Naskah ini dipublikasikan guna mengikuti ujian akhir kelas menulis oleh sekolah menulis id
Karya saya tidak bagus-bagus sangat (pikir saya), tapi saya harap panjenengan (dengan saya sebagai saksi) adalah sebagus-bagusnya seseorang yang bisa menghargai jerih payah karya orang lain..
Word : 1100+
Mari bantu saya temukan typo ✍️(◍•ᴗ•◍)❤
Namanya Almeera Hasna Alfathunnisa. Memiliki arti putri raja yang baik dan lemah lembut. Nama yang indah, mempesona seperti seseorang yang memiliki nama itu. Bukan hanya parasnya, namun juga qolbunya.
Dia istriku. Istri seorang pria bernama Arul Haidar Al-Qousy. Kami sudah lima tahun menikah, namun kami belum memiliki momongan. Waktu cek kesehatan dokter memvonis kami baik-baik saja, semuanya normal. Tapi entahlah, mungkin saja Sang Ilahi memang belum mengijinkan kami memilikinya.
Aku tahu, sangat tahu jika batin istriku sangat terluka setiap kali ada orang yang bertanya "kapan?" Pertanyaan itu jugalah yang selalu bagai sebilah pedang yang menghunus jantungku. Bagai duri dalam daging pada pernikahan kami.
Andai aku bisa, akan ku sumpal semua mulut beracun itu. Namun yang hanya bisa ku lakukan hanyalah mengelus punggungnya, melontarkan kata sabar. Dan ketika ia dalam keadaan benar-benar lelah, ia tidak sungkan-sungkan berkata "sampai kapan?"
"Sampai mati," begitulah jawabku selalu. Perihal menguatkan, aku adalah pelindungnya, malaikatnya, imamnya maka aku tak boleh melemah, sekalipun kesabaranku pun seolah telah diambang batas. Aku tetap harus kuat, tetap harus menuntunnya agar ia tak lupa akan rahmat-Nya yang selalu menaungi kami. Aku harus menjaganya, melindunginya dari rasa putus asa.
Aku yang tak ingin membuatnya berlarut-larut dalam kesedihan pun membuatnya sibuk. Setiap hari ku ijinkan dia mengajar di TPQ bersamaku. Bertemu dengan anak-anak yang membuatnya ceria, hal itu sedikit membuatnya lupa akan kesedihannya.
Suatu hari kami ada jadwal check up. Tanpa sadar, atau mungkin karena tenggelam dalam pekerjaan, istriku bilang ia telat datang bulan selama empat bulan. Tapi mengapa jika ia hamil terasa tak ada tanda-tanda? Ia bahkan tak merasa mual atau pun hal-hal yang biasa terjadi pada ibu hamil lainnya. Akhirnya kami pun memutuskan untuk memeriksakannya.
Ia selalu menggenggam tanganku ketika hendak masuk ke ruang periksa. Ia bilang ia takut. Lalu aku menyemangatinya dengan berucap "santai, sabar, kalem." Itu cukup membuatnya tersenyum lalu mengangguk. Meskipun ku rasa genggaman tangannya masih dingin di tanganku.
Setelah beberapa menit menunggu, ia akhirnya keluar dari ruang periksa. Aku menyambutnya dengan rentetan pertanyaan gembira. Tentu saja, karena aku memang sangat-sangat berharap.
"Gimana kata dokter? Apa ada sesuatu di dalam perut? Mungkin bayi. Apa hasilnya kamu hamil?"
Ia tak menjawab, hanya menunduk. Dan tanpa diberi jawaban pun aku tahu jawabannya. Ku genggam tangannya "ya sudah. Tidak apa-apa. Yang penting kamu sehat kan? Apa kata dokter?"
"Gangguan menstruasi, Mas," jawabnya. "Kata dokter mungkin pola makan kurang sehat. Disuruh banyak makan sayur, olahraga, dan dilarang setress."
"Hahaha.. Sudah ku buat bahagia kok masih setress saja sih, Zaujati?" godaku kemudian. Ia tersenyum, lalu mencubit pinggangku seperti biasa. Ah andai saja cubitan itu bisa mengurangi rasa sedihnya, aku rela jika dia mencubitku setiap hari, sepanjang detik. Namun sayang, cubitan itu tak mampu hilangkan sedihnya. Buktinya setelah ia mencubitku, wajahnya kembali muram.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Caption
Short Story📝 Kumpulan Cerita Pendek (◍•ᴗ•◍)❤ Tentang The Caption: "Karena setiap momen di dunia, adalah sebuah cerita." _________________ Semoga bombong ing penggalihmu (◍•ᴗ•◍)❤