"Perasaanku, biarkan aku yang mengaturnya. Kamu tidak perlu repot-repot, cukup lihat saja apa yang akan terjadi ketika hati terdalam ku bilang, 'aku sudah bertindak.' "
[]
Siswi dengan rambut tergerai itu barjalan santai, sesekali wajah datarnya terhias oleh senyum tipis yang ia sunggingkan jika ada yang menyapanya. Itulah Piona si pemilik aura misterius yang menyenangkan.
"PIONAAAA," Rismi berteriak. Piona tetap tersenyum kecil sambil melambaikan tangan pada rismi yang sedang berlari menghampirinya, "Wih si kalem scorpio nih." ucap rismi sekilas setelah memeluk piona.
"Wih si ceria taurus nih." Balas piona mengikuti kata-kata Rismi.
"Kantin, yuk! Laper."
"Males."
"Ayolah, pi." Rismi mengelus perutnya dengan dramatis.
"Jijik!" Piona bergidik ngeri setiap melihat temannya yang satu ini sudah membicarakan soal makan. "Mau susu gak?"
"ADA?!"
"Yoi! gua bawa tiga nih, lo mau ke kantin beli makanan atau ikut ke kelas terus gua kasih susu?"
Rismi sedikit menimbang-nimbang ucapan piona namun itu tidak perlu waktu lama. "Kalo ke kantin duit gue keluar, pi. Ikut lo aja lumayan gratisan."
Sudah bisa piona tebak, rismi pasti tidak bisa menolak jika ditawari susu. "Yaudah."
Mereka berdua pergi berdampingan dengan riang. Bagi piona, rismi itu sangat asik sehingga membuatnya tidak kesusahan dalam berinteraksi. Sangat mudah dijadikan teman bagi seorang Scorpio yang kaku.
Piona seorang yang kaku namun ia tidak akan membiarkan orang lain mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
"Eh ... Itu?" Refleks rismi menarik piona menuju kerumunan. Piona hanya ikut saja tidak ada niatan untuk bertanya sekalipun.
Rismi membawa piona menerobos kerumunan siswi yang melihat Mading. Piona yang mulai penasaran langsung melihat berita utama yang terpampang disana, ada satu hal yang membuatnya langsung tertarik. "Pemilihan ketua futsal?" Seketika senyumnya terukir, bukan, bukan karena tertarik dengan siapa yang akan menjadi ketuanya tapi ada nama lelaki pujaan yang selama ini dia idamkan.
"Heh!" Rismi menepuk pundak piona sehingga membuat sang mpu sedikit terperanjat. "Ga beres, nih. Kenapa lo senyum-senyum?"
"Mm ... Ngga, itu kira-kira siapa ya yang bakal jadi ketua-nya?" Elak piona.
"Menurut gua sih bakalan si Gema, soalnya si veral keliatannya lebih condong ke eskul band deh."
"I-iya, sih."
"Kenapa lo?"
"Ngga, iya bener pasti si Gema ya?"
Rismi menaikkan sebelah alisnya, rismi merasa ada yang aneh dari seorang piona, tidak biasanya dia melihat piona segugup barusan.
"Yaudah deh lupain aja," Piona berjalan menerobos kembali kerumunan siswi itu, empat langkah setelahnya ia menoleh. "Lo gamau ke kelas, ris?"
Bukannya menjawab rismi malah berdiam diri masih memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dengan piona barusan, Sepersekian detik kemudian rismi merasa tangannya ditarik oleh seseorang. Ya, siapa lagi jika bukan ulah piona?
"Lama, lo. Mikirin apaan sih?"
"Hehe, ngga pi," rismi tersenyum kikuk, bagaimana pun caranya dia harus tau apa yang sebenarnya terjadi pada piona. "Yuk, ke kelas."
Piona sebenarnya tau apa yang sedang difikirkan oleh sahabatnya, hanya saja ia tetap diam meskipun fikirannya sedang was-was, "WEH!" piona tersentak mengingat sesuatu. "Tugas bahasa Inggris wajib belum."
"PIONAAA GUA JUGA BELUUM," lagi dan lagi rismi menarik piona menuju kelas, setelah sampai rismi langsung membanting tas-nya dan dengan cepat ia membuka buku tugas bahasa Inggris wajib. "ADUH SETAN KALANG KABUT GUA."
Piona tertawa. "Aduh receh gua kambuh."
"AH BODO-BODO." rismi segera mengerjakan tugasnya. Piona duduk santai dipinggir risma dengan ponsel di tangannya.
"Kerjain tugas juga lo, pi."
"Ada lo," piona terkekeh. "Kerjain yang bener nanti gua nyalin aja."
Rismi hanya mendengus sebal sudah mulai terbiasa dengan kelakuan piona. "Nyontek terus sampai lulus."
"Oh, ga boleh? Yaudah gua mau ngerjain dulu," piona bangkit dari duduknya. "Nanti lo juga jangan nyontek ke gua lagi, ya?"
"EH EH," Rismi menarik tangan piona agar gadis itu duduk lagi disebelahnya. "Jangan dong. Iya ni gua kerjain, kalo lo ga ngasih gua contekan lagi aduhh anjlok dah nilai gua."
Rismi uring-uringan membayangkan nasibnya jika piona tidak mau memberinya contekan lagi. Piona tertawa miris 'gua masih bingung kalo mau ngejauhin lo ris, lo cuma butuh gua bukan ngehargai gua sebagai teman lo' batin piona.
~BINTANG~
Gema mengambil bola dengan tangan saat melihat gadis yang berhasil membuatnya terpesona berjalan dipinggir lapangan, lelaki itu melempar pelan bola tersebut. "Harus kena sasaran, satu, dua--"
"Eh," gadis sasaran gema merasakan sesuatu mengenai betisnya, ia melihat ke arah bawah. "Bola?"
"Perfect," Gema tersenyum lebar. Ini dia gema, lelaki tenang yang cukup percaya diri. "BALIKIN BOLA GUE." Pekiknya sedikit berteriak.
"GA!" satu kata dengan penuh penekanan keluar dari mulut gadis itu, ia menunjukkan wajah datarnya pada gema. Ekspresinya saat ini sangat bertolak belakang dengan hatinya yang ingin meronta kegirangan.
"TENDANG AJE SINI."
Gadis itu menghembuskan nafas kasar, tangannya meraih bola, ia memberanikan diri untuk menghampiri gema. 'Misi gua harus berhasil' batinnya.
Gema sedikit terkejut melihat gadis itu menghampirinya sungguh diluar dugaan. "Ngapain nyamperin, mau merhatiin wajah cogan dari arah dekat?"
"Mau banget gua perhatiin?" Tanya dingin dari gadis itu. "Siapa nama, lo?" Tanya-nya lagi padahal ia sudah mengetahuinya.
"Lo ga kenal gua?" Gema terkejut.
Lagi dan lagi piona berhembus kasar. "Hm."
"Gema."
Piona menaikkan sebelah alisnya. Ia sebenarnya kaget melihat gema menyodorkan tangan pertanda mengajak berkenalan, jantungnya sudah berdetak tidak karuan. Namun, ekspresinya tetap datar, ia melempar bola itu yang dengan sigap diraih oleh gema. "Ohh."
"Nama lo?"
"Manusia." Piona membalikan badannya. Gema menarik lengan piona meskipun itu tidak berlangsung lama sebab gema langsung mendapatkan tatapan maut piona.
Piona melanjutkan langkah dengan terburu-buru.
Gema tersenyum miring. "Boleh juga."
_____
Note :
Baru permulaan ni,
NEXT JANGAN???
KAMU SEDANG MEMBACA
BINTANG [SLOW UPDATE]
Teen FictionCover by : Rebecca Jika rasa cinta harus dilunasi oleh rasa cinta juga itu artinya rasa sakit harus terlunasi oleh rasa yang sama. Ketika dua orang dengan sikap yang bertolak belakang dipaksakan untuk bersatu. Ini hanyalah cerita tentang anak SMA de...