Percaya Kepada Allah

4 1 0
                                    


BAB 2
🐚🐚🐚

Manda menghela nafas berat, rumus-rumus di depan mata membuat kepalanya semakin berat. Sunyi mendekap dirinya bahkan denting jam pun tak dibiarkan berbunyi. Menguap, Manda melirik arloji di tangannya sesaat.

01:45

Astaga, sudah dini hari dan ia masih belum bisa fokus pada soal-soal di hadapannya. Sejak 5 jam yang lalu suara-suara ayah, ibu dan kedua kakaknya terus berputar di benak Manda ketimbang mengingat sejumlah rumus ia malah mengingat ancaman Ayah.

Tak bisakah hidup lebih baik padanya? Manda menggeleng lemah, ia sudah tidak tahan jika harus duduk dan menatap soal yang bahkan hanya bisa ia kerjakan 6 butir. Cewek itu bangkit dari posisinya, kasur itu terasa nyaman jika seandainya Manda bisa merebahkan tubuhnya sebentar saja di sana, tapi tidak. Langkah Manda justru terseret ke kamar mandi, mencuci muka adalah jalan keluar untuk meredakan kantuknya. Tanpa sadar bahwa ia hanya menyiksa diri sendiri, Manda melanjutkan kegiatan belajarnya setelah mencuci muka.

🐚🐚🐚

06:12, Manda beranjak dari atas sajadah setelah menunaikan dua rakaat yang di sambung dengan tidur tak lebih dari 10 menit. Bergegas cewek itu melangkah ke kamar mandi. Mata terasa berat dengan kepala yang tak kalah berat. Cewek itu keluar dari kamar setelah selasai memakai seragam lengkap

"Eh, adek gue udah siap aja nih," sapa Reka yang juga baru keluar dari kamarnya yang tepat berada di samping kamar Manda. Cowok dengan jaket kulit berwarna hitam yang melekat pada tubuhnya itu mengalungkan satu tangannya pada leher Manda.

"Nggak usah tegang, biasa aja." ucapnya santai tapi Manda yang mendengarnya justru bertambah gugup.

"Bagaimana kalo Manda ngecewain kalian semua?" lirih Manda dengan tatapan mengabur, air mata yang tak diinginkannya justru kini meluncur hebat di pipi.

Reka menghentikan langkahnya sebelum sampai di meja makan, cowok itu menarik kedua bahu Manda dan membuat adiknya itu berdiri di depannya.

"Manda bukan pengecut,"

Manda memejamkan matanya mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan oleh kakak sulungnya itu, nyeri kembali menjalar di lubuk hati.

"Liat kakak,"

Dengan segan, Manda membuka matanya. Mengangkat wajah dan menatap kakaknya dengan air mata berlinang. Seulas senyum terbit di wajah itu, kedua tangan Reka menyeka air mata di pipi Manda.

"Nggak usah dipikirin, cukup fokus sama ujian." ucap Reka hangat tapi tak sehangat hati Manda yang terus saja khawatir. "Sekarang kita sarapan trus kakak antar kamu ke sekolah,"

Reka kembali mengalungkan lengannya pada leher Manda.

"Aku takut." bisik Manda dalam hati dengan pandangan lurus pada Reka.

🐚🐚🐚

Briefeng 5 menit lagi, Manda duduk di teras koridor menatap lapangan outdoor yang hari ini lengang. Kasak-kusuk yang biasa memenuhi seantero sekolah kini tampak lebih sepi. Hari kedua unbk, Manda tidak berhenti khawatir bahkan jika orang melihatnya gadis itu akan terlihat sangat pucat.

"Hai," sapa seseorang membuat Manda menoleh, cewek itu mengernyit melihat gadis berkerudung yang baru saja menjatuhkan pantatnya di samping Manda.

"Mau minum?" sebotol air mineral terulur ke hadapan Manda, cewek itu menatapnya ragu. "Tenang aja, aku nggak masukin apa-apa."

Senyum itu membuat Manda mengambil air mineral di tangan gadis berkerudung itu.

"Kamu gugup?" tanyanya.

Manda menurunkan botol air yang sudah diteguknya sedikit. Manda hanya tersenyum menanggapi pertanyaan itu, lebih dari orang lain kekhawatirannya bahkan tak bisa ia kendalikan.

"Semua siswi tingkat akhir pasti tegang menghadapi ujian kelulusan," cewek itu menoleh pada Manda, tersenyum. "Tapi khawatir itu kadang membuat kita justru down."

Manda masih memperhatikan gadis di sampingnya yang kini kembali membuang muka, mental ke tempat lain.

"Aku juga takut, tapi aku percaya segala usaha tak akan menghianati hasil." lagi, gadis itu menoleh pada Manda. "Kita cukup yakin kepada Allah, yang penting kita udah berusaha belajar dengan keras, berdoa dan sisanya Allah yang atur."

Tangan gadis itu menyentuh pundak Manda, "Jangan khawatir satu sekolah aja kamu kalahin pasti kamu bisa."

"Tapi mengalahkan diri sendiri tidak pernah mudah," ucap Manda dengan binar mata meredup, kentara sekali kelehan di bola mata kecoklatan itu.

"Cukup yakin sama Allah, hasbi Allah." seluas senyum kembali terukur di wajah itu membuat Manda mau tak mau memaksa senyumnya terbit.

"Aku Nilma, IX 4. Kamu pasti tahu kan aku ranking berapa?"

Ranking? Ya, sekolah ini menganut sistem bertingkat. Setiap kelas akan di isi berdasarkan ranking yang mereka terima. Ranking 1 sampai 20 ada di kelas IX 1 dan begitu seterusnya. Manda sendiri selalu ada di kelas 1, tentu ia juara umum paralel di sekolah.

Manda membuka mulutnya untuk menerima perkenalan itu tapi Nilma lebih dulu menyela.

"Amanda Rasiela Venus," ucap Nilma di sertai senyum yang tak kunjung pudar dari wajah bulatnya. "Semua orang di sini pasti tahu kamu."

Manda tersenyum kecil dengan kepala mengangguk.

"Juara umum paralel diangkatan kita," Nilma tertawa entah untuk hal apa, Manda bahkan tidak mengerti.

"Jangan terlalu tegang, semua akan baik-baik saja." Nilma menghentikan tawanya, menyentuh pundak Manda dengan senyum terukur di bibirnya.

"Aku tahu kamu takut kalo Nem kamu nggak sesuai dengan yang kamu harapkan, aku tahu kamu takut malu. Percayalah kadang kalimat baik-baik saja itu tak bisa membuat kita baik," Nilma membuang pandangannya ke tempat lain. "Ibuku selalu bilang kalo kita tak perlu kepercayaan dunia untuk bisa melaju menjadi orang sukses, kita hanya butuh percaya pada Allah dan diri sendiri, itu cukup."

"Maksud kamu?"

Menghela nafas, Nilma kembali menatap Manda yang menatapnya penuh tanda tanya. "Intinya percaya saja sama Allah, sampai ketemu di SMA ANGKASA."

Gadis itu beranjak pergi dengan seulas senyum yang membuat otak Manda tak henti mengeluarkan tanya.

"Percaya sama Allah?"

🐚🐚🐚

AmandaWhere stories live. Discover now