KKB.2

16 2 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

اللَّهُمَّ صّلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ

Sungguh, ditusuknya kepala seorang dari kalian dengan jarum besi, lebih baik baginya dari pada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.

-HR. Ath-Thabrani-

🍁🍁🍁

Nimra melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumahnya. Berbagai jenis bunga berjejer rapi menyambut Indera penglihatannya. Beberapa orang pekerja sedang sibuk dengan kegiatannya membersihkan halaman rumah yang bisa dikatakan luas. Cukup repot bila dikerjakan seorang diri. Oleh karena itu Mamanya memerkerjakan beberapa tukang kebun.

"Assalamu'alaykum, Mamang-mamang." Nimra mengucap salam kepada beberapa orang yang ia panggil 'mamang'.

"Wa'alaykumsalam, Neng Nimra." balas mereka kompak. Sejenak menghentikan aktivitasnya.

"Yang semangat ya, Mamang-mamang. Nanti Nimra buatin pisang goreng sama kopi."

"Aduh, terima kasih loh, Neng." salah satu mamang yang sedang memegang gunting rumput menyahut. "Tapi itu, udah dibuatin sama Ibu." lanjutnya seraya menunjuk hidangan pisang goreng dan tiga cangkir kopi di atas meja.

Nimra yang melihatnya cemberut. "Yah, keduluan Mama." katanya lesuh.
Mang Ucup--Mamang yang memegang gunting rumput--terkekeh melihatnya. "Gak papa atuh, Neng. Kan besok-besok lagi bisa. Hehe."

"Maaf ya, Mamang-mamang. Gara-gara Nimra telat pulang, jadi bukan Nimra yang bikinin pisang goreng sama kopi." ucap Nimra.

Ketiga Mamang tersenyum. Merasa terharu karena begitu diperhatikan Nonanya. Padahal mereka hanya tukang kebung. Tapi Nimra sama sekali tidak melihat status sosial mereka. Berbaur selayaknya dengan teman yang lebih tua, tetap menghomati dan bersikap santun. Tak jarang pula saling melempar candaan satu sama lain. Bahkan Nimra sesekali membantu mereka.

"Enggak papa, Neng Nimra. Enggak masalah kita mah. Yang penting mah ada makanan. Hehe. Iya gak Mang Ucup, Mang Tono?" kali ini Mang Deden yang menyahut.

Mang Ucup dan Mang Tono yang dimintai pendapat mengangguk kompak. "Iya dong. Hehe." ucapnya kompak disertai cengiran khasnya.

Nimra tertawa pelan. "Oke deh, Mamang-mamang. Kalau begitu, Nimra masuk dulu ya." pamitnya.

"Iya neng."

"Wassalamu'alaykum."

"Wa'alaykumussalam..."

Nimra kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Membuka pintu rumah diiringi ucapan salam dari bibi ranumnya.

"Wa'alaykumsalam. Eh Nimra udah pulang. Tumben jam segini baru sampai rumah?" Santy--Mama Nimra--menyambut uluran tangan Nimra.

Nimra duduk di samping Santy yang sedang menonton televisi. "Iya, Ma. Tadi angkotnya lama datengnya."

Santy mengelus kepala Nimra yang berbalut kerudung lebar berwarna cokelat muda. "Kenapa gak minta anter jemput aja hm? Pasti enggak perlu repot-repot naik angkot."

"Gak papa, Ma. Selain enggak mau ngerepotin, Nimra pengin mandiri sedikit-sedikit. Jugaan naik angkot enggak serepot yang Mama bayangkan kok,"

Santy tersenyum lembut. "Yaudah, terserah kamu aja. Gih sana istirahat. Pasti capek 'kan?"

Nimra mengangguk. "Nimra ke atas dulu ya,"

"Iya."

Setelahnya Nimra beranjak dari tempat duduk lalu melangkahkan kaki menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Baru saja kakinya menapaki anak tangga yang ketiga, suara Santy menghentikan langkahnya.

Ketika Ku BersujudTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang