Takdir

839 83 8
                                    

Selamat malam,
Mmm mungkin ini part terakhir. Karena saya sengaja buat sebagai one shoot. Tapi tenang, saya akan buat ff secepatnya.

Selamat membaca.










"habis, kamu kan bertanya padaku...", Belum selesai aku bicara, Jennie lagi-lagi memotong ucapanku.

"Menurutmu, aku  yang seperti ini punya pacar atau tidak?", Tanya Jennie.

"Sepertinya banyak", jawabku.

"Sok tahu!", Tanggap Jennie.

Aku hanya senyum-senyum.

"Aku tidak punya pacar. Tapi aku sedang mencari pacar", sambung Jennie.

"Lalu sudah dapat?", Tanyaku.

Dia hanya mengangguk sebagai tanda 'iya'.

"Lalu kemana dia? Kenapa tidak pernah menemanimu?", Tanyaku lagi.

"Mau aku pukul kau? Yang lagi menemaniku sekarang ini 'kan, pacar aku!", Celetuk Jennie.

Aku menjadi mendadak bodoh sehingga bertanya ulang, "Maksudmu bagaimana? Aku tidak mengerti".

Benar saja, aku dipukul Jennie. Dia memukul bahu ku cukup keras. Sakit. Sumpah!

"Kamu pacarku, bodoh!".

Astaga! Sejak kapan aku jadi pacar ya? Dalam mimpi pun aku tidak pernah berharap punya pacar seperti Jennie. Galak. Sungguh.

"Loh? Sejak kapan? Kok aku tidak tahu?", Aku bertanya seperti orang bodoh.

"Kamu mau masuk penjara atau mau jadi pacarku?", Tanya Jennie.

*****

Dan sejak itu, secara sepihak Jennie mengakuiku sebagai pacarnya. Penderitaanku terus berjalan. Dia tidak prrnag memperlakukanku sebagai pacarnya. Mmm, aku lebih terlihat seperti asisten pribadinya.

Suatu hari, Jennie sakit. Dia minta aku untuk ke apartemennya. Seperti biasa, dia memberiku 'perintah' lewat chatting. Itu pertama kalinga aku ke apartemennya.

"Lama sekali!", Omel Jennie.

"Astaga. Jalanan macet tadi", Jawabku.

"Halah. Banyak alasan!", Jennie menimpali ucapanku.

"Kamu sakit saja masih tetap galak, ya?", Tanyaku pada Jennie seraya berjalan mendekat ke arahnya.

Jennie terdiam.

"Sakit apa sih, kamu?", Tanyaku selembut mungkin. Aku merasa bersalah pada Jennie memarahinya barusan.

"Kepalaku pusing, badanku demam, hidungku juga sering mimisan", jelas Jennie.

"Ha? Serius? Ya sudah ayo kita ke rumah sakit sekarang!", Aku menggandeng Jennie perlahan.

* * * * *

Di rumah sakit, dokter bilang jika Jennie terkena leukimia. Dalam hati kecilku, aku terluka. Separah itu kah, Jen? Jadi selama ini Jennie egois seperti itu bahwa dia sudah mengetahui penyakitnya, dan itu membuatnya tertekan.

Aku mencoba bersikap biasa saja di depan Jennie. Aku menerima dia bagaimana pun keadaannya. Aku prihatin karena dia hidup sendirian. Dia cerita padaku jika kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan pesawat tahun lalu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY POEMS GIRLFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang