Ch. 15

867 72 11
                                    

Forth memandang takjub makhluk kecil yang masih terlelap di sampingnya. Remaja tersebut benar-benar tidak terganggu bahkan ketika Forth membersihkan tubuhnya dari sisa-sisa percintaan mereka. Forth sama sekali tidak bisa tidur. Hatinya sangat bahagia sekaligus sedih. Bahagia karena dialah orang pertama yang menyentuh tubuh putranya serta status keduanya yang membuat hatinya meringis sedih, apalagi ketika dia melihat bercak merah yang tercetak jelas di seprai putih ranjangnya. Bukan hanya itu saja, di beberapa bagian tubuh sang putra ada banyak tanda merah yang terbentuk saat sesi panas mereka.

Sebagai seorang ayah yang baik tidak seharusnya ia merenggut keperawanan anaknya. Namun nyatanya persepsi itu telah dia langgar. Jika bisa Forth ingin kembali di waktu saat dia belum menyentuh tubuh putranya. Namun nasi telah menjadi bubur. Terlalu indah jika dilupakan namun amat sangat menyakitkan jika dikenang.

Forth bangun dari tidurnya lalu tangannya meraih benda persegi panjang yang ada di atas nakas sebelah ranjangnya. Dia melihat sekilas jam di layar ponselnya sebelum mengetik beberapa kata untuk dikirimkan pada seseorang. Setelah itu ia kembali meletakkan ponselnya ke tempat semula. Diciumnya sekilas kepala sang putra sebelum ia kembali berbaring di sampingnya.

Entah sudah berapa lama Forth dan Beam dalam posisi ini, tangan besar Forth memeluk tubuh kecil sang putra di bawah selimut tebalnya. Tiba-tiba saja manik coklatnya menangkap pergerakan kecil di wajah putranya. Bulu mata lentik nan panjang milik Beam sedikit bergetar. Perlahan-lahan kelopak matanya terbuka, menampilkan manik hitam yang tidak pernah meredupkan kilaunya. Mata indahnya beberapa kali mengerjap pelan sebelum menyapa ayahnya.

"Daddy...." Forth tersenyum menyambut panggilan Beam.

"Are you feeling good, dear?" Forth bertanya sembari tangan besarnya yang melingkar di pinggang sang putra merayap naik membelai pipi yang senantiasa terasa lembut. Beam tersenyum lemah.

"Sakit....." cicitnya.

Wajah cantiknya sedikit menunduk. Pipi putihnya bersemu merah. Malu jika langsung mengakui kalau tubuh bagian bawahnya terasa sakit. Terlebih rasa sakit tersebut akan bertambah jika tubuhnya melakukan pergerakan kecil.

Forth mengerti. Walau ia sudah mengaplikasikan salep pereda sakit sebelumnya namun hal tersebut tidak sepenuhnya membantu mengurangi rasa sakit di daerah pribadi putranya. Ia tahu jika putranya saat ini tengah merasakan rasa tidak nyaman di tubuhnya karena kegiatan panas keduanya beberapa jam lalu yang menguras tenaga. Forth segera mengambil pain killer dan segelas air putih dari atas nakas yang telah ia persiapkan sebelumnya. Beam reflek membekap mulutnya begitu Forth menyodorkan obat tersebut ke arahnya, menolak untuk meminum butiran kecil yang dirasa pahit menurutnya.

"Jika Beamy tidak melakukannya maka sakit di tubuh Beamy tidak akan hilang" bujuknya. Beam menggeleng pelan. Forth menutup matanya dan menghela nafas panjang

"Come-on, dear.... ini tidak akan pahit. Percaya sama daddy, naa!" ujarnya terus membujuk.

"Tidak mau..... itu pahit....." balas Beam.

"Dear.... please...."

"....."

"Dear...."

"....."

Helaan nafas kembali Forth lakukan. Selain penyakit merajuknya yang mengerikan Beam juga memiliki sifat keras kepala yang menakutkan. Jika putranya dipaksa melakukan sesuatu yang tidak disukainya, segera penyakit merajuknya akan kambuh. Jika demikian halnya maka hanya ada satu cara yang ampuh untuk memaksanya.

"Beam Jaturapoom!"

Seketika tubuh Beam menegang. Tahu, jika Forth sudah memanggil nama lengkapnya itu berarti sang daddy sudah serius. Beam kembali menggeleng. Matanya indahnya perlahan mulai berkaca-kaca.

Baby BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang