"Senja datang lagi," seru seseorang dari belakang yang membuat gadis berkucir asal itu menoleh.
Terlihat lelaki dengan baju yang sama sedang berdiri menatapnya.
"Ia selalu datang, jika ia sampai tertutupi oleh mendung mungkin aku tidak di sini sekarang."
Lelaki itu tertawa dan menyusul duduk di sampingnya.
Rona tersenyum dan mengamati buku kecil yang Javas bawa di tangan kanannya.
"Buku apa itu?"
"Bukan buku apa-apa. Mau baca?" tawar Javas dengan menyodorkan buku kecil itu.
"Tumben sekali, biasanya saja tidak boleh terpegang oleh siapapun," ejek Rona dengan mata memicing.
"Mau tidak? Kalau tidak aku simpan lagi dan kamu tidak boleh buka sampai kapanpun."
Buru-buru Rona mengambil buku itu karena ia penasaran setengah mati dengan buku itu.
"Ingat, kau hanya boleh membaca halaman yang tidak aku japit itu. Kalau sampai kau membaca yang lain, aku akan marah denganmu," peringat Javas.
Rona tersenyum meledek, "emang kamu bisa marah?" godanya dengan senyum menggoda.
"Aku bisa-bisakan."
Rona tak lagi menghiraukan ucapan Javas, ia membuka halaman yang tidak di jepit dengan clip paper dan membacanya. Ternyata isinya puisi.
Tak pernah putus
Masih terhubung, mengatapi beda tempat
Walau terpisah pijak, masih sama atap.Wahai sang hamparan biru berhias awan
Titipkan salamku padanya
Bahwa aku mendambanya
Wahai sang awan, berwana putih berupa gumpalan
Tulislah, bentuklah di langit, bahwa aku mencintainya.Dan malam tiba, birunya hilang menjadi kelam
Namun tetap indah, karena dihiasi dewi malam berserta bintang.Masih tetap sama
Masih atap yang sama
Hanya awan yang berganti.Wahai atap yang sama
Sampaikan rasaku, cinta maupun rindu
Yang belum tersampaikan sebelumnya
Pulanglah, aku akan mengadu.JavasN
"Bagus sekali, Kak! Kakak belajar dari mana?" kagum Rona sambil menutup buku kecil yang Javas berikan. Tak berani membuka lembar yang dijepit, takut dengan ancaman.
"Dari senja, sejak aku menyukai senja entah mengapa inspirasi selalu datang lalu aku tulis."
"Yah, sayang sekali. Aku tak bisa membukan halaman lain, pasti bagus."
Javas tersenyum, "biasa saja, Dek. Kau terlalu memuji."
"Tapi benar-benar bagus! Untuk siapa puisinya? Seseorang kah?"
Javas menggeleng pelan membuang wajah beralih menatap senja, "bukan untuk siapa-siapa. Hanya kata-kata yang keluar dari pikiran."
"Apakah yang dimaksud tadi adalah langit?" tanya Rona dengan suara cempereng.
Javas hanya menggangguk pelan, "kan di dalam sana ada kata 'Walau terpisah pijak, masih sama atap' maksudnya berada di pulau berbeda?" tanya lagi dengan cerewet.
"Hihh, kamu itu cerewet sekali. Gemes aku dengar perntanyaan dari suara cempreng kamu," gemas Javas sambil mencubit dua pipi gembul Rona yang membuat pipi itu memerah.
"Aaawww, sakit, Kak!" jerit Rona yang tidak dipedulikan.
"Biarin, salah siapa cerewet!"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Abu-Abu
RandomCarona Taquila gadis pencinta senja yang membenci hujan di sore hari, menurutnya hujan sore adalah pembawa awan gelap yang bisa tiba-tiba menutupi keindahan dari senja. Entah dari sudut pandang apa dia melihat senja, menurutnya senja adalah cahaya j...