I

9.8K 1K 115
                                    

Jung Jaehyun sebenarnya masih tidak mau menerima dirinya yang tidak bisa menolak baik ucapan maupun tindakan sepihak Dong Sicheng. Tapi nyatanya, ia sudah mengepak seluruh barang-barangnya dan pergi dari apartemen itu tanpa meninggalkan senyum bermakna terima kasih. Diam-diam, ia menahan diri untuk tidak mengacungkan jari tengah kepada sosok yang menjadi pahlawan baginya untuk -setidaknya- beberapa bulan ini.

Satu hal yang ingin ia lakukan saat ini adalah menarik kembali titel "teman" yang selama ini melekat erat di sebelah nama seorang Dong Sicheng. Satu jam yang lalu, pemuda berkebangsaan China itu menendangnya keluar dari tempatnya karena ia merasa kalau mereka sudah terlalu lama tinggal bersama tanpa peduli kalau Jaehyun (yang merupakan "anak hilang" dari Busan) tidak setuju.

Harga sewa di Seoul benar-benar tinggi. Jaehyun yang hanya bekerja paruh waktu di sebuah toko alat musik hanya mampu membayar setengahnya. Ditambah gaya hidupnya yang baru saja menginjak usia dewasa tidak bisa dijauhkan dari alkohol membuat biaya hidupnya naik sedikit.

Beberapa bulan yang lalu, ketika Sicheng mengajaknya untuk tinggal bersama secara cuma-cuma di apartemen miliknya karena ia kesepian, Jaehyun si gunung es hampir saja meneteskan air mata. Tapi kini, mereka mungkin akan saling menjauhi untuk sementara. Sicheng mungkin akan merasa sedikit bersalah pada Jaehyun dan sebaliknya Jaehyun berniat untuk menolak segala pertemuan dengan Sicheng untuk saat ini.

Namun, ia tetaplah Dong Sicheng. Sosok yang selalu berhasil membuat semua orang terkejut dengan "kebaikan hatinya".

Saat ini, Jaehyun menarik koper berwarna darahnya ke apartemen nomor 127, tempat di mana ia akan tinggal nanti. Tidak, Sicheng tidak memberikan apartemen padanya secara cuma-cuma (dia memang lahir dari keluarga kaya, tapi ia tidak akan melakukan hal semacam itu).

Ia mengirim Jaehyun pada orang asing yang tengah mencari house-mate. Akhir-akhir ini, orang-orang di kampus banyak yang sedang mencari house-mate. Biasanya supaya mereka bisa tinggal enak di apartemen dengan harga yang relatif lebih murah karena mereka membayar biaya sewa bersama-sama. Lagi pula, untuk beberapa orang, tinggal berdua lebih baik daripada tinggal sendiri.

Tapi, demi apapun itu yang dikatakan Sicheng soal bagaimana Jaehyun harus bisa bertahan hidup di kota besar dengan penghasilannya sendiri, Jaehyun tetap tidak setuju. Bagaimana bisa ia membiarkanku tinggal dengan orang asing? Pikirnya.

Jaehyun menekan bel. Kakinya yang dibalut sepatu sneaker mengetuk-ngetuk lantai bagaikan ritmis tanpa ketukan. Ia mengatur napas, berharap siapapun yang akan membuka pintu tidak mendapat semprotan emosi yang sedang ia rasakan. Jaehyun tahu dengan jelas kalau ia kadang bisa menjadi sosok yang menyebalkan, tapi ia tidak ingin mendapat kesan pertama yang buruk dari siapa pun.

Dan siapapun yang akan membuka pintu nanti, Jaehyun hanya berharap kalau orang itu tidak akan membuatnya merasa terganggu atau terganggu dengan kehadirannya.

Menurut informasi dari Sicheng, pria yang akan tinggal bersamanya itu bernama Johnny Seo.

Ia tidak diberitahukan apa-apa selain nama. Tidak ada foto ataupun hal lain yang akan membantunya mengenali pria itu. Sicheng hanya mengatakan kalau orang itu tinggal di Apartemen X di daerah Hapjong-Dong, nomor 127. Itu saja. Itulah kenapa Jaehyun butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk benar-benar menekan bel, jaga-jaga kalau ia mendapat alamat yang salah atau Sicheng hanya menjahilinya saja dan jika hal itu terjadi, Jaehyun siap kembali ke hadapan Sicheng untuk membunuhnya.

Jaehyun menekan bel sekali-lagi, si pemilik apartemen tidak merespon suara bel. Setelah beberapa saat, derap langkah buru-buru terdengar dari dalam diikuti suara klik dari knop pintu yang diputar. Pintu itu terbuka, memberikan sedikit celah untuk si pembuka pintu menyembulkan setengah dari wajahnya.

"Jung Jaehyun?"

Oh, Tuhan.

Jaehyun hanya bisa bungkam saat matanya bersibobrok dengan figur di balik pintu yang terbuka setengahnya. Sejenak ia hanya menatap intens sosok itu tanpa suara, tanpa pergerakan. Diperhatikan pria itu sebentar. Rahang yang tegas nan tajam, surai berwarna hitam pekat dengan bulir-bulir di ujung-ujung helainya (sepertinya ia baru saja membersihkan tubuhnya) dan—

—mata yang tajam dan indah.

"... halo? Bumi kepada Jung Jaehyun?"

Jaehyun tertegun mendengar suara huskynya. Suara itulah menarikku ke dunia nyata.

Dianggukan kepalanya dengan cepat. "Ya, saya."

Jaehyun bisa melihatnya tersenyum. Tangan kekar itu membuka pintu lebih lebar sehingga ia bisa melihat sosoknya sepenuhnya. Dan sekali-lagi ia dikejutkan oleh seorang Johnny Seo, terlebih saat melihat sepasang manik miliknya. Sejenak ia melupakan amarah yang ia luap-luapkan pada Sicheng, ia bahkan lupa caranya menggunakan mulut untuk berbicara.

"Apa kau lupa pada namamu sendiri?" Johnny mengudarakan kekehan ringan.

Jaehyun yang tidak bisa merespon banyak, hanya mengangguk. Setidaknya dalam kebingungannya, ia harus tetap terlihat sopan walau sedikit, walau sebenarnya jantungnya berdetak dengan tidak normal saat ini.

Ia melepas sepatunya lalu mengekori Johnny ke dalam. Kepalanya tertunduk, berusaha mengaburkan pandangan untuk menghindari mata indah itu selagi pemiliknya sedang sibuk menjelaskan letak kamar mandi, dapur dan kamar. Jaehyun tidak terlalu menyimak, toh, ia akan tahu dengan sendirinya.

"Juga... karena kita akan tinggal bersama, kau bisa bicara santai padaku. Kudengar kau lebih muda, jadi kau bisa memanggilku 'Hyung'. Aku orang yang santai, kau tidak perlu segan padaku. Aku akan menjelaskan biayanya nanti. Apa ada yang ingin kau tanyakan?"

"Matamu sangat cantik."

"Oh, ya?"

Pujian itu ia layangkan tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Telinganya memerah. Si surai malam tampak terkejut pada awalnya, namun ia kembali terkekeh dan menatap mata Jaehyun lekat-lekat. Nampaknya ia tidak menyadari kalau Jaehyun benar-benar terganggu dengan tatapannya.

Terganggu karena Jaehyun yakin, ia tidak akan bisa tidur malam ini karena memikirkannya.

"Terima kasih. Sudah kuduga kau sedari tadi memperhatikan mataku," ujarnya santai. Ia kembali memberikan gestur 'mendekatlah' sembari menuangkan jus jeruk yang tadi ia ambil dari kulkas ke dalam sebuah gelas. Jaehyun sekali lagi butuh waktu beberapa saat untuk mendekat.

"Mata ini aku dapatkan dari lahir. Orang-orang selalu aneh pada mataku yang warnanya berbeda.  Kau orang ketiga setelah orangtuaku yang memujinya, aku berterima kasih secara tulus padamu."

Johnny memiliki warna biru yang menenangkan di mata kirinya dan warna hitam di mata kanannya.

Bibir Jaehyun tertutup rapat-rapat, menahan semua pertanyaan yang rasanya tersangkut di tenggorokan. Sejak pertama kali ia melihatnya, ia benar-benar yakin kalau sosok di hadapannya ini bukanlah manusia,

tapi samudera cantik yang sangat dalam –sehingga ia terlena, tenggelam dan tidak bisa kembali ke permukaan.

—TBC.

Uh... Hello?

Deep Blue Eyes || Johnjae ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang