Kita sering berebut salah satu mahluk Tuhan bernama Dhruv Sangwan. Untuk membuat Abang Dhruv melirik, dilancarkan segala taktik. Gombalan, rayuan, sampai cara halus seperti ke Mbah dukun pun hampir dilakukan, tapi tidak jadi karna berat dikonsekuensi. Itu sedikit membuat Abang Dhruv risih. Apalagi dengan tingkah Kak Kanha yang sok pintar masak dan sok pembersih.
"Abang Dhruv! Hari ini Kanha masakin sop buntut kesukaan Abang!" pagi-pagi buta Kak Kanha berteriak di depan rumah Abang Dhruv. Para tetangga sudah biasa dengan kebiasaan Kak Kahna, jadi dibiarkan saja.
Keranjang dengan tali panjang meluncur seperti rambut Rapunzel dari atas balkon Abang Dhruv. Kak Kanha segera meletakan rantang ke sana. Keranjang yang telah berisi itu perlahan naik ke atas.
"Kanha! Gak usah repot-repot, Abang bisa masak sendiri!" laung Abang Dhruv dari atas sana.
"Gak papa, Bang! Biar Abang terbiasa sama masakan Kanha saat kita udah satu atap nanti!" balas Kak Kanha sambil tersenyum manis diikuti sebelah matanya berkedip, tapi gagal. Jadi berkesan seperti orang kelilipan.
"JANGAN DI MAKAN, BANG! ITU RASA SEPATU!" teriakku dari balkon, rumah kami memang berhadapan. Jadi enak untuk lihat-lihatan, jalan aspal kecil menjadi pemisah. Jika aku berdiri di balkon, maka sudah berhadapan dengan balkon Abang Dhruv.
"SYIRIK YA KAMU, KAOS KAKI BEKAS!" Kak Kanha melempariku batu. Namun meleset, na'asnya batu itu mengenai jendela tetangga.
PRANG!
"HOI KANHA! UDAH BOSAN SAYA BIARIN KAMU TERIAK-TERIAK DI PAGI BUTA! INI MALAH NAMBAH RUSUH, GANTI RUGI KACA SAYA!" seorang pria tua berteriak dari atas jendela kamarnya ke arah Kak Kanha. Gadis berjilbab putih itu hanya menunjukan dua jari dengan cengiran seperti onta.
"Abang Dhruv, belum nikah aja Kak Kanha udah bikin masalah. Mending kita ke penghulu yok, Bang! Nikah sama Linda aja!" laungku sambil melemparkan kiss dari jauh. Abang Dhruv bergidik ngeri, ia memusut-musut lengannya.
"Dingin ya, Bang? Sepertinya Abang perlu selimut bernyawa," ucapku mengedipkan mata, membuat wajah seimut mungkin.
"Eh? Abang masuk dulu, ya Linda!" akhirnya lelaki idaman kami itu menutup jendelanya.
Pandanganku beralih ke arah Kak Kanha yang masih berdebat dengan tetangga. Segala upaya ia lakukan untuk menolak ganti rugi, dengan segala cara juga Pak Darwo -tetangga kami- menagih ganti rugi.
"HAHAHA ... itu azab akibat mau merebut calon imam Linda! Sadar Kak! Ingat, ada azab!"
"DIAM KAMU! DASAR MIE MELEMPEM!"
"SANDAL JEPIT BAU KAMU YA, KAK!"
"DASAR POMPA SPITENG!
"DASAR KNALPOT BOCOR!
"HENTIKAN! SAYA INI KALIAN ANGGAP APA?!" teriak Pak Darwo kesal, wajahnya memerah. Lelaki itu menggulung sarung yang bertengger di pinggang, sebentar lagi ia dipastikan menghampiri Kak Kanha.
"LINDA! KALO SAMPAI PAK DARWO NGAMBIL UANG KITA BUAT GANTI RUGI KACA, BULAN DEPAN KITA DI USIR! GAK BISA BAYAR SEWA RUMAH!" teriak Kak Kanha dari bawah dengan wajah menengadah. Biaya sewa rumah memang agak mahal, karna fasilitasnya lengkap dan suasananya pun nyawan. Katanya sih komplek elit.
"BODO AMAT!"
"DASAR ADIK BEJAT!"
"KANHA! GANTI RUGI!" teriak Pak Darwo membuat tubuh Kak Kanha terhinjut.
"Pak Darwo, gini deh--"
"GINI-GINI APA! JANGAN HARAP KAMU BISA NGIBULIN SAYA, YA!"
Para tetangga lainnya menengok sebentar dari balik jendela, lalu menutupnya lagi. Hal seperti ini sudah biasa terjadi, lebih baik mereka tutup selimut, kembali tidur sambil mendengarkan musik favorit.
"Barter deh, Pak. Saya gak akan bilangin ke Ibu Jaenab kalo Bapak pernah kencan sama Mbak Warti," ucap Kak Kanha mencoba menawar. Mbak Warti adalah satu-satunya janda yang mengenakan leging ketat di komplek ini.
"Ka-kamu! Kamu buntutin saya?!"
"Gak sengaja liat, Pak. Heheh ... jadi gimana?" tanya Kak Kanha memastikan dengan alis terangkat-angkat. Wajah Pak Darwo berkerut-kerut, sesekali bibirnya ikut mengerucut. Sepertinya, otak beliau bekerja keras.
"Hayo Pak! Keputusan ada di tangan Bapak, pilih uang satu juta atau diomelin singa betina?" gadis berjilbab putih itu tersenyum manis disertai sinis, kali ini wajah Kak Kanha sangat menjengkelkan bagi Pak Darwo. Ingin saja ia tabok dengan panci bolong yang ada di dapurnya.
"Hah! Kurang ajar kamu, Kanha! Kali ini kamu lepas!" Pak Darwo kembali ke rumahnya sambil membenarkan sarung yang hampir melorot dari pinggang penuh lemak itu.
"Hihi ... padahal mah aku ngasal, taunya beneran kencan sama Mbak Warti. Dasar playboy cap babi!" perlahan suara Kak Kanha cekikikan.
"Tak sumpahin kalau kamu buntutin saya lagi, matamu bintilan saat hari pernikahan kamu nanti, Kanha!" ucap Pak Darwo balik lagi hanya untuk menyumpahi Kak Kanha.
"Pait pait pait pait pait!"
TOK TOK TOK
"LINDA, BUKA PINTUNYA!"
Gedoran keras terdengar dari luar. Ah, Kak Kanha ini benar-benar bar-bar!
"PINTUNYA GAK DI KUNCI KAK! DASAR CEROBOH!"
"DASAR KUPING GAJAH KAMU!" umpatnya sambil berkacak pinggang setelah memasuki rumah. Astaga! Ini baru jam 05:57 pagi. Dia benar-benar mengganggu semua orang. Aku malas melayaninanya, lebih baik lanjut tidur. Setelah itu memikirkan cara mendapatkan Abang Dhruv.
Krook ... krook ... krook ....
Yang benar saja! Kak Kanha malah tidur duluan daripada aku, suaranya sangat mengganggu. Pasti dia bergadang membuat sop buntut yang rasanya belum dipastikan itu. Perjuanganmu sia-sia, Kak. Karna sejatinya Abang Dhruv pasti jatuh kepada Linda.
TBC!
Salam manis dari Linda dan Kak Kanha, gengs 😙
![](https://img.wattpad.com/cover/199580013-288-k880957.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengejar Cinta
HumorMenceritakan dua orang kakak-beradik yang selalu memperebutkan lelaki yang sama, saling memperjuangkan dan menjadi pengejar cinta para cogan. "Bang Dhruv, nanti kalo kita nikah. Kita bikin lima yang kaya gini ya, Bang. Linda mau bikin tim basket, eh...