Afwan ya, lama nih baru update.
Sila dibaca, happy reading semuanya.
🍃
🍃
🍃
🍃
🍃
🍃Malam berarak-arak, pekat telah membungkus langit dengan sempurna. Suara lalu-lalang, ketipak langkah sepatu beradu dengan lantai di koridor rumah sakit yang tadi bisa terdengar jelas sampai ke dalam ruang rawat inap, kini semakin sunyi.
Aksa masih setia pandangi Rania yang terpejam di brangkar. Dalam diam masih Aksa lantunkan Surah Al Fatihah. Entah sudah yang ke berapa kali, Aksa tidak menghitung.
Detak jarum jam di dinding menjadi nyanyian lirih. Aksa belum tahu Rania sakit apa. Padahal tadi siang masih terlihat baik dan sehat, meski tidak bisa disembunyikan wajahnya memias pucat.Dalam diam Aksa lukis wajah ibu di banyangan. Melihat Rania, Aksa juga mengingat ibu.
Aksa memindai tangan Rania yang terus menggerakkan tasbih dalam genggaman meski matanya menutup sempurna.
Aksa sering melihat juga ibu melakukan hal demikian.
Ibu banyak habiskan waktu di kamar. Saat Aksa bangun pagi melengok ke kamar ibu yang sengaja terbuka sedikit karena biasanya Aksa akan menggedornya kencang. Ternyata di dalam ibu sedang salat dhuha.Lepas salat, tangan ibu sibuk memutar tasbih. Bibirnya komat-kamit melantunkan dzikir. Aksa pernah perhatikan ibu melakukan itu semua. Ibu dan ayah jarang bicara. Hanya sesekali saling tanya jawab. Ayah bertanya, ibu menjawab. Pun sebaliknya.
Jika kata orang sabar itu ada batasnya. Tapi tidak dengan ibu. Aksa masih merekam, bagaimana ibu yang selalu diam saat dicecar ayah dengan kalimat menusuk hati. Senyumnya tetap merekah. Gemulai tangannya tetap sedia melayani segala kebutuhannya dan ayah.
Satu-satunya orang yang merasa sangat dirindukan Aksa saat ini hanya ibu. Soal ayah, dia tidak peduli. Buat apa peduli, toh ayah juga tidak pernah peduli dengannya.
"Assalamualaikum ..." Suara dalam dari depan pintu.
Gufron dan Zainab datang. Keduanya langsung masuk dengan bawaan di tangan."Wa'alaikumussalam," sahut Aksa.
Zainab melangkah dan duduk di kursi yang ada di dekat brangkar. Menunggui Rania dari jarak dekat, sedang Gufron duduk di sofa tunggal bersama Aksa, memberikan bawaannya pada Aksa, "Ini Mas, makan malam buat kamu, tadi Abbah Kyai suruh saya belikan nasi buat sampean," ujar Gufron.
Aksa menerima dengan senang hati. Kebetulan memang dia belum makan malam, perutnya juga lapar sejak tadi, "Terima kasih, Guf," ucapnya, langsung membuka bungkusan nasi. Tangan Aksa merasai nasi dalam bungkusan kertas minyak itu masih hangat. Bau harum langsung tercium. Nasi dengan lauk bebek goreng dan sambel pencit. Atau mangga muda. Aksa membasuh tangan ke wastafel yang ada di sana, kemudian makan dengan lahapnya.
Usai makan dan minum, Aksa ingin mencari tahu pada Gufron tentang sakitnya Rania, "Guf, kalau boleh tau, Ning Rania sakit apa ya?" Tanya Aksa berharap Gufron akan menjawab rasa penasarannya. "Saya lihat tadi siang masih sehat, kenapa sorenya bisa kejang sampai pingsan?" Sambung Aksa menambahi.
Gufron embuskan napas berat, "Ning Rania sudah lama sakit, Mas."
Aksa terkejut dengar kalimat Gufron, "Maksudnya Guf?"
"Ning Rania sakit ini sudah lama. Memang sering anfal kalau lagi ngedrop kondisinya. Ning Rania ini enggak sampai capek atau stress." Jawaban Gufron masih belum memuaskan dahaga Aksa akan keterangan detail sakitnya Rania.
"Sakitnya apa, Guf?" Aksa masih terus mencecar Gufron. Santri kepercayaan Pak Kyai itu baru berusia 19 tahun. Yang Aksa dengar dari cerita Gufron, dia sudah dititipkan di pondok pesantren Kyai Bisri sejak umur 7tahun. Gufron sudah seperti kerabat sendiri. Kadang juga turut serta saat Kyai ada undangan mengisi pengajian.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA CINTA BERSANDING (TAMAT-TERBIT E-BOOK)
Romansa©Hak Cipta sepenuhnya dilindungi oleh Allah SWT. Dilarang keras plagiat/copypaste dan sejenisnya. Start: 13 Agustus 2019 Finish: Bagi Aksara Al Farisi, dia tidak lagi percaya dengan adanya cinta. Jika cinta itu ada, kenapa Rania-istri yang baru din...