part09

49 4 0
                                    

Tidur nyenyak Amora terusik karna sebuah tangan yang tengah menepuk-nepuk pipinya pelan.

"Hay,, bangun kita sudah sampai." Suruh Karan masih dengan menepuk-nepuk pipi Amora pelan, dengan kepalanya yang menyender di bahu Karan.

Amora menggeram "emmm... kita sudah sampai?" Tanya Amora memicingkan matanya, Amora dengan cepat mengangkat kepalanya saat sadar posisi kepalanya, lalu menghela napas pelan, melihat sekelilingnya yang sudah sepi, hanya tersisa dirinya dan Karan saja didalam pesawat.

"Ayo, ibumu sudah menunggu kita" ucap Karan berdiri lalu diikuti Amora keluar dari dalam pesawat.

Amora sudah tahu bahwa ibunya berada di Delhi, yang Amora tidak tahu adalah kenapa ibunya meminta Karan untuk membawa Amora ke Delhi. Dan bukankah ibunya tidak ingin kenegara ini, dan juga semalam ibunya mengatakan akan kembali ke Indonesia dan sekarang kenapa malah berada di Delhi, itu yang menjadi pertanyaan Amora. Apa yang di sembunyikan ibunya darinya.

***

Amora merasakan genggaman tangan ibunya yang menguat saat mereka tiba disebuah rumah yang menurut Amora sama megahnya dengan rumah keluarga Karan. Amora sudah tau bahwa rumah yang berdiri kokoh didepannya ini adalah rumah neneknya, orang tua ibunya, ibunya sudah menceritakan diperjalanan tadi bahwa, mereka akan menemui neneknya ibu kandung ibunya.

"Mam." Panggil Amora, Maora menoleh menatap putri satu-satunya yang ia miliki, Amora tersenyum seraya menepuk pelan tangan ibunya memberi semangat untuk ibunya. Amora tau apa yang sedang dirasakan oleh ibunya, tau bagai mana perasaan ibunya yang sudah lama meninggalkan rumah yang menyimpan banyak kenangan dalam hidupnya. Amora sudah tau bahwa keluarga dari ibunya masih hidup dan sekarang ingin menemui putri bungsu mereka yang telah pergi selama dua puluh tiga tahun.

******

"Hey,,, Radha, buka pintunya ada tamu diluar." Terdengar suara wanita tua berteriak dari dalam, saat Karan mengetuk pintu diluar.

"Iya nenek, akan aku buka." jawab seorang wanita muda seraya membuka pintu dengan lebar. Wanita muda itu tersenyum menatap tiga orang tamu yang sedang berdiri didepan pintu.

Pandangan Maora tertuju pada wanita tua yang tengah duduk membaca koran dengan kaca mata bulat yang bertengger dihidungnya.

"Maaf kalian mencari siapa?" Tanya gadis itu ramah.

"Radha, siapa yang datang?" Tanya seorang wanita paruh baya, dengan tangan yang tengah memegang sebuah piring persembahan.

"Iya, siapa yang datang?" Tanya wanita tua itu masih membaca korannya.

Prankkk

hingga suara benturan piring dan lantai berbunyi nyaring diruangan megah itu. Mengalihkan perhatian wanita tua itu dari koran yang ia baca.

"Maora?" Lirih wanita paruh baya itu, seraya dengan cepat menghampiri Maora yang tengah menahan isak tangisnya.

"Kakak ipar" lirih Maora seraya memeluk wanita paruh baya tadi. Hingga terdengar suara isak tangis keduanya.

Amora terisak, melihat bagai mana ibunya yang selama ini terlihat kuat dan tidak pernah menangis kini menangis, dan terlihat rapuh saat bertemu keluarganya. Amora menatap Karan saat tangan Karan menyentuh bahunya, membawa Amora agar lebih dekat padanya, hingga tanpa sadar Amora menyandarkan kepalanya pada dada bidang milik Karan.

"Maora,, anakku" panggilan itu membuat Maora dan kakak iparnya, pryaa sadar Maora pun melepaskan pelukannya pada kakak iparnya, Lalu mendekati ibunya.

"Ibu," panggil Maora lalu menunduk meminta berkat pada ibunya.

"Anak nakal, aku sudah menunggumu pulang selama puluhan tahun, dan kau pulang saat aku sudah tua renta seperti ini. Tidak bisa menghukummu yang nakal ini. Bagai mana kau bisa pergi meninggalkan aku." Tuturnya seraya memeluk Maora "maafkan aku ibu," lirih Maora, kembali terisak.

MERE PYAARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang