2# Al Fatihah

7.2K 936 165
                                    


Ada yang nunggu?
Yang belum, jangan lupa tekan 🌟 dulu sebelum baca. Yang udah pernah vote, mari berikan kembali komentarnya.
🍃
🍃
🍃
🍃
🍃
🍃

"Obati lukamu dulu, Nak! Ada darah menetes di sudut bibirmu." Pak Kyai menitahkan Aksa agar mengobati sudut bibirnya yang berdarah akibat hantaman tangan warga. Aksa menurut.

Diperhatikan olehnya gadis yang membawa kotak P3K tersebut sedang menuang cairan alkohol 70 persen pada kapas. Denyut nyeri yang dirasakan Aksa seolah musnah melihat kecantikan sang gadis.

"Silakan Kak!" Ujar gadis tersebut menyerahkan kapas pada Aksa.
Kembali Aksa rekam suara halusnya yang terdengar sangat lembut di telinga.

"Terima kasih," balas Aksa menyambut kapas yang diberikan.

"Ambilkan minum untuknya Rania!"

"Baik, Abbah."

Aksa masih terus perhatikan langkah gadis pemilik nama Rania tersebut. Nama yang sangat cantik, Rania yang berarti putri yang cantik.
Langkahnya sangat anggun, tidak bersuara. Kalimatnya halus menyentuh relung hati.

Aksa seolah lupa bahwa baru saja mengalami kejadian tidak mengenakkan. Malah bersyukur sopir pick up yang ditumpangi membawanya sampai ke kota ini.

Aksa sejenak melupakan bahwa saat ini jauh dari rumah. Dari ibu, ayah, dan teman-temannya. Lupa jika tidak membawa bekal sepeserpun. Dompet serta ponsel ditinggal di arena balap sebagai jaminan taruhan.

"Silakan Abbah." Aksa tertegun saat Rania kembali dengan nampan berisi dua teh hangat. Yang satu diletakkan di depan Pak Kyai. Yang satu diangsurkan ke depannya.

"Minumlah dulu, Nak!" Perintah Pak Kyai. Aksa langsung angkat cangkir, menyesap isinya dengan takdzim. Tenggorokannya terasa segar oleh guyuran teh hangat manis. Aksa juga beberapa kali menghidu kepul asap dari cangkir, rasanya sedikit menenangkan.

"Terima kasih, Pak Kyai," ucap Aksa merasa beruntung bisa bertemu orang sebaik Kyai.

Pak Kyai perhatikan raut Aksa. Memindai dari ujung kepala sampai kaki. Aksa menunduk saat Pak Kyai perhatikan dirinya, tapi angkat pandangan ketika diajak bicara. Azan Zuhur menggema dari masjid pesantren, "Kita shalat Zuhur dulu," ucapnya pada Aksa.

Aksa mengekor di belakang Pak Kyai. Kalau tadi pagi dia bisa menolak ajakan sopir yang ditumpangi untuk shalat subuh, namun sekarang ini dia tidak mungkin bisa menolak. Walau Aksa sendiri tidak banyak hapal bacaan salat.

Pak Kyai ambil wudhu, Aksa ikuti setiap gerakannya. Sejurus beliau masuk, menunaikan shalat Sunnah masjid dua rakaat. Aksa duduk bersilang di belakang Kyai sembari menunggu iqomat.

Para santri sudah memenuhi masjid. Iqomat dikumandangkan. Semua berdiri membentuk barisan shaf. Setiap kali santri yang bertatap muka dengan Aksa memandang dengan raut  aneh. Mungkin merasa asing dengan Aksa.

Empat rakaat Aksa ikuti dengan takzdim, walau bacaannya dalam hati banyak yang keteteran. Doa iftitah dia banyak yang lupa. Hanya alfatiha yang dihapal. Usai salam, semua jamaah berdzikir dilanjut doa. Aksa angkat tangan, ikut mengaminkan setiap doa yang terlantun. Ada buncah tak biasa dalam hati setiap kali kata aamiin keluar dari bibirnya. Ini adalah doa pertama setelah sekian tahun tak pertama melaksakan kewajibannya.

"Ikut saya kembali ke rumah, Nak!" Pak Kyai kembali isyaratkan agar Aksa ikut dengannya. Lagi-lagi Aksa anggukan kepala ikuti titah Pak Kyai.

Sampai di rumah mereka sudah disambut Bu Nyai-istri Pak Kyai. Bu Nyai memberi tahu kalau makan siang sudah siap. Aksa kikuk, merasa sungkan. Lagi-lagi Pak Kyai mengajaknya untuk turut serta, "Ayo Nak, makan siang dulu. Saya tahu kamu pasti lapar," ujar Kyai seolah paham dengan apa yang Aksa rasakan. Memang sejak tadi perut Aksa terasa sangat perih. Tadi sewaktu mengambil wudhu untuk shalat Zuhur, Aksa juga sengaja meminum air dari kran untuk memenuhi perutnya yang kosong.

KETIKA CINTA BERSANDING (TAMAT-TERBIT E-BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang