VIII

5.8K 685 78
                                    

"Aku mendadak tenar," ujar Jaehyun saat Johnny berdiri di sampingnya. Ia bisa mendengar Johnny tertawa dengan sangat puas. Tangannya merangkul pundak Jaehyun lalu mengacak surainya hingga berantakan. Beberapa saat kemudian, mereka berjalan menuju halte.

"Tentu saja. Kau melepas lensa kontakmu."

"Aku lepas karena itu permintaanmu, Hyung."

Ya, hari ini adalah hari pertama Jaehyun melepas lensa kontaknya. Rasanya aneh, apalagi ketika orang-orang menatapnya, mendekatinya untuk bertanya apa yang terjadi dengan matanya. Dan ia hanya menjawab sekenanya, 'mataku sebenarnya sudah begini sejak dulu, aku hanya memakai lensa kontak'.

Ralat, 'mataku begini sejak aku mengaku pada Johnny Seo kalau aku menyukainya'. Tapi, mana mungkin Jaehyun menjawab dengan kalimat itu pada orang-orang?

Tapi, ada juga orang yang bilang Jaehyun hanya mencari sensasi saja dengan meniru Johnny. Dan itu secara otomatis mengaktifkan sifat sarkas dan dingin Jaehyun untuk beberapa saat.

"Jangan dengarkan kata orang," ujar Johnny. Ia tahu reaksi Jaehyun saat itu karena kebetulan berada di tempat yang sama. Ia melihat bagaimana Jaehyun hampir bangkit dari tempatnya dengan telinga memerah menahan amarah, jika saja Johnny tidak memberi isyarat padanya untuk tetap tenang.

"Mereka tidak akan paham."

"Tapi, Hyung, aku punya telinga yang bisa mendengar omongan mereka."

"Dan kau punya tangan untuk menutup telingamu."

Johnny terkekeh, ia menutup kedua telinga Jaehyun dengan telapak tangan, membuat sosok yang lebih muda merengut lucu. Johnny kadang heran, sebelum bertemu dengan Jaehyun, ia sering mendengar desas-desus kalau Jaehyun bukanlah orang yang menyenangkan. Padahal sebenarnya, Jaehyun sebegini lucunya?

"Tetap saja, aku tidak menyukainya," ujar Jaehyun. Ia melepas tangan Johnny dari telinganya.

"Kau harus sering menunjukan diri di dekatku kalau begitu, mereka akan diam dengan sendirinya."

Jaehyun tidak merespon. Ia hanya bungkam dan menautkan jemarinya ke jemari Johnny diam-diam. Ia tidak ingin membayangkan seberapa berisiknya nanti jika orang-orang melihatnya berjalan dengan Johnny —terlebih saat mereka sudah berstatus sebagai pasangan. Mereka sama-sama terkenal, bedanya jika Johnny terkenal karena kehangatannya, Jaehyun terkenal dengan sifat dinginnya.

Tidak akan ada yang akan menyangka kalau mereka terikat takdir yang cantik ini, kecuali—

"Kau tahu, Hyung? Sicheng ternyata sengaja mengirimku ke apartemenmu. Dia sudah menyadari semuaya lebih cepat. Aku menemuinya hari ini, dan ia terlihat histeris melihat mataku."

— Dong Sicheng. Ah, si tirus itu.

Jaehyun ingat bagaimana histerisnya pemuda itu saat mereka bertemu. Berkali-kali Sicheng berteriak 'Astaga, Jaehyun! Matamu biru!' di kafeteria. Sangat memalukan, sampai-sampai Jaehyun meninggalkannya.

"Benarkah? Berarti ia sudah pernah melihat matamu sebelumnya." Johnny mengangkat sebelah alisnya, dibalas Jaehyun dengan mengangkat bahu sekilas.

"Yah, sepertinya aku kecolongan."

"Kita harus berterima kasih padanya kalau begitu. Bagaimana kalau kita mentraktirnya kapan-kapan?"

Jaehyun memutar bola mata malas. Sicheng sudah sangatlah kaya, itu hanya akan menjadi penghinaan untuk mereka sendiri.

"Tidak perlu. Berterima kasih saja dia pasti sudah sangat senang."

Johnny terkekeh. Saat mereka sampai di tempat peberhentian bus, Jaehyun segera duduk di kursk, sedangkan Johnny tampaknya lebih senang berdiri dan menatap jalanan. Jaehyun melirik pasangannya, rambutnya hari ini terlihat lebih rapi karena disisir ke atas —membuat Jaehyun bisa melihat samuderanya dengan begitu jelas dan terang.

Jaehyun memalingkan wajah malu-malu saat Johnny menoleh ke arahnya. Mungkin menyadari kalau Jaehyun memperhatikannya sedari tadi. Johnny terkekeh, ia duduk di samping Jaehyun lalu merangkulkan lengannya yang kokoh di bahu Jaehyun.

"Jaehyun. Bagaimana kalau kita membeli buah-buahan saat sudah sampai nanti?" tanyanya. Mungkin karena ia melihat seorang perempuan dengan anaknya yang menenteng plastik berisikan buah pir berlalu melewati mereka.

"Boleh. Aku tahu toko buah-buahan yang paling segar di Busan."

Ya, mereka akan pergi ke Busan. Lebih tepatnya, mereka akan pergi ke rumah orangtua Jaehyun.

Dan jika kalian bertanya-tanya apa ini mau Jaehyun, jawabannya adalah bukan. Ini mau Johnny Seo.

"Apa buah kesukaan orangtuamu?"

"Semangka."

"Baiklah, ayo beli itu."

"Semangka 'kan mahal. Lebih baik kita beli yang lain saja."

Jaehyun menatapnya dengan tatapan memelas. Ia tahu Johnny sedang kehabisan uang akhir-akhir ini karena membeli tiket dan kebutuhan bulanannya. Jaehyun jadi melihat sisi keras kepalanya sejak hari itu.

"Tidak apa, aku masih punya tabunganku. Lagipula, ini sebagai rasa terima-kasihku yang pertama. Seterusnya aku akan memberikan yang lebih pada orangtuamu karena sudah melahirkan dan merawatmu sehingga aku bisa bertemu denganmu."

Wajah Jaehyun memanas. Ia memalingkan wajah, masih belum terbiasa dengan ucapan-ucapan manis dari pemuda Chicago itu. Diam-diam Jaehyun berharap Johnny tidak sadar kalau telinganya sudah semerah daging buah semangka.

"Hyung, kenapa kau pandai sekali berbicara?" Tanya Jaehyun. Tanpa sadar bibirnya mengerucut karena malu.

"Kenapa? Aku mengatakan yang setulus-tulusnya lho, Seo Jaehyun."

"Hentikan!"

Ia tertawa, keras sekali sampai-sampai kucing liar yang lewat hampir melompat kaget mendengarnya. Di detik berikutnya, Jaehyun bisa merasakan pipinya ditarik. Sesuatu yang lembut menempel sekilas di bibirnya yang ranum.

Jaehyun merasakan jantungnya hampir meledak. Ini bukan kali pertama Johnny menciumnya di tempat umum, hanya saja ia masih belum terbiasa dengan perlakuan lembut darinya.

"Terima kasih, Jaehyun."

Johnny menatap matanya dengan mata samuderanya. Senyuman menenangkan itu kembali ia perlihatkan pada Jaehyun. Jemarinya mengusap lembut surai mahoninya.

"U-untuk apa?"

"Untuk mata ini, untuk segalanya."

Dan kembali, yang Jaehyun bisa lakukan saat ini hanyalah menatap matanya lekat-lekat, tersenyum, lalu mengangguk pelan.

Mereka sudah menyatu sejak hari itu. Tidak ada malam di matanya -juga mata Jaehyun, yang ada hanyalah samudera indah berwarna biru yang sangat dalam –sehingga siapapun akan terlena, tenggelam dan tidak bisa kembali ke permukaan.

"Aku juga berterima kasih padamu, Johnny Seo. Untuk mata samudera ini, untuk semuanya."

—FIN

Hai! Maaf baru muncul! Si penulis lagi /sok/ sibuk jadi baru bisa update.

Terima kasih buat yang ikutin kisah ini dari awal sampai akhir. Maaf kalau masih banyak kekurangan, semoga di project berikutnya bisa jadi lebih baik lagi ㅎ

Silahkan jatuhkan saran dan kritiknya ya? Terima kasih!

Salam johnjae,

Nebula

Deep Blue Eyes || Johnjae ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang