Chapter 1

337 5 0
                                    


"Aku percaya jika kamu milikku, selamanya kau tak akan dimiliki oleh orang lain".

Jam weker di kamar Adinda berdering, Adinda pun bangun. Adinda mulai meninggalkan ranjangnya menuju jendela untuk ia buka. Ketika jendela terbuka, ia bergumam, "Sungguh indah alamku ini", sementara ia bergumam matanya tertuju pada satu sesuatu, ternyata dia melihat sang penjajah koran mulai menjajahkan korannya di pagi yang tidak berawan itu.

"Adinda, kamu sudah bangun belum, Nak?", Ibu Adinda meneriakinya dari bawah." Iya Mah, aku udah bangun", "Sekarang pergi mandi sayang yah!, entar telat lagi", timpal ibunya, "Iya Mah". Adinda pun pergi mengambil handuk yang tidak jauh dari tempat dia berdiri tadi kemudian berlalu ke kamar mandi. Selesai mandi, Adinda memakai seragam sekolahnya. Putih abu-abu. Setelah berseragam lengkap, Adinda pun turun ke bawah untuk sarapan.

"Anak Mamah hari ini cantik banget yah!, sama kayak Mamahnya", "Yeee, Mamah, makasih yah", "Iya, eh, ngomong-ngomong kamu udah siap kan?, kalau kamu udah siap, pergi sarapan sana", "Iya Mah". Setelah sarapan, Adinda pun berangkat ke sekolah dengan berkendara sepeda karena kebetulan jarak antara rumah dan sekolahnya tidak jauh.

Setibanya di sekolah, dia berteriak"Selamat pagi". Sungguh menyenangkan hari itu bagi si gadis manis dan imut ini. Setelah berkata "selamat pagi" , 2 teman lainnya datang secara bersamaan di belakang Adinda. "Hay Adinda, pagi yang cerah yah!", salah satu dari 2 orang tadi menyapanya, "Iya nih, seneng banget aku hari ini", "Iya dong, mesti tuh", teman yang satunya lagi menimpali.

"Yuk kita masuk aja", kata Devi. Ketiga sahabat yang berjulukan "The Janver's" itupun masuk ke kelas.

Teng, teng, teng. Bel pertanda pelajaran dimulai berbunyi. Semua siswa yang ada di sekolah SMA Kuningan, Jakarta pun masuk ke kelas mereka masing-masing. Di kelas Adinda ternyata ada murid baru, dia pindahan dari Tangerang.

Guru yang bernama pak Farhat meminta Fadli untuk naik memperkenalkan dirinya di hadapan teman-teman yang lain. "Perkenalkan, nama saya Fadli Prasatya, panggil saja Fadli. Aku pindahan dari Tangerang dan umurku sekarang 17 tahun, terimakasih", setelah itu, sang guru mempersilahkan Fadli untuk duduk kembali di tempatnya. Semenjak Fadli berdiri di depan kelas tadi, matanya ternyata sudah memperhatikan kecantikan Adinda. Fadli yang duduk bersebelahan dengan Adinda merasa sangat senang.

"Apakah aku jatuh cinta sama cewek yang ada ada di sebelah aku yah!, kok aku jadi gerogi gini, dingin lagi"(dalam hati ia berkata demikian). Rupanya, sejak Fadli melihat Adinda ia langsung terpanah olehnya sehingga ia jatuh cinta pada Adinda pada pandangan pertama, padahal ia belum kenal dalam seluk-beluk Adinda sendiri."Hey, kamu kenapa melamun?", Pak Farhat membangunkannya dari lamunannya tentang Adinda,"(kaget) nggak apa-apa kok pak". Adinda merasa bahwa Fadli ternyata melamunkan dirinya karena matanya sesekali melihat ke arahnya. Adinda merasa salah tingkah olehnya. Untuk yang kedua kalinya, Fadli kembali melamun sambil memperhatikan Adinda yang sibuk memperhatikan materi pelajaran.

Dan lagi-lagi, "Hey, kamu kenapa lagi, Fadli?",(Karena merasa kaget, ia langsung berlagak seperti ingin berkarate di dalam kelasnya sehingga teman-teman yang lain menertawakannya) "Nggak kenapa-kenapa kok pak", jawabnya seadanya, "Sekarang, kamu naik kerjakan soal nomor 2". Karena merasa bersalah, Fadli pun naik ke atas untuk mengerjakan soal nomor 2, ternyata bagi Fadli, soalnya itu gampang, karena kebetulan mata pelajaran kimia adalah salah satu diantara pelajaran favoritnya. Fadli mulai mencari dengan tenang rumus-rumus yang digunakan untuk kovalen-kovalen itu. Lama mencari(tanpa buku), akhirnya ia mendapatkannya kemudian mengerjakannya. Dengan cepat soal dari pertanyaan itu sudah terjawab olehnya, sungguh Pak Farhat merasa kagum dengan hasilnya, semuanya benar tanpa ada salah pun. Teman-temannya pun merasa kagum dan salut dengan kepintaran Fadli itu, terutama Adinda, padahal pelajaran kimia dkk(matematika dan fisika) adalah pelajaran yang tersulit bagi temannya yang lain, namun tidak bagi Fadli.

Ternyata oh ternyata, Fadli itu memang cerdas dalam bidang kimia, fisika dan matematika serta pelajaran-pelajaran yang lainnya, jadi bukan hal yang mustahil jika di sekolahnya dulu dia selalu meraih peringkat pertama. Setelah dipersilahkan duduk, ia melemparkan senyuman manis ke pujaan hatinya, Adinda. Adinda yang waktu itu merasa kagum tanpa sadar kembali tersenyum ke arah Fadli sehingga teman-temannya yang lain berteriak riuh"Cieeee", ada juga dari temannya itu melantukan lagu"Pandangan pertama awal aku becinta". Di sela-sela itu ternyata Mita, anggota "The Javer's"sekaligus sahabat Adinda merasa risih, mungkin karena dia cemburu. "Sudah, sudah, jangan ribut anak-anak, sekarang, tutup bukunya kita lanjutkan pada pertemuan selanjutnya.

Tong, teng, tang,,, Bel pertanda istirahat berbunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas menuju tempat tujuan mereka masing-masing, ada yang ke kantin, perpustakaan, taman, laboratorium dan lain-lain.

Fadli mengajak Adinda untuk makan bareng di kantin sekolah. "Hey, kamu bisa nggak temenin aku?", "Aku?, emangnya mau kemana?", "Aku mau ke kantin, ngajakin kamu makan bareng, kamu mau nggak?", (Adinda merasa tidak menyangka sehingga dia gugup),"I,i,,iya, aku mau kok!", (Heran), kok kamu gugup gitu sih?, biasa aja kali", "Nggak kok.hehehe :D ". Mereka berduapun pergi ke kantin untuk makan bersama. Sesampainya di kantin, mereka memesan pesanan kepada pelayan pengantin, eh maksudnya pelayan kantin.

Pesanan pun datang, mereka berduapun makan layaknya sudah kenal sejak lama, padahal Fadli belum tahu sama sekali nama perempuan yang ada di samping kanannya itu. "Hmm,,, ngomong-ngomong nama kamu siapa?", "Nama aku Adinda Ramadhani, panggil aja Adinda", "Oh, Adinda?,nama yang bagus", "Terimakasih...Mereka semakin lama semakin akrab. Tiba-tiba Adinda disandung secangkir minuman sehingga mengenai pundaknya, "Maaf, maaf, aku nggak sengaja". Adinda yang lemah lembut itu tidak marah dan berkata"Iya, nggak apa-apa kok, tapi lain kali hati-hati yah!","Iya,makasih, Adinda". Fadli yang berada di samping Adinda itu merasa kagum dengan kelemah-lembutan Adinda itu sehingga rasa cintanya semakin dalam. "Adinda,kamu nggak apa-apa?", "Iya, aku nggak apa-apa kok, cuman basah dikit doang kok", "Kalau gitu, biar aku bersihin yah! Tanpa mendapat izin, Fadli langsung mengambil tisu yang ada di meja dan melapnya ke pundak Adinda yang basah itu.

Dari kejauhan ternyata ada yang mengintai mereka berdua, yaitu Tino, termasuk teman mereka juga,namun beda kelas. Mengetahui keberadaan Tino yang sedang mengintai mereka, Fadli merasa gelisah. Tino memang menyukai Adinda sejak mereka berada di kelas X. Di tempat Tino sedang mengintai, ia tampaknya sedang memanggil teman-teman gengnya yang bernama"Red Ghost", diantaranya, Reza, Alfayed, dan Darman , sementara itu gengnya itu diketuai oleh Tino sendiri. Ketika Tino mengumpulkan teman-temannya, mereka nampaknya sedang berdiskusi tapi entah apa yang mereka rundingkan itu.

Sementara itu, Adinda merasa sangat berterimakasih dengan kebaikan Fadli terhadapnya. Fadli berharap Adinda-lah yang menjadi pacarnya tapi apakah Adinda merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan Fadli?, semua itu masih misteri ."Fadli, kita masuk kelas yuk, entar kan mata pelajaran kesukaan kamu, matematika", Adinda mengajak Fadli untuk masuk kelas,"Iya, ayo(sambil mernarik tangan Adinda)". Adinda waktu itu tidak habis fikir kalau Fadli memperlakukannya seperti itu, padahal belum genap juga 1 hari mereka berkenalan sehingga tangan Adinda terasa dingin di genggaman Fadli ."Adinda, tangan kamu kok dingin sih?, kamu sakit yah?", "Nggak kok, aku nggak apa-apa","Yaudah, kalo gitu kita masuk yuk"...Mereka berduapun menuju kelas sambil bergandengan tangan. Perkara ini disaksikan langsung oleh mata kepala Tino sendiri sehingga Tino merasa geram bahkan emosi dibuatnya,"Ingin rasanya aku lenyapin laki-laki itu", ucapnya.

Di kelas IPA, jika dibandingkan dengan siswa yang lain,Fadli jauh lebih unggul. Sampai pelajaran matematika berakhir, Pak Farhat berkata, "Anak-anak, siapa yang bisa mengerjakan soal di atas berdasarkan rumus Statistik lima serangkai yang bapak jelaskan tadi?", Fadli dengan cepat mengangkat tangannya pertanda ia mau mengerjakannya. "Ok, silahkan naik Fadli".

Fadli pun mengerjakannya dengan sangat tenang tanpa kesulitan dan jawabannya memuaskan, "Kamu memang pintar Fadli", puji pak Farhat,"Terimakasih, Pak". Adinda sungguh merasa sangat kagum dan ingin seperti Fadli.

Aku Bukan Pilihanmu [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang