Bagaimana menyikapi sesuatu tanpa melibatkan emosi?
Prakk, brukk
Bunyi itu. Kenapa harus selalu terdengar setiap mereka berkumpul. Kalian tau bunyi apa itu? Tentu saja tidak, jadi biar ku beri tahu, itu adalah bunyi pertengkaran diantara semua orang di rumah ini yang selalu kusebut keluarga. Jika kalian mau tau mereka adalah orang tuaku, kakekku, adik dari ayahku dan tak lupa dengan anaknya yang ku sebut sepupu. Sepertinya hanya aku yang memilih tidak melibatkan diri dalam pertengkaran itu, bukan karena aku tidak dianggap di keluargaku tentu aku sangat dianggap karena aku hanya putri satu-satunya dari ke dua orang tuaku sehingga tak mungkin mereka tidak menganggapku karena itu sungguh konyol sekali, yang jelas aku tidak ada disana karena aku sudah lelah setiap kali aku muncul mereka selalu melontarkan kalimat yang mungkin atau bahkan tentu saja menyakiti hatiku jadi sebaiknya aku memilih berdiam diri saja dikamar seolah tidak ada yang sedang terjadi diluar sana. Hell, silahkan jika kalian menganggap hidupku ini menyedihkan menurutku ini justru belum ada apa-apanya kalian boleh mengatakan hidupku menyediakan sekali, tapi nanti ketika kalian sudah terlanjur jauh menyelami kehidupanku ini, tunggu saja. Sebelumnya mari berkenalan, Aurora Ridha Zetana itulah namaku. Si gadis menyedihkan dan terkurung dalam sangkar kepiluan. Sekarang biar kuberi tahu siapa nama orang tuaku, Ayahku, beliau adalah Tuan Janu Harsa salah seorang pengusaha yang berpengaruh di negeri ini, sedangkan ibuku, beliau adalah Nyonya Ambar Amrita salah seorang designer ternama di eranya hingga saat ini. Sedangkan kakekku, Wirawan Harsa mantan orang berpengaruh yang sekarang sudah mengistirahatkan dirinya, dan yang terakhir ada adik dari Ayahku atau yang ku sebut Tante beliau adalah Ritania Puspa Advokat yang terkenal dalam bidangnya, tak lupa dengan anaknya atau yang biasa ku sebut sepupu Raveena Thalita. Bisa kalian bayangkan sendiri seperti apa kehidupan keluarga yang rata-rata memiliki profesi yang menjamin. Mereka selalu mengejar kesempurnaan dalam hidupnya, sehingga apapun akan selalu mereka upayakan agar terlihat sempurna dimata orang lain. Dan sialnya aku juga harus menanggung beban atas kesempurnaan mereka, karena atas dasar kesempurnaan itu membuat aku harus kehilangan semua rencana yang sudah tersusun rapi untuk masa depanku. Tidak perlu ku jelaskan apa saja rencana indahku itu karna toh semuanya sudah berakhir direnggut waktu.
Di tengah kesunyian ruang tidurku ini kakiku melangkah menuju sudut ruangan yang terdapat meja kecil berisi potret keluargaku dulu, saat dimana kebahagiaan yang selalu meliputi kami, tapi apa yang bisa kita lakukan ketika waktu yang menjadi pengiring takdir mampu merubah segalanya, tentu kita hanya dapat mengikuti kemana waktu menuntun kita. Sejujurnya aku sungguh merindukan saat-saat itu ketika kami belum seberkembang sekarang dan saat kesempurnaan seolah ditempatkan paling belakang dalam hidup kami.
Ceklek
Bunyi pintu kamarku dibuka membuat aku menolehkan kepala kebelakang dan menemukan Ayahku berdiri didepan pintu, Ah sepertinya pertengkaran mereka sudah berakhir karena aku tidak lagi mendengar suara gaduh dibawah sana
"Ayah harus terbang ke belanda. Ada beberapa pekerjaan disana" pamitnya lalu tanpa menunggu jawabanku beliau sudah berlalu selepas menutup pintu.
Entah kenapa meskipun Ayahku sudah tidak seperti dulu, tapi aku masih mampu memakluminya karena setidaknya beliau selalu menyampaikan kepadaku kemana ia akan pergi. Berbanding terbalik sekali dengan ibuku yang sama sekali tidak pernah mengatakan apapun saat beliau harus pergi keluar bahkan aku sendiripun sangsi kalau beliau masih mengingat aku sebagai putri satu-satunya. Dulu sekali mereka pernah mengucapkan entah janji atau hanya bualan kalimat semata tapi sampai saat ini masih selalu terngiang dalam ingatanku
Sesibuk apapun Ayah sama Ibu nantinya, kita pasti akan selalu ingat sama kamu. Bahkan disaat kita harus pergi ke luar negeri kita janji kalau satu diantara kita harus ada yang dirumah menjaga kamu. Begitulah kalimat yang diucapkan oleh ibu bahkan disaksikan oleh ayah juga
Tapi aku bertahun lamanya aku mencari pembuktian dari ucapan itu dan tidak sama sekali kutemukan.Tidak ingin larut dalam kepiluan, aku memilih keluar kamar dan seperti sebelumnya, sama sekali tidak menemukan penghuni dirumah besar ini yang ada hanya barang yang berserakan sepertinya bekas dari pertengkaran tadi. Dan dugaanku mereka, kakek, tante dan sepupuku itu telah kembali kerumah mereka sedangkan ibuku sepertinya sudah kembali bekerja. Menghembuskan nafas aku memilih membersihkan barang yang berserakan dilantai.
Drrtt
Bunyi ponselku yang ada diatas meja membuat aku menghentikan kegiatanku membersihkan lantai
Melati Artita
Nama itu yang tertera dalam layar kaca persegi itu. Dia adalah satu-satunya sahabat yang aku miliki saat ini, tanpa pikir panjang aku memilih mengangkat panggilan itu"Halo"
"aduh Aurora, loe tuh darimana sih kenapa lama banget ngangkat telfonnya"
Itulah serentetan kalimat yang diucapkan diseberang sana, Melati ini memang tergolong perempuan yang cerewet dan cenderung blak-blakan dalam menyampaikan sesuatu
"Iyaa, maaf soalnya tadi aku habis bersih-bersih rumah" balasku
"Ihh loe tuh mau banget sih bersihin rumah segala tinggal panggil pembantu aja segala urusan beres kan" see, blak-blakan sekali bukan mulutnya itu
"Ck, kamu lupa ya pembantuku kan lagi pulang kampung. Lagian kenapa sih kamu nelfon aku bukannya tadi kamu bilang mau ada kelas ya"
"Ohh iya gue sampe lupa kan tujuan gue nelfon elo, jadi tadi pas dikampus gue ketemu si Randi Gutama, well loe kan tau dia setergila-gila apa sama loe jadi pas loe gak berangkat pastilah dia kelabakan nyariin loe"
"Udah? Kamu nelfon cuman mau laporan kalau Randi Gutama nyari aku, dan itu sama sekali gak ada unsur pentingnya Nona Melati Artita"
"Yee siapa tahu loe juga seneng denger laporan gue, eh tapi kan si Randi itu suka sama loe terus kenapa gak pernah nembak loe ya"
"Melati, Come on kamu tau kalo aku paling males berurusan sama dia. Dan kalopun dia mau nembak aku atau gak itu urusan dia toh aku juga gak bakal bisa nerima dia"
"Well, kenapa loe gak coba buat suka sama dia?" duhh, Melati ini paham gak sih kalau aku udah males ngomongin perihal Randi
"Stop okey. Aku rasa gak seharusnya kita bahas dia"
"Oke fine. Kalau gitu gue tutup aja deh soalnya kelasnya udah mau mulai. Byee,inget besok berangkat ya loe harus pokoknya"
"Hmm okey. Bye"
Lalu sambungan terputus dan akupun melanjutkan pekerjaanku yang belum selesai tadi.
Tbc.
Bab 1 masih singkat karena berisi pengenalan-pengenalan tapi bukan berarti bab bab selanjutnya akan panjang. Tergantung idenya 😊
Happy Reading and see you☺️☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
Gapai
Teen FictionMenyakiti. Satu kata yang sebisa mungkin akan ku lakukan di akhir hidupku atau bahkan tidak sama sekali. Tapi jika takdir menentukan bahwa aku yang harus tersakiti, haruskah menerima merupakan jalan utama? Atau memberontak menjadi solusi bicara? Sel...