"Ra, serius nih loe gak mau ikut? Kapan lagi loe punya kesempatan buat nampilin karya lukisan loe ke banyak orang, mumpung ada kesempatan nih"
Sedari tadi Melati sudah heboh dengan poster yang berisi informasi tentang pameran lukisan disalah satu gallery dijakarta itu. Sahabatku ini tidak henti-hentinya memaksaku untuk ikut pameran tersebut, yaa meskipun sejujurnya aku sangat ingin ikut tetapi aku masih harus memikirkan akibatnya jika sampai orang tuaku tau.
"Mel kamu kan tau sendiri sepengin apapun aku ikut itu tapi kalo sampe ayah ibuku tau bisa habis aku sama mereka" jawabku pada akhirnya
Saat ini kami sedang makan siang dikantin fakultasku, selepas aku kuliah tadi tiba-tiba Melati sudah heboh menelfonku yang ternyata tujuannya untuk menunjukkan poster pameran itu
"Ck. Selalu deh nyokap bokap loe itu rasanya gue pengen maki-maki mereka aja gak peduli mereka orang tua sahabat gue sekalipun. Lagian orangtua macam apasih mereka sampe mahamin anaknya aja gak bisa kalo gue jadi loe udah minggat kali Ra gue dari rumah" jawab Melati dengan ekspresi wajah yang jujur membuatku ingin tertawa melihatnya. Kadang aku berfikir betapa beruntungnya aku memiliki sosok Melati dalam hidupku, sahabat ku ini sepertinya memang sudah sangat bisa mengenalku luar dalam bahkan aku sendiri sangsi jika orang tuaku mengenalku luar dan dalam seperti Melati mengenalku.
"tuhkan sekarang kayaknya loe lagi hobi banget deh Ra melamun. Mikirin apa sih loe gue ngomong panjang lebar malah didiemin aja" tangan Melati kini sudah melambai-lambai didepan wajahku
"Ahh maaf. Aku gak mikirin apa-apa kok, ya intinya kayaknya aku gak bisa deh buat ikut pameran itu"
"Tuhkan loe kok nyerah gitu aja sih, pokoknya gue gak mau tau kita harus cari cara gimana supaya loe bisa ikut pameran itu titik"
"Mel ayolah itu terlalu beresiko buat aku atau bisa aja nanti kamu juga jadi dibawa-bawa, pokoknya aku gak akan kesana"
Aku menatap Melati yang sepertinya ingin mengeluarkan kalimat protesannya kepadaku tetapi urung dia lakukan karena aku memasang ekspresi seolah memintanya berhenti membahas perihal ini. Dan pada akhirnya kami melanjutkan makan siang lalu setelahnya aku kembali ke kelas karena masih memiliki satu mata kuliah yang harus aku ikuti, Melati juga memilih kembali ke rumah karena dia memiliki jadwal kuliah sore nanti.
Kakiku melangkah menyusuri koridor menuju kelasku yang kebetulan masih lumayan banyak mahasiswa yang berlalu lalang disekitar, lalu tak sengaja mataku menangkap sosok Randi yang duduk dikursi taman samping koridor dengan seorang wanita yang aku ketahui dia adalah senior wanita dikampusku yang cukup dikenal para kalangan pria karena kecantikannya, mungkin. Saat ini yang kulihat Randi tengah merangkul bahu senior itu dan sesekali mereka tertawa bersama, entahlah kenapa tiba-tiba aku mengingat ucapan Randi kemarin yang ingin memilikiku dengan apapun caranya tetapi yang kulihat sekarang justru dia yang asik bersenda gurau dengan wanita lain seolah dia tidak pernah melontarkan kalimat seperti kemarin padaku. Jika kalian berfikir aku cemburu melihatnya maka buang jauh-jauh fikiran itu karena yang kurasakan sekarang adalah perasaan lega setidaknya aku bisa berfikir jika ucapan Randi kemarin hanya main-main saja jadi aku tidak perlu terlalu mengkhawatirkan apa yang akan terjadi. Tidak terasa aku sudah berada didalam kelas, sembari menunggu dosen pengajarku masuk aku memilih menyiapkan buku berkaitan pelajaran kali ini.
🍂🍂🍂
Pukul setengah dua pagi aku terbangun karena merasakan badan ku sangat panas dan sepertinya aku terkena demam, pantas saja tadi siang aku merasa tubuhku sedikit lemas. Huft, sejujurnya aku salah satu orang yang benci dengan sakit karenanya sebisa mungkin aku selalu menjaga ketahanan tubuhku tapi sepertinya kali ini aku kecolongan sampai bisa tubuhku sepanas ini. Aku bangkit dari kasurku menuju dapur untuk mengambil kompresan tapi pemandangan dimeja makan membuatku berhenti sejenak, Ayah. Yaa aku melihatnya tengah berkutat dengan setumpuk berkas dengan mata yang tertuju serius pada layar laptopnya, aku memilih meneruskan langkahku dan berupaya untuk tidak menghiraukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gapai
Teen FictionMenyakiti. Satu kata yang sebisa mungkin akan ku lakukan di akhir hidupku atau bahkan tidak sama sekali. Tapi jika takdir menentukan bahwa aku yang harus tersakiti, haruskah menerima merupakan jalan utama? Atau memberontak menjadi solusi bicara? Sel...