6# Jumat Pertama

5.9K 799 163
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh
Saya kembali menyapa pembaca semua.
Masih ada yang baca ga nih?

Jangan lupa ya, terus dukung dengan vote dan komen.

Terima kasih untuk semua support dan juga yang membantu koreksi typo.
Jazakillah Khair ❤️
Happy baca semua.
************************************

Mendung menenggelamkan kemilau bintang. Sang rembulan hilang tertelan awan hitam. Masih setia dalam gemingnya, Sayyi seolah kehabisan kata menjawab bingung Adnan.

"Dik Sayyi, kenapa diam? Apa saya ada salah bicara?" Adnan menatap heran pada Sayyi yang memaku sejak tadi.

Sayyi gelengkan kepala, "Sama sekali tidak, Kak. Justru Sayyi yang harus minta maaf," ucap Sayyi masih dengan kepala tertunduk.

"Kenapa?"

"Sayyi ..." Jeda sesaat. Rasanya Sayyi tidak sanggup harus mengatakan jika ibu tidak setuju tentang lamaran Adnan.

"Katakan Dik, jangan ragu. Insya Allah, apapun jawaban kamu, saya siap untuk menerima." Adnan meyakinkan.

Sayyi selami kedua mata Adnan. Recik ketulusan memancar dari sana. Sayyi makin merasa bersalah. Ramai lalu-lalang pengunjung mulai berkurang. Waktu terus berjalan, malam semakin mendekat.

"Maafkan Sayyi, Kak." Kedua mata Sayyi menyiratkan kaca. Sejurus tetesan mengalir dari sana, jatuh membasahi kedua gelembung pipi Sayyi.

"Kenapa minta maaf, Dik?"

"Ibu, Kak. Ibu tidak setuju dengan rencana lamaran Kak Adnan. Ibu bilang Sayyi harus seleseikan kuliah dulu, sampai nanti Sayyi lulus dan menjadi bidan, seperti harapan ibu." Bermodal tegar, Sayyi ungkap semua yang menjadi beban.

Adnan mencelos. Sejenak tertegun dengan kalimat Sayyi. Padahal jauh-jauh menyempatkan pulang ke Kalianda, salah satu tujuannya adalah untuk melamar Sayyidatina. Apalagi setelah empat tahun merantau, tinggal di pesantren dan mengabdi di ndalem pada Kyai Bisri. Adnan juga sudah membicarakan dengan Kyai Bisri di pondok pesantren tempatnya tinggal, kalau nanti dia menikah, ingin Kyai datang dan membacakan khutbah nikahnya.

"Maafin Sayyi, Kak. Demi Allah, tidak ada niat untuk kecewakan Kak Adnan." Sayyi menangis dalam diam. Di sebelahnya Andini-adik Adnan hanya menjadi penyimak.

Adnan Hela napas panjang, "Sudahlah Dik, tidak apa-apa. Bukan salah Dik Sayyi. Insya Allah, saya akan menunggu sampai restu ibu turun. Saya akan menanti sampai Dik Sayyi lulus dan wisuda."

Sayyi menggeleng lemah, "Terima kasih untuk semua keikhlasan Kak Adnan. Namun Sayyi tidak akan membatasi. Jika nanti di tengah penantian Kak Adnan menemukan seseorang yang menurut kakak tepat. Sayyi ikhlas Kak Adnan menikah dengan yang lain." Dalam gamang Sayyi ambil keputusan. Belum ada keterikatan apa-apa antara dia dan Adnan. Sangat egois bila mengekang Adnan untuk terus menantinya, sedang di luar sana pasti banyak gadis yang mengharap Adnan menjadikan separuh tulang rusuknya.

***

Pagi menyingsingkan malam. Guratan-guratan embun yang menempel di dedaunan nampak berkilauan saat tertimpa sinar fajar yang mulai mengokoh. Sejurus embun sirna, menguap oleh sengatan matahari.

Pagi ini Aksa bangun dengan perasaan lebih bermakna. Meski belum sepenuhnya lega karena masih terpikirkan tentang Rania.

Usai subuh berjamaah bersama ibu, Aksa membuka mushaf yang diberikan Rania untuknya. Aksa menodong ibu untuk mengajarinya membaca Al Qur'an. Ibu dengan senang hati menyambut niat baik putranya.

Gemetar tangan Aksa saat pertama kali membuka kitab ummat Muslim tersebut. Ibu tuntun Aksa membaca Al Fatihah dari bacaan di Qur'an. Dilanjut surah Al Baqarah.

KETIKA CINTA BERSANDING (TAMAT-TERBIT E-BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang