Aksa melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Jalan lumayan lengang, bakda salat Jumat para karyawan atau pekerja kantoran sudah kembali masing-masing.
Satu-satunya tempat yang terlintas di pikiran Aksa hanya rumah Zidan. Kembali ke sana, Zidan sampai dibuat bingung dengan ekspresi Aksa yang bersungut-sungut.
Zidan memberinya segelas air putih, lalu membiarkan Aksa sendirian di kamarnya, agar lebih tenang dan berpikir jernih.
"Apa rencana Lo setelah ini?" Tanya Zidan saat kembali ke kamar. Dilihatnya Aksa sudah agak tenang daripada tadi.
"Gue ga tau. Gue benci banget sama ayah. Bisa-bisanya dia menduakan ibu."
"Jangan benci berlebihan. Mungkin ayah Lo punya alasan tersendiri kenapa harus menikah lagi."
"Apapun alasannya, dia itu munafik. Apa kurangnya ibu, selama ini ibu sudah sangat baik, patuh, tidak pernah membantah, sabar. Memang kelakuan ayah saja yang bejat."
"Hati-hati kalau bicara. Biar begitu beliau tetap ayah Lo sampai kapanpun."
"Gue ga peduli!
"Mendingan Lo pulang, Sa! Bukannya kemarin udah janji sama ibu, kalau ga bakal ngilang lagi tanpa kabar. Harusnya Lo sekarang ada di sisinya. Nguatin dia yang mungkin aja sedang dalam keadaan kurang baik." Nasihat Zidan ada benarnya. Aksa termenung memikirkan semua kalimat Zidan.
Pada akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke rumah. Ibu adalah satu-satunya alasan Aksa ingin berada di rumah lagi. Tentang ayah dan istri barunya, Aksa sama sekali tidak peduli. Entah bagaimana nanti saat bertemu, Aksa tidak berpikiran ingin bicara apapun pada mereka.
"Aksa." Ibu langsung menghambur memeluk putranya. "Kamu sudah janji sama ibu, kenapa sekarang dilanggar?" Protes ibu menepuk-nepuk kecil pundak Aksa.
"Maafin Aksa, Bu. Aksa khilaf sudah buat ibu kecewa lagi." Tunduk Aksa tak berani tatap mata ibu. Ibu gelengkan kepala.
"Ibu tidak kecewa Nak. Hanya takut kamu tidak akan pulang lagi, atau pergi lama lagi seperti waktu itu. Kepada siapa lagi ibu akan menggantungkan perasaan. Saat ini ibu hanya punya Aksa. Meski ada ayah, tapi ibu tidak boleh egois, kan? Ada Dinar dan putrinya yang jauh membutuhkan ayah saat ini."
Aksa bisa tangkap sorot mata kekecewaan di mata ibu. Meski ditutupi dengan senyum tipis, tetap hati Aksa ikut nyeri saksikan ibu harus merelakan suaminya menikah lagi. Apalagi ayah membawa istri barunya serta anak mereka ke rumah ini. Pasti perasaan ibu sangat sakit, Aksa bisa tebak itu. Aksa angkat wajahnya memandang langit-langit plavon yang berwarna putih. Sengaja dia lakukan untuk menghalau cairan bening yang memenuhi pelupuk mata.
"Bu, kita pergi saja dari sini," cetus Aksa. Ibu menggeleng lagi.
"Buat apa Nak. Jangan lakukan itu, kamu harus bisa berpikir lebih dewasa. Kalau kita pergi, tidak ada untungnya juga. Kita akan tinggal di mana? Lalu kuliah kamu gimana? Ibu maunya kamu kuliah sampai lulus, sampai jadi dokter yang hebat."
"Tapi ayah---"
"Lupakan soal ayah yang menikah lagi. Kamu tidak boleh menghakimi secara sepihak, padahal belum dengarkan penjelasan ayah. Sa, yang harus kamu tahu, ibu Dinar itu orang baik. Ibu yang menjodohkan dia dengan ayah." Ucapan ibu membuat Aksa tercengang. Bibirnya kelu karena kaget. Tapi kenapa ibu harus melakukan itu.
"Maksud ibu?"
"Iya Nak, ibu yang meminta ayah menikah lagi dengan ibu Dinar. Nanti suatu saat kamu akan paham, Aksa. Sekarang yang harus kamu lakukan cuma satu, berubah jadi lebih baik, rajin kuliah sampai lulus. Buat ibu bangga padamu, Nak." Kali ini ibu titikkan airmata. Aksa ikut berkaca. Dia raih kedua tangan ibu, kemudian mengecupnya berulang kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA CINTA BERSANDING (TAMAT-TERBIT E-BOOK)
Romantizm©Hak Cipta sepenuhnya dilindungi oleh Allah SWT. Dilarang keras plagiat/copypaste dan sejenisnya. Start: 13 Agustus 2019 Finish: Bagi Aksara Al Farisi, dia tidak lagi percaya dengan adanya cinta. Jika cinta itu ada, kenapa Rania-istri yang baru din...