjang perjalanan banyak dari warga sekitar yang menyapanya, beberapa dari mereka memang mengetahui bahwa Ara merupakan cucu Utomo—salah satu tokoh sesepuh desa Pendem Asih. Ara membalas sapaan mereka dengan mengangguk sopan, sejujurnya ia tidak suka menjadi pusat perhatian seperti ini.

Memang warga desa sangat ramah pada pendatang, apalagi mereka sudah tahu bahwa Ara seorang cucu tokoh desa ini. Walau begitu Ara tetap menjaga jarak dengan mereka, bukan karena ia bersifat sombong. Akan tetapi pribadi dirinya yang lebih condong sebagai pendiam membuatnya lebih menyukai suasana sepi, lagipula pesan kakeknya sangat di ingat betul.

Jangan pernah mempercayai orang-orang yang baru kalian kenal, tidak semua warga disini baik. Beberapa diantaranya ada yang tidak suka pada kakek, berhati-hati lah selagi kalian bertegur sapa dengan mereka.

Ngomong-omong tentang perkataan kakeknya itu, ia jadi penasaran kenapa beberapa warga ada yang tidak suka dengan kakeknya. Ara hanya mengetahui jika kakeknya merupakan salah satu orang penting disini, kakeknya turut ikut membangun kemajuan desa pada masa menjabat sebagai sekretaris desa dulu.
Kayuhan sepedanya mulai memelan, Ara menyenderkan sepeda itu pada pohon jambu yang ada disana.

Gadis itu mulai menuruni bebatuan terjal dengan kaki telanjang, sandal jepitnya sudah di jinjing ditangan kiri. Tangan kanannya sibuk berpegang pada dahan pohon untuk menyeimbangkan tubuh agar tidak menggelinding bebas ke bawah sana, ini tantangan yang Ara suka dari dulu.

MISTERI DESA SEKTE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang