Sudah setahun lamanya aku tak saling berhubugan dengan Jennie lagi. Semenjak dia 'gila' dia tak lagi muncul dihidupku, atau pun aku yang mencari tahu tentang dirinya. Hidupku sudah damai.
Hari ini, aku dapat pekerjaan sebagai fotografer untuk salah satu majalah. Ya bisa kamu tebak, aku penulis sekaligus fotografer. Lumayan, untuk menambah penghasilan.
Aku memang orang yang paling hoki sedunia. (Eh, aku tidak boleh takabur. Astaghfirullah, ughtea). Kali ini aku ditugaskan untuk memotret model wanita. Hmm. Menarik. Ketika aku sedang mempersiapkan kameraku, kau tahu apa yang ku lihat? Ya! Gadis mabuk yang aneh itu muncul lagi. Siapalagi kalau bukan Jennie.
"Semoga dia tidak melihatku. Lebih baik lagi jika dia tidak mengingat wajahku", gumam ku dalam hati. Sengaja ku menunduk untuk menutupi wajahku.
Eh, dia malah mendekat. Sial! Tunggu, wajahnya cantik juga kalau semakin dilihat-lihat. Aku heran, kenapa gadis secantik dia bisa mabuk hanya karena lelaki. Siapa namanya? Oh, Hanbin.
"Sudah siap?", Tanya Jennie padaku.
"Mmm...", Aku menjadi paranoid. Takut dia mengenaliku.
"Astaga. Ditanya diam saja. Aku sudah siap ini", ujar Jennie serius.
Aku pikir, Jennie jika tidak mabuk tetap saja sama. Sama-sama galak.
"Eh. Mm, i.. iya sudah", jawabku pelan.
Jennie memperhatikan wajahku.
"Kenapa menunduk dari tadi? Aku sedang bicara. Kau sangat tidak sopan", ujar Jennie.
"Oh, tidak apa-apa. Mataku kelilipan debu-debu mantan", jawabku.
"Hah? Kau bilang apa barusan?", Tanya Jennie.
"Eh tidak. Tidak.", Kataku sambil pura-pura mengusap mata.
Ternyata Tuhan masih menyayangiku. Dia pergi setelah bosan menghadapiku aku menarik nafas lega. Apa jadinya kalau nanti dia teriak-teriak di tengah studio foto? Tidak lucu. Sungguh.
* * * * *
Aku pun duduk di atas sofa dekat meja rias para model ku untuk beristirahat. Aku tidak tahu kalau dia, Jennie, ada disampingku. Sialan! Aku terkena serangan jantung mendadak. Aku butuh CPR! Kok bisa ya, dia langsung duduk begitu saja tanpa mengeluarkan suara? Seperti hantu saja.
"Aku rasanya pernah liat kamu, ya?", Kata Jennie.
"Ha? Salah orang kali. Muka ku pasaran", jawabku.
"Ah, aku yakin! Siapa namamu?"
"Namaku? Mmm... Lilis", jawabku asal. Persetan dengan nama Lilis. Aku tak peduli. Yang ku pedulikan kali ini hanya keselamata jiwa dan ragaku.
Jennie menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tiba-tiba pergi begitu saja.
"Terimakasih Tuhan, kau telah mentelamatkan nyawaku lagi", ujarku dalam hati.
* * * * *
Temanku memberitahuku ada sebuah surat dari seseorang. Fans mungkin? Haha. Halu sih, ya. Dengan perasaan deg-degan aku buka. Dan benar saja. Isiny sebuah pesan.
Aku tunggu di kedai kopi sebelah gedung ini. Waktumu dua puluh menit. Kalau tidak sampai, jangan menyalahkanku kalau polisi yang menjemputmu.
-Jennie
Mati aku! Lemas kakiku seketika selesai membaca pesan itu. Dia ingat bahwa aku adalah Lisa. Dengan berat hati, aku menemuinya. Aku harap, dia bisa menjelaskan kejadian setahun silam.
Tbc.
Nb: Spesial publish pagi-pagi. Biar kalian ga penasaran karena nunggu lama. Hehe. Have a nice day!

KAMU SEDANG MEMBACA
MY POEMS GIRLFRIEND
Fanfiction"... aku terlalu puitis untuk jatuh cinta. Tapi aku terlalu lelah untuk mencinta..."