BAB 4
🐚🐚🐚Menguap lebar, Manda kembali menyadarkan diri dari kantuk yang semakin mendera membuat matanya semakin berat.
"Man," suara ibu menyeruak dari balik pintu, memaksa Manda yang mulai duduk merosot dan tak tenang dari tadi jadi menegapkan tubuh.
Perempuan dengan gaun malam berwarna merah itu tersenyum menghampiri Manda.
"Ibu belum tidur?" Manda melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pkl.23:56
Ibu menaruh sebuah gelas berisi susu di meja belajar Manda.
"Ibu buatin susu, kamu lanjutkan belajarnya ya." Ibu tersenyum membalikkan tubuhnya hendak meninggalkan Manda.
"Bu," panggil Manda ragu, cewek itu bangkit dari posisinya, menaruh bolpen di meja. Jemarinya saling bertautan menyembunyikan gemetar karena rasa gugup.
Ibu menoleh, "Kamu butuh sesuatu?"
Manda menggeleng, ia ingin katakan sesuatu tapi rasa ragu menyelinap di dalam dada. Ia kembali teringat pada ucapan Adit tadi siang, membuat kata-kata yang disusunnya hanya mengendap dalam kerongkongan.
"Man," panggil Ibu menyadarkan putri bungsunya itu.
"Nggak jadi, bu." Manda memasang cengiran lebarnya dan kembali duduk di kursi melanjutkan belajar.
"Kamu ini," Ibu menghampiri Manda mengusap puncak kepalanya dan menciumnya lembut. "Ibu mau tidur dulu ya."
Manda mengangguk, menatap nanar kepergian ibu. Tidur? Bahkan seminggu ini ia tidak bisa tidur dengan nyaman, bahkan untuk mengistirahatkan matanya ia tidak bisa. Setetes air jatuh membuat perih itu semakin menjalar.
🐚🐚🐚
Pkl. 06:48
Sinat matahari yang menembus ventilasi membuat mata Manda silau, cewek itu mengucaknya pelan sembari bangkit dari posisinya yang bersujud. Mukena putihnya masih melekat pada tubuh, pandangan Manda beralih pada dinding yang tergantung jam di sana.
Astaga.
Cewek itu refleks bangkit dengan tergesa, melepas mukenanya kemudian berlari kocar-kacir.
"Kenapa tidak ada yang membangunkanku?" kesalnya merutuki diri. Meraih handuk hendak masuk kamar mandi. Manda mengurungkan niat itu, ia justru mengambil seragamnya yang digantung di belakang pintu.
Buru-buru Manda memakainya, mengambil tas kemudian buru-buru keluar kamar bahkan mencuci Wajah pun tidak ia lakukan, rambutnya tergerai dengan kusut dan matanya yang membengkak dan hitam kentara sekali.
"Bu!" teriak Manda yang hanya dijawab oleh lengang, cewek itu menatap sekitar yang sepi hendak melangkah menuju kamar Reka tapi deritan pintu mengalihkan atensinya.
"Ibu!" pekik Manda begitu mendapati sosok Ibu yang baru masuk ke rumah. Perempuan itu mengenakan pakaian serba hitam tampak terkejut karena Manda masih ada di rumah.
"Kamu kok masih di sini, Man?" Ibu Melempar tatapannya pada jam dinding yang sebentar lagi jarum panjangnya akan berada di angka dua belas sedang jarum pendeknya diangka 7.
"Kesiangan, Ibu kenapa nggak bangunin Manda sih?" cewek itu berlari mengambil sepatunya yang terletak di atas rak dekat pintu.
"Ibu tadi pergi, ya sudahlah... Sekarang gimana sama ujian kamu?" Ibu menjadi panik sendiri, perempuan itu berjalan menghampiri Manda yang tengah kesusahan memasang kaos kakinya.
"Kak Reka mana?" buru Manda sembari berjinjit memasang sepatunya.
"Reka sama yang lainnya ikut ke pemakaman."
Manda menghentikan aktivitasnya, menatap ibu dengan mata membulat.
"Si..."
"Sudah! Jangan berpikir lain kamu pasti akan terlambat." Ibu membuka pintu dengan panik, "Ayo cepat, Man." perempuan itu menarik tangan Manda.
"Manda berangkat sama siapa, Bu?"
Ibu menjadi semakin panik, semua orang tidak ada di rumah.
"Ibu telfon ayah dulu," merogoh tas, ibu mendial nomer ayah.
"Halo, Yah."
Manda mengginggit bibir bagian dalamnya, takut mendominasi hatinya, takut terlambat, takut pada Ayah yang sudah pasti akan murka entah bagaimana dengan nasib ujiannya hari ini.
"Iya, terus gimana?" tanya Ibu tak sabaran.
"Hei!" perempuan itu berteriak, keluar dari pagar rumah, terpaksa membuat Manda mengikuti.
"Nak, ibu bisa minta tolong?"
Manda menautkan jemarinya dengan gelisah, mendadak ia gemetar sekujur tubuh bahkan kondisinya sekarang sangat berantakan. Sedang ibu masih bernegosiasi dengan seorang cowok di atas motor untuk berbaik hati mengantarkan Manda.
"Man," panggil ibu membuat Manda tersadar. "Ayo cepat naik, anak ini akan mengantar kamu."
Manda menatap cowok dengan seragam SMA itu kemudian mengalihkannya pada ibu, ingin menolak tapi tidak punya pilihan lain.
"Ayo cepat!" pekik Ibu tidak sabaran.
Manda buru-buru naik ke atas motor.
"Pegangan," desis cowok itu dingin.
Manda tidak ingin menurut tapi tancapan gas yang hampir membuatnya terjungkang itu memaksanya berpegangan erat pada perut cowok itu.
Percayalah, ia selalu ketakutan saat harus naik motor apalagi dengan kecepatan di atas 50 km, meskipun tidak mengenal cowok itu Manda tetap memeluknya.
🐚🐚🐚
YOU ARE READING
Amanda
Teen FictionManda tidak tahu apa impiannya yang ia tahu dirinya harus menjadi dokter, itu yang selalu ia tekankan. Ralat. Yang Ayah tekankan. Tuntutan untuk selalu belajar dengan keras membuat Manda lelah, ia ingin istirahat dari rutinitas yang sama sekali tak...