The Winner is ...
Muhammad Iqbal
Judul Cermin : Kado Untuk Kamu
Genre Cermin : Thriller
Isi Cermin :Hari ini hari Selasa, tanggal 29 Juli, hari di mana sahabatku ulang tahun. Aku ingin sekali menghadiahkan dia sebuah hadiah yang benar-benar ampuh untuk mengejutkan hati. Dengan rencana yang matang dan sebuah strategi yang luar biasa hebat, aku segera bergegas menuruni tangga. Kususuri lorong-lorong di kampus yang dipenuhi oleh pendingin ruangan sambil menenteng backpack di belakang tubuhku.
Jam tanganku baru saja menunjukkan pukul setengah dua siang. Mentari tengah terik-teriknya tatkala kuhampiri motor butut warisan ayahku. Walaupun begitu, teriknya mentari takkan membuatku goyah untuk memberikan sahabatku kado ulang tahunnya.
“Adams?” Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh dan mendapati Rara yang sedang tersenyum manis. Hari ini dia mengenakan baju kemeja merah-hijau dan celana jins. Rambutnya yang biasanya diurai, kini ia gulung menggunakan ikat rambut bergambar kartun lucu kesukaannya. Wajahnya tampak cerah sebab dia sedang mengerjakan skripsinya, “Kau mau ke mana? Apa Pak Bahar berhalangan hadir?”
“Aku mau memberikan Dion kado ulang tahun. Pak Bahar? Dia mendadak ada keperluan dengan istrinya. Kuduga terkait rencana mereka untuk memiliki 12 anak, mungkin ya? Yang pasti dia langsung pergi tanpa memberikan tugas. Karena jam terakhir, lebih baik aku pulang duluan,” jawabku panjang-lebar. Rara mengangguk-angguk paham. Dia selalu saja begitu. Responnya hanya mengangguk-angguk tanpa harus bertanya Apakah semua itu benar? Perasaan Pak Bahar sudah memiliki 12 anak deh!
Itulah si Rara, kekasih nomor satunya Dion.
“Kau mau ke rumah Dion?” tanya Rara dengan wajah berbinar, “Aku ikut dong! Aku ada janji temu dengannya di rumah.”
“Janji temu atau ingin bermesraan?” godaku. Pipinya memerah malu. Dia menampar lenganku dengan sedikit kuat dan mengambil helm untuk dipakai. Kebetulan sekali aku bawa dua helm, sebagai bentuk jaga-jaga kalau seandainya si tukang numpang—Giphari—datang dan memintaku untuk diantarkan pulang.
“Ayo kita pergi ke rumah pacarku. Cepatlah!”
***
Aku dan Rara sampai di depan pintu pagar rumah. Kutepikan motorku untuk parkir sementara Rara bergegas menghampiri tombol lonceng guna memijitnya. Biasanya di jam siang seperti ini, Rara selalu bilang padaku kalau Dion pasti menghabiskan waktunya dengan tidur siang. Aneh, kan dia juga lagi berurusan dengan skripsinya.
“Dion!” pekik Rara. Menurutku teriakan tersebut akan berakhir sia-sia. Bagaimana tidak? Dari pintu pagar hingga mencapai teras rumah saja jaraknya lumayan jauh. Bagaimana caranya agar suara Rara bisa terdengar oleh Dion yang kamarnya berada di lantai 2 dan letaknya ada di bagian belakang rumah?
“Pak Henri, tolong bukakan gerbang dong. Ini Rara!” Gadis itu memekik lagi, namun kali ini dia memanggil kepala satpam rumah Dion, Pak Henri, yang sudah berusia setengah abad. Walau begitu, Pak Henri masih tampak gagah dan bisa membuat nenek-nenek berusia 60 ke atas terpesona akan parasnya, “Hello?! Ada orang di rumah?”
Aku menyentuh pintu pagar. Ajaibnya, pintu tersebut terbuka. Bunyi krieett dari engsel-engsel pintu membuat kami berdua terdiam membisu. Kupandangi wajah cantik Rara yang kini tengah dilanda kebingungan yang amat sangat. Mungkin setengah bingung dan setengah mengutuk karena teriakan sia-sianya.
Kami berdua masuk ke dalam. Dari pintu pagar, aku melihat pintu utama rumah Dion yang terbuka lebar. Ada sesuatu yang aneh di lantai, tapi tak terlalu jelas. Kurogoh saku bajuku untuk mengambil kacamata berlensa abu-abu dan kupakai. Setelah itu, barulah terlihat cairan itu. Cairan berwarna merah kental bercampur dengan sebuah tangan manusia yang telah terpotong sebelumnya.
“Ayo!” Rara menarik pergelangan tangaku dan berlari menuju pintu utama. Gadis itu bahkan tidak memekik atau setidaknya berteriak ketakutan tatkala kaki-kaki jenjangnya yang memakai sepatu putih tersebut menginjak genangan darah. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan. Entah dia melihat darah tersebut atau tidak, yang pasti dia terlihat sangat gembira.
Kami berderap menuju ruangan tamu. Di sana terlihat jelas bagaimana Dion yang tersudut sambil menahan takut. Di hadapan pemuda berusia 21 tahun itu, ada sesosok makhluk berupa manusia yang ditutupi oleh kain yang berwarna hitam. Di tangan kirinya terdapat sebilah pisau tumpul, sementara itu di tangan kanannya tergoleklah tubuh seorang laki-laki tanpa tangan kiri. Mungkin tangan yang kulihat di depan tadi merupakan tangan laki-laki itu.
Dengan raut polos, Rara menghampiri Dion yang ketakutan. Gadis itu membelai wajah pacarnya dan membuat Dion semakin ketakutan. Dia berkata, “Uuuu sayang, kamu kenapa? Kok ketakutan? Hei, hei, aku ada di sisimu kok!”
JLEEBB... “Aaaaaaaaa....” Dion menjerit tatkala kepala Rara yang tersenyum di hadapannya tiba-tiba terputus dan terguling ke depan. Dion menggenggam kepala pacarnya yang putus dengan pandangan terkejut. Sedangkan badan Rara tumbang ke belakang, mengucurkan darah-darah yang mengotori lantai. Aksi manusia berpakaian hitam dalam membelah kepala Rara benar-benar mengejutkan Dion.
Pemuda berkacamata abu-abu itu menitikkan air mata. Dia menangisi kepergian pacarnya setelah manusia berpakaian hitam itu membunuh laki-laki paruh baya yang merupakan ayahnya Dion. Dengan napas kesal, kuhentakkan kakiku dan berbalik arah untuk pulang.
Padahal aku ingin memberikan Dion hadiah paling mengejutkan untuknya. Tapi sayang, kematian Ayah dan pacarnya sudah benar-benar mengejutkan Dion. Apalah dayaku yang terlambat. Mayat Ibu Dion terpaksa harus kubakar di halaman samping rumahku malam ini.
.
Selamat kepada Iqbal AndromedaDSX sebagai pemenang pertama Event Cermin pada bulan Juli yang di selenggarakan pada tanggal 29 Juli 2019.
.
.
All Admin and Owner❤

KAMU SEDANG MEMBACA
-WORK OF TSW-
De TodoCointain of "Best Work of TSW member's" Berupa; -Quotes -Puisi -Pantun -Dan beraneka ragam lainnya... WELCOME TO TSW! Wanna Join with Us?