BAB 9
🐚🐚🐚Langkah Manda terseok-seok masuk ke dalam rumah, pikirannya jatuh pada cowok yang sudah menolongnya bahkan cowok itu membayari uang taksinya.
"Manda,"
Ibu yang duduk di ruang tengah bangkit dari duduknya melihat Manda pulang dengan keadaan yang tidak baik-baik saja. Wajahnya kusut dengan bekas air mata, langkahnya semakin tidak seimbang membuat tubuh itu hampir limbung jika saja ibu tidak segera berlari menghampirinya. Membantu Manda berjalan menuju sofa kemudian mendudukkannya di sana.
Segelas air ibu sodorkan ke hadapan Manda, berharap anak bungsunya itu merasa baikan.
"Ada apa, Man?" tanya ibu yang kini menekuk lututnya di hadapan Manda.
Manda menggeleng lemah, kakinya masih terasa bergetar. Ia bahkan sulit untuk bicara yang bisa ia lakukan sekarang hanya menundukkan kepala sembari menangis.
"Manda," Ibu memeluk tubuh Manda berusaha menenangkan meski ia tidak mengerti mengapa putrinya tiba-tiba menangis.
"Udah nggak apa-apa,"
"Manda mau ke kamar dulu, Bu." ucap Manda terbata sembari mengusap air mata di pipinya.
"Kamu baik-baik saja?" tanya ibu memastikan yang dibalas Manda dengan anggukan lemah. Gadis itu bangkit dibantu ibu.
"Apa terjadi sesuatu di sekolah?" kembali Ibu melontarkan pertanyaan menyelidik.
"Manda nggak bisa cerita sekarang, Bu. Maaf." ucap Manda pelan dan buru-buru melangkah sebelum ibu kembali bertanya.
Yang Manda inginkan sekarang adalah tidur dan meluapkan tangisannya. Untung saja ujian terakhir sudah selesai dan ia bisa membaringkan tubuh tanpa khawatir ayah yang nanti pulang memberondongnya dengan pertanyaan "sudah belajar sampai mana?" bosan Manda mendengar kalimat itu, ia butuh istirahat.
Manda menjatuhkan tasnya di sembarang tempat, naik ke atas kasur kemudian membaringkan tubuhnya di sana. Menatap langit-langit yang lagi-lagi mengingatkannya pada nenek.
Hans
Nama itu membuat Manda bangkit dari tidurnya, gadis itu berusaha mengingat sesuatu.
"Ayah tidak ingin ada salah satu dari kalian yang pergi ke makam nenek." ucapan tegas Ayah hari itu terngiang di kepala Manda.
"Kalian tidak perlu tahu apa alasannya yang harus kalian tahu mematuhi perintah ayah itu wajib."
Alasan? Tidak ada satupun yang membicarakan semua itu lagi setelah satu tahun kepergian nenek. Kenangannya seolah menghilang baik di rumah atau di manapun dan tindakan Manda kemaren adalah sebuah pelanggaran entah apa yang terjadi jika ayah mengetahuinya.
Manda menelan salivanya mengingat semua itu. Tapi ia harus tahu kenapa ayah melarang mengunjungi makam nenek mungkinkah ini ada hubungannya dengan orang berbaju hitam yang menyebut nama Hans?
"Man," pintu kamar terbuka bersamaan dengan sosok Adit yang masuk. Cowok yang masih lekat dengan seragam smanya yang rapi itu menghampiri Manda, duduk di tepi ranjang berhadapan dengan Manda.
"Ibu bilang kamu...." tatapan Adit meneliti setiap inci wajah Manda. Benar, ada yang tidak beres dengan adiknya. "Terjadi sesuatu di jalan?" interogasinya.
Manda menggeleng lemah, entahlah ia tidak bisa menceritakan semua yang dialaminya pada siapapun.
"Jangan berbohong!"
Manda menghela nafas berat. "Aku mau istirahat kak, capek. Kali ini aku boleh tidur, kan?"
Adit menatapnya tak terima, cowok itu berniat untuk mencari jawaban dari keadaan Manda tapi penolakan Manda membuatnya terpaksa mengangguk.
"Ya udah gue ke bawah dulu."
Manda mengangguk, menatap punggung Adit yang menjauh kemudian menghilang bersamaan pintu yang di tutup.
Menghela nafas, Manda kembali membaringkan tubuhnya, menarik selimut sampai leher kemudian memejamkan mata.
Sorot mata itu kembali hadir dipikiran Manda, suara bengisnya mengalun membuat keringat bercucuran. Manda membuka matanya, niat untuk tidur tak pernah bisa terealisasi. Sepertinya ia harus menderita sekali lagi hari ini.
🐚🐚🐚
"Iya," Ibu menaruh mangkuk berisi sup di tengah-tengah meja agar bisa dijangkau semuanya. "Ibu nggak tahu sih itu anak siapa, tapi kayaknya tetangga kita, Yah." sambung ibu.
"Dia SMA mana emang, Bu?" tanya Ayah.
"Ibu nggak tahu tapi dari batenya sih kayaknya sama kayak Kak Adit."
"Sma angkasa?"
Ibu mengangguk.
"Kamu kenal, Dit?" Ayah mengalihkan pertanyaannya pada Adit yang sibuk menyuap makanannya.
Menelan, "Siapa, Yah?"
"Anak sini yang sekolah di sma angkasa. Kemaren dia nolongin Manda."
Merasa namanya di sebut Manda yang semula tidak menyimak kini menatap Ayah dan Adit.
"Ehm... Kurang tahu sih tapi besok aku cari tahu." jawab Adit setelah berpikir agak lama.
Manda melanjutkan makannya dengan beragam pikiran yang menari di kepala sehingga ia tak lagi menyimak apa yang sedang keluarganya bicarakan di meja makan.
Selasai makan, Manda membawa piringnya ke dapur untuk kemudian ia cuci di wastafel. Kebiasaannya dari kecil, kedua orang tuanya selalu menekankan agar Manda dan kedua kakaknya hidup mandiri dan tidak manja. Tapi sampai sekarang Manda belum paham mandiri seperti apa sebenarnya yang Ayah katakan jika Manda saja tak bisa mengambil keputusan hidupnya sendiri.
"Manda!"
Cewek itu menghentikan langkahnya saat mendengar panggilan dari Ayah, Manda kembali ke meja makan, berdiri di samping ayah.
"Ada apa, Yah?" tanya Manda dengan kepala tertunduk.
"Ibu sudah bilang soal les bahasa Belanda itu, kan?"
Manda mengangguk. "Kamu sudah siap?"
Manda menelan salivanya dengan susah payah, ia tidak tahu harus menjawab apa?
"Baiklah," Ayah bangkit dari duduknya, tersenyum kemudian mengusap lembut puncak kepala Manda. "Ayah akan daftarkan, secepatnya kamu akan masuk les."
Manda tidak menjawab, menghela nafas pasrah. Cewek itu menatap kedua kakaknya yang belum juga selesai makan dengan tanpa sepatah kata Manda pergi meninggalkan ruang makan.
🐚🐚🐚
Mata Manda menjelajah setiap inci sudut ruangan 4x3 m itu, lekat dalam kenangan saat ia bisa berbagi banyak hal dengan orang itu.
"Ada saatnya orang lelah, Manda. Setiap orang punya masalahnya masing-masing kamu tidak bisa terus menerus memintanya mengerti dirimu karena setiap orang juga ingin dimengerti bukan cuma kamu!"
🐚🐚🐚
YOU ARE READING
Amanda
Teen FictionManda tidak tahu apa impiannya yang ia tahu dirinya harus menjadi dokter, itu yang selalu ia tekankan. Ralat. Yang Ayah tekankan. Tuntutan untuk selalu belajar dengan keras membuat Manda lelah, ia ingin istirahat dari rutinitas yang sama sekali tak...