01. Foto

20 2 1
                                    

Brak!

Suara bantingan terdengar sangat keras. Tampaknya sang pembanting sedang dalam kekuatan penuh dalam melakukan hal tersebut. Mungkin saja salah satu tulang orang yang dibanting mengalami cedera, atau mungkin tidak ada apa-apa. Tampaknya pilihan kedua menjadi hasil akhirnya, karena terlihat dari sesosok tubuh yang tak menunjukkan bahwa tubuhnya kesakitan sedikitpun. Dengan perlahan sosok yang dibanting berdiri, menepuk-nepuk pakaian putihnya yang kotor terkena debu akibat bantingan yang tidak main-main dilakukan lawannya kali ini. Pakaian putihnya tampak kusut karena sudah lama berlatih, mungkin sekitar 4 jam-an lamanya, tapi wajahnya tak menunjukkan demikian lelahnya. Malahan semangatnya terus berkobar ketika menghadapi orang yang berada di depannya kini tampak menyeringai meremehkan.

"Sudah. Mengaku saja kalah, Ge!" ucap orang di depannya dengan tatapan pongah.

Melihat itu, orang yang sudah beberapa kali terkena bantingan jadi meradang. Merasa direndahkan dan tak dianggap mampu mengalahkannya. Dengan cepat dia membenarkan sabuknya yang sudah sedikit melonggar karena selalu menerima serangan demi serangan yang dilancarkan lawannya.

"Enak saja. Kamu sudah berapa kali membantingku dan sekarang menyuruhku mengaku kalah?! Takkan kubiarkan itu terjadi!" geram Gerus.

Keduanya meneruskan pertandingan mereka, memastikan siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Gerus tentunya tak akan membiarkan orang yang sudah beberapa kali membantingnya tadi menjadi pemenangnya.

Pakaian putih-putih dengan sabuknya yang melingkar di pinggang dengan gagahnya, tentunya mengingatkan kita pada salah satu serial karya Bastian Tito yang terkenal itu. Namun, yang kali ini bukan melalang buana di dunia persilatan melainkan sebuah tempat di mana kita bisa menyebutnya dengan Karate. Yah, UKMK Karate memang sedang melakukan kegiatan latihan hari ini, dan Gerus yang merupakan anggota, tentu saja dengan semangat ingin mengasah sudah sampai mana kemampuannya. Namun, dia tidak berpikir bahwa akan jadi sasaran empuk bagi lawan yang dipilihnya kali ini. Sudah kalah berkali-kali, diremehkan pula. Panas sekali telinga Gerus mendengar omongannya. Ingin rasanya Gerus menendangnya dengan tendangan yang kalau bisa membuat lawannya mental beberapa meter, biar puas hatinya.

Keduanya terus melanjutkan aksi mereka tanpa memedulikan suasana sekitar yang sudah mulai sepi karena banyak yang mengistirahatkan diri. Larut dalam ketegangan yang melanda, berusaha menjatuhkan lawan dalam sekali gerakan. Masih tidak ada yang mau mengalah, mengakhiri kemudian menenangkan tubuh barang sejenak.

Buk!

Akhirnya salah satu dari keduanya sudah terbanting dengan pasrah menerima kekalahan. Entah sudah berapa lama mereka mengambil napas terengah-engah.

Lantas Gerus ikut menjatuhkan diri telentang di samping sang lawan yang sudah lebih dulu karena bantingannya.

"Kalah yah? Kasian!" ejek Gerus sambil tetap mengatur napas agar kembali normal.

Sosok telentang di sampingnya tampak bergerak, tangan kanannya mengurut perlahan keningnya yang berdenyut.

"Eh, siapa yang sudah sering terbanting sebelumnya yah?" sindirnya dengan tetap pada kegiatannya mengurut kening.

Gerus melengos. Hal itu merupakan pukulan telak bagi Gerus karena sebelumnya dia sudah banyak mendapatkan bantingan dari orang di sampingnya ini. Memalukan sekali, lain kali dia akan berlatih lebih keras lagi agar dapat membalaskan bantingan tersebut pada orang yang melakukannya padanya, tentunya sebanyak bantingan yang didapatkannya. Harus adil dong yah, masa berat sebelah.

"Sudah lihat fotonya?"

Gerus mengernyit heran, berpikir dan mengingat sebentar sebelum mengerti arah pembicaraan ini.

"Oh. Sudah!"

"Bagaimana menurutmu?"

"Apa urusanmu?" selidik Gerus curiga.

Orang di sebelahnya merubah posisi menjadi duduk bersila sambil menghadap Gerus yang masih telentang dengan tatapan lurus ke atas langit.

"Heh? Kok curiga begitu? Kamu kira aku ini pengintai apa?" tanyanya tak terima dicurigai.

"Mungkin saja. Soalnya tak ada yang tahu aku menerima foto itu lalu tiba-tiba kamu menanyakannya seolah kamu sudah tahu saja. Katakan, bagaimana aku tidak curiga, huh?!" ungkap Gerus sambil mengambil posisi duduk juga.

Sang lawan bicara hanya menghela napas berat, tak tahu lagi harus berkata apa terhadap Gerus.

Akhirnya mengambil keputusan untuk berdiri dan menepuk debu yang menempel pada pakaian putihnya kemudian berkata, "Terserahmu, Ge. Aku pulang duluan!"

Gerus hanya terdiam menatap kepergian orang yang dicurigainya tadi. Sebenarnya bukan curiga melainkan rasa waspada akan kebocoran data yang tidak boleh ada yang tahu mengenai hal tersebut.

Capung (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang