Dirga tersentak saat Dea memanggilnya.
"Pak! kenapa anda memandangi saya dari tadi?" Tanya Dea agak sedikit nyaring karena lokasi mereka berjauhan.
"Ah! Aku-a-aku sedang memikirkan sesuatu bukan sedang memandangi kamu." Ucap Dirga terbata-bata.
"Astaga, Kenapa aku bisa se-pede ini." Batin Dea.
"Lanjutkan pekerjaan mu Dea." Teriak Dirga tegas.
"Baik paa!" Sahut Dea.
Selama seharian Dea hanya menyibukkan diri pada pekerjaannya, sampai ia lupa bahwa jam kerja nya sudah habis. Artinya semua orang sudah pulang. Astaga lagi-lagi Dea kelupaan waktu pulang.
Hari sudah malam, hawa dingin pun rasanya menusuk nusuk badan Dea.
"Aiss, Malam ini sangat dingin. Mana gaada bintang ih." Ucap Dea dalam hati sambil melangkahkan kakinya disisi jalan.
-sementara itu ditempat Dirga
Dirga masih terpikir betapa cerobohnya ia tadi.
Seharusnya ia tidak melakukan itu sampai kelewat batas memandanginya begitu pikir Dirga.
Pekerjaan yang ada didepan nya tak terurus, ia seakan akan terlalu ribut dengan jiwanya. Padahal hanya sebatas kejadian pandang-memandang saja.
Pasrah, Dirga merasa kalah. Pekerjaan yang ada dihadapannya tidak ia kerjakan.
Ia lebih memilih untuk memundurkan kursi dan memandangi langit disekitaran kaca kantornya.
Ia berpikir keras, mengapa harus ada jarak diantara mereka. Maksud nya ia memikirkan dirinya dengan Dea.
Ini salah paham, bentak Dirga dalam batinnya.
Ia seakan menyalahkan semua yang telah terjadi.
Namun, ia bisa apa?
Sudah tercipta jarak dan kesalah pahaman yang membengkak.
Dirga mulai merasa lelah, tapi ia tak mau pulang ke rumah. Ia lebih memilih untuk tidur dikantornya dengan setumpuk pekerjaan yang tak pernah disentuhnya sedari tadi.
-----
Dirumah Dea
Saat itu ayah Dea dan ibunya sedang berbincang bincang berdua.
Mereka membicarakan bos dari Dea siapa lagi,kalau bukan Ananda Dirgantara?
Mereka serasa ingat dengan marga itu, entahlah itu seakan tidak asing.
Ya tidak asing.
Tidak asing.
"Bu, ingat Mahesa Dirgantara tidak?"
Tanya ayah Dea yang kelihatan sekali kebingungan."Hm, ibu tidak asing dengan nama itu yah. Tapi, ibu lupa siapa dia?" Ucap ibu yang malah berbalik tanya pada ayah.
"Astaga, bukannya itu teman temannya ayah? Yang dulu sama sama mencari si Tio karena sama sama ditipu?" Sahut ibu Dea yang tiba tiba mengagetkan ayah.
"Ah iyaya Bu? Ayah lupa astaga. Apa mereka ingat kita ya Bu, dulu sama sama menuduh kalau Tio bersekongkol dengan salah satu dari kami" Jawab ayah sambil diiringi tawa renyah.
Tio, Paman itulah yang menyebabkan semua kekacauan di keluarga kami, Dia yang membawa uang Ayah Dea dan menyebabkan kerugian yang besar. Entahlah dimana orang itu, rupanya yang jadi korban bukan hanya ayah Dea tapi keluarga Dirga, ya Ananda Dirgantara.
Lantas,mengapa hanya Dirga yang mengingat Dea? Mengapa Dea lupa dengan Dirga? Bahkan ayah dan ibu Dea juga lupa?
---- tunggu nextnya yaaa..
Ini sambil mikir ini:)
Sorry,pendek ya. Buntu otak ini tidak bisa berpikirr.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Life | •T A M A T• |
Ficción GeneralAku menatap langit,berkata mengapa ini begitu berat,begitu sakit. Sudah sekitar 15 tahun sejak bermulanya kejadian-kejadian kelam yang membawaku sampai disini,menjadi seorang office girl disebuah kantor yang besar,walaupun aku seorang sarjana. Ah mi...