EMPAT

5.9K 445 6
                                    

Tawa Ara terdengar mengejek, ia menatap adiknya dari bawah sampai ke atas.

"So, seharian ini wajahmu pucat pasi karena ketakutan?"

Aris mengangguk pasrah, di tertawakan oleh kakaknya.

"Aku tidak percaya hantu." Ujar Ara santai.

"Saat ini tertawa lah sepuasmu, jangan merengek jika mengalaminya sendiri." Ujar Aris kesal, sepertinya Aris salah karena memilih bercerita pada kakaknya yang jutek itu.

Setelah pulang dari sungai tadi Ara memutuskan untuk mandi karena tubuhnya yang berbau amis, setelah itu ia mendapati adiknya yang menungguinya di rumah.

"Mungkin kamu hanya berhalusinasi, aku tidak mendengarnya karena tertidur lebih dulu."

Aris bercerita tentang kejadian yang dialaminya tadi malam, remaja itu mendengar alunan suara tembang yang di iringi tabuh gamelan. Ara jadi tahu bahwa lingkaran hitam di bawah mata adiknya berasal dari tidak tidur semalaman karena ketakutan pada hantu, terdengar lucu.

"Aku tidak berhalusinasi, kak. Aku benar-benar mendengarnya karena suara itu terdengar jelas. A- aku aku-takut." Suara Aris bergetar, selain congkak Aris juga penakut ternyata.

"Sekali lagi, aku-tidak-percaya-hantu." Tandas Ara dengan tekanan di setiap katanya.

Aris memperbaiki duduknya, lalu menatap Ara lekat.

"Baiklah terserah dirimu, tapi mungkin kamu akan percaya jika melihat benda yang aku bawa. Aku masuk ke dalam gudang mencari galah untuk memetik mangga, tapi tidak sengaja menemukan sesuatu yang bisa menjawab rasa ketakutan dan ketidak percayaanmu."

"Apa yang kamu dapatkan?" Ara sepertinya mulai tertarik dengan perbincangan keduanya, tapi Ara tidak suka melihat raut wajah Aris yang terkesan sok misterius itu.

Aris mengetuk meja makan dengan jari-jarinya, menimbulkan bunyi gemelatuk yang membuat Ara semakin penasaran.
Jangan lupakan wajah Aris yang nampak kaku dan pucat pasi.

"Kisah kelam tentang desa ini." Bisik Aris, nampaknya ia harus berhati-hati dalam ucapannya.

Ia tak mau kakeknya tahu bahwa Aris sudah mengambil buku itu, karena kakeknya juga masuk dalam kasus kisah kelam Pendem Asih.

"Apa yang terjadi? Oh ya, aku ingin sekali menggampar wajah sok misteriusmu itu."

Aris menggerutu sebal, tadinya ia berniat untuk membuat takut kakaknya yang tidak percaya hantu, tapi sekarang tidak jadi karena wajah tampannya menjadi taruhan.

Pemuda itu mengeluarkan sesuatu dari balik kaosnya, membuat Ara semakin memincingkan mata.

"Buku apa itu?" Tanya Ara spontan.

"Sttt.. pelan-pelan sialan, kakek akan marah jika aku mengambil buku ini."

Baru kali ini Aris berani mengumpati Ara dengan tenangnya, biasanya ia akan di lempar sapu sebelum kata 'mutiara' nya terucap.

Aris meletakkan buku itu di meja, Ara membaca deretan huruf yang tersusun.

KISAH DESA PENDEM ASIH.

"Kamu sudah membacanya?" Tanya Ara.

Aris mengangguk mengiyakan. "Hanya sedikit."

Jari jemarinya bergerak meneliti buku usang tersebut, kertasnya pun sangat tipis dan tulisannya menggunakan tulisan tangan.

"Apa isinya?"

Aris kembali ke raut wajah sok misteriusnya.

"Bunyi-bunyian yang aku dengar semalam, serta sejarah kelam desa— "

MISTERI DESA SEKTE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang