"Jangan kaget dulu, kak!"
✴▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫💠▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫✴
"Ini ... di mana?"
Kegelapan meliputi segala penjuru. Jangankan untuk melangkah, Zeyn bahkan tidak bisa melihat apapun. Dia memulihkan pandangannya yang sedikit buram, tidak pasti ... tapi kini bisa dilihatnya dengan jelas. Dia sedang berdiri di atas lantai ... yang telah terbanjiri cairan misterius. Dan dia kenal cairan apa ini.
"D-darah?!"
Ia memundurkan langkah. Namun anehnya, tidak ada bekas tapak kaki setelah menginjak darah tersebut. Mengherankan, juga mendebarkan. Tak jauh darinya, seorang pemuda berdiri dengan posisi membelakangi. Postur tubuh tegap, rambut hitam, dan tangannya menggenggam sebilah belati.
Zeyn membulatkan mata. Dadanya berdesir pelan, seakan mengenal kejadian ini.
"Siapa kau?!" dia bertanya, pada pemuda yang berdiri membelakanginya. Kemudian maju selangkah. Iris biru milik Zeyn menyorot serius, antara kalut dan penasaran.
Bukannya menjawab, orang yang Zeyn tanyai membalikkan tubuh. Maka, semakin sejaslah rupa orang itu. Kulit putih bersih, bibir tipis, disertai dengan hidung yang ramping. Zeyn mengenali wajah itu dengan sekali lihat ... lagipula, warna matanya juga biru.
Ya ... biru seperti miliknya.
Deg!
Zeyn termanggu di tempat. Tiba-tiba saja pemuda itu berjalan mendekat, lengkap dengan seringai mengerikan. Ini tidak mungkin, batin Zeyn. Pemuda yang tengah berjalan ke arahnya itu memiliki wajah yang serupa dengannya. Tidak ada celah sedikitpun. Hanya saja, tatapan orang yang mirip dengan Zeyn itu, menggelap. Seolah tidak memiliki ekspresi yang pasti, kecuali wajah gila yang kelam.
Layaknya tatapan pembunuh.
"Apa ... yang akan kau lakukan!?"
Pemuda yang serupa dengan Zeyn itu semakin mendekat ke arahnya. Belati yang ia genggam terhunus. Bersinar-sinar memantulkan cahaya dari satu-satunya lampu di ruangan itu. Menunjukkan bahwa belati yang digenggamnya sangat tajam.
"Berhenti ...!"
Percuma, sekeras apapun Zeyn berseru. Suaranya bagai lenyap ditelan udara. Orang itu tidak mendengar sama sekali. Zeyn semakin memundurkan langkah, mendekati tembok. Pelipisnya mulai berkeringat dingin.
Seiringan dengan detakan jantung yang semakin cepat, belati tadi meluncur mulus dengan gerakan menusuk ke arah Zeyn. Terlambat, dia tidak dapat menghindari serangan itu.
Srik!
"Argh ...!"
Teriakan kesakitan, menggema dari arah Zeyn. Namun ... dia tersentak kaget, sadar bahwa itu bukanlah suaranya. Akan tetapi, suara seseorang yang lain. Tepatnya dari arah belakang.
Belati itu memang menusuk perut Zeyn hingga ke belakang tubuhnya. Akan tetapi, dia tidak terluka sama sekali. Belati itu bagai menembus udara kosong. Mustahil. Lalu, siapa yang berteriak tadi?
Belum sempat Zeyn mencari tahu, duplikat dirinya yang berdiri berjarak sejengkal di depan, maju lagi. Benar-benar melewati tubuh Zeyn, ringan saja seperti menembus udara.
Bruk!
Suara itu ... terdengar bagai seseorang yang baru saja ambruk ke lantai. Zeyn membalikkan badan ke arah tembok. Posisinya kini sama dengan duplikat dirinya. Dia, kelihatan seperti merasuki pemuda yang bertatapan pembunuh itu. Belum sampai sedetik, Zeyn menggigit bibir dalam, refleks menyamakan pose tubuh, walau jemarinya sedikit gemetar. Lengan menghadap ke depan, membentuk gerakan seorang pembunuh, lengkap dengan senjata tajamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ordion's Hunter
AléatoirePembunuh ... kata itulah yang ingin Zeyn hilangkan dari kehidupannya. Masa lalu memang menyebalkan, bukan? Bahkan ketika pemuda rupawan bermanik mata biru itu, telah merubah hidup yang ia genggam. Sejarah kelam, dari riwayat kehidupannya, akan tetap...