Dengan datangnya angin pagi dan hangatnya mentari yang baru saja bersinar pelajar berseragam putih abu-abu itu, yang jumlahnya ratusan telah melewati gerbang sekolah. Salah satunya adalah bocah laki-laki yang terkenal akan kejailannya. Wajahnya yang rupawan itu tampak berseri-seri. Seolah tak ada beban yang menghampirinya.
Namanya Zahran Al-Fachri. Anak seorang buruh bangunan. Ia merupakan anak tertua dan mempunyai dua orang adik. Sebagai anak seorang buruh bangunan, Zahran tau diri. Dia tak pernah menuntut macam-macam dari orang tuanya. Dia sangat bersyukur dapat bersekolah di SMA Negeri yang bagus dan bertahan hingga kelas XII saat ini.
Ia berjalan dengan santai menuju ruang kelasnya. Sesampainya di pintu kelas, ia berpapasan dengan Liana. Liana yang hendak keluar dan Zahran yang hendak masuk. Zahran pun memiliki ide untuk menjaili Liana. Ketika Liana ke kanan dia ikut ke kanan. Dan ketika Liana ke kiri dia ikut ke kiri.
"Kamu itu nggak jelas ya?" kesal Liana pada Zahran.
"Yang nggak jelas itu siapa? Kamu mau ke kiri apa ke kanan?" ucap Zahran dengan wajah tersenyum menahan tawa.
Liana yang terlanjur kesal itupun melengos begitu saja. Meninggalkan Zahran yang tersenyum puas karena berhasil menjahilinya.
Zahran pun masuk ruang kelas dan duduk meletakkan tasnya. Meskipun masih pagi, ternyata telah banyak anak yang tiba di sekolah. Zahran terkejut ketika tiba-tiba mendapati sosok Nadhifa bocah ayu nan enerjik berada tepat di depannya ketika ia mendongakkan kepalanya. Ia terkejut karena Nadhifa membawa sapu dengan tatapan mata yang penuh selidik.
"Tumben berangkat pagi? Biasanya telat. Mau ngapain?" Tanya Nadhifa yang mengalihkan seluruh perhatian anak-anak yang ada di kelas karena suaranya yang terkenal cukup keras.
"Eh Nadhifa. Kamu nggak tau ya? Aku berangkat pagi kan karena pengen bantuin kamu piket. Eehhh tenyata kelasnya sudah rapi nan bersih. Jadi yaaa nggak jadi deh." Jawab Zahran dengan menggaruk-nggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal dengan senyum nggak jelas.
"Enak saja. Nih sapu. Bersihin tuh halaman depan masih kotor," ucap Nadhifa dengan memberikan sapu kepada Zahran.
Zahran pun bangkit, bergantian dengan Nadhifa yang duduk. Ketika hendak keluar kelas ternyata Zahran berbuat jahil. Ia berjalan sambil berjoget menirukan gaya Syahrini dengan menggeser meja-meja kelas sehingga kembali berantakan. Bukan hanya itu ia juga menggertakkan sepatunya yang penuh dengan pasir sehingga kelas kembali kotor.
"Maju mundur, maju mundur cantik, cantik. Geser kanan, geser kiri cantik, cantik."
Anak-anak yang berada di kelas pun tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala mereka melihat tingkah konyol Zahran. Sedangkan Nadhifa, ia tampak melongo melihat tingkah teman sepiketnya itu.
"Zahraaaannn!!!" teriak Nadhifa keras membuat pemilik nama itu menoleh.
"Waaahhh ... Nenek lampir marah. Kabuuurrrr!!!" Zahran pun berlari tunggang langgang dan dikejar oleh Nadhifa. Padahal aksi kejar-kejaran mereka hanya berada di dalam kelas. Namun Nadhifa tak dapat menangkap Zahran karena selalu saja terkecoh.
"Eh.. Nggak kena. Nggak kena. Weeekkk." Ucap Zahran pada Nadhifa dengan menjulurkan lidahnya.
Teman-teman mereka pun tersenyum melihat aksi Zahran dan Nadhifa. Tanpa mereka sadari bahwa itu mungkin aksi pagi Zahran yang terakhir kalinya.
***
Sudah satu bulan lamanya kelas XII IPA 1 menjadi sepi, tak ada lelucon dari seorang bocah yang biasanya membuat teman-temannya tertawa gembira. Bocah itu adalah Zahran. Ya, suasana sepi ini karena Zahran Al-Fachri. Sebuah nama yang sudah jadi legenda tersendiri bagi teman-temannya. Hampir setiap hari nama itu begitu akrab di telinga warga SMA Tunas Bangsa. Mereka sering menceritakan tentang tingkah laku Zahran yang jahil.
Sesungguhnya Zahran bukanlah seorang anak yang sangat pintar atau anak yang diakui mempunyai kelebihan dibanding anak-anak lain di sekitarnya. Hanya kelucuan, kejahilan dan tingkah konyolnya sajalah yang membuat ia menjadi populer. Ia bak seorang pelawak tanpa bayaran. Setiap hari ada saja anak yang menjadi korban kejahilannya.
Sikap jahilnya pun bervariasi. Mulai dari menukar sepatu teman-temannya yang berada di rak saat masuk lab, menirukan gaya guru di depan kelas, melempar kertas pada temannya yang tidur saat pelajaran, dan yang paling parah adalah saat dia berpura-pura ingin bunuh diri dari lantai dua gedung sekolah yang menyebabkan ia masuk dalam majalah sekolah dan menjadi sepopuler ini. Ketika di hukum di depan kelas, ia selalu saja menyanyikan lagu-lagu lucu yang membuat teman-temannya tertawa.
Rasanya sudah lama tak melihat tingkahnya itu karena ia tak kunjung masuk sekolah. Teman-temannya pun merindukannya. Setelah diadakan rapat oleh ketua kelas, mereka pun sepakat seusai sekolah nanti mereka akan pergi ke rumah Zahran untuk mencaritahu alasan Zahran lama tak masuk sekolah.
"Assalamu'alaikum," mereka mengucapkan salam dengan serempak sesampainya di rumah Zahran yang sangat sederhana.
"Wa'alaikumus salam," Jawab Ibu Rodliyah, Ibu Zahran dan mempersilahkan mereka untuk masuk. Alangkah terkejutnya mereka melihat Zahran yang terbaring tak berdaya di atas kasur lantai. Wajahnya yang tampan dan biasa tersenyum ramah itupun memucat.
"Zahran kenapa Bu?" Tanya Nadhifa, bocah energik yang biasanya bercanda dengan Zahran itu sedih. Bu Rodliyah yang sedari tadi terus menagis itupun mulai bercerita. Beliau ingat benar kejadian beberapa bulan yang telah berlalu namun masih membekas hingga sekarang.
Saat itu beliau berada di rumah sakit memeriksakan Zahran yang setiap hari mimisan. Dan di hari itu pula dokter memberinya sepucuk surat yang menyatakan bahwa Zahran mengidap kanker otak dan telah mencapai stadium akhir. Selama ini Zahran tak mau dibawa ke rumah sakit karena ia sadar, orang tuanya pasti tak memiliki cukup biaya untuk membayar pengobatannya yang terbilang mahal itu. Zahran juga tak mau menceritakan hal ini pada teman-temannya karena takut merepotkan mereka.
"Dia selalu menghibur saya. Dia bilang kalau dia pergi Ibu harus ikhlas. Katanya, Gusti Allah sudah kangen sama dia, makanya dia dipanggil dengan cepat. Tolong maafkan dia jika dia punya banyak salah. Dia bilang dia merubah sikapnya dari yang mulanya pendiam menjadi konyol dan jahil itu semata cuma pengen membuat kalian senang dan mengenang dia nanti ketika dia sudah tidak ada nanti," cerita Ibu Rodliyah itu pun membuat teman-teman Zahran berkaca-kaca.
Ibu Rodliyah memegangi tangan Zahran yang terkulai lemas. Sesaat Zahran membayangkan bagaimana cemasnya ibunya selama ini. Zahran tak bisa mengatakan apapun. Mulutnya telah kelu. Ia hanya bisa tersenyum dan memandang ke luar jendela, langit yang begitu putih nan cerah seolah hendak memeluknya.
Tak terasa sudah satu jam lamanya mereka larut dalam kesedihan. Sementara rasa syahdu malah merambati hati Zahran yang tengah berbaring dikelilingi teman-temannya yang menangis. Damai sekali hati Zahran saat itu. Ia mengucapkan syukur pada Allah dalam keheningan. Ternyata permintaannya telah dikabulkan. Sederhana sekali permintaan Zahran. Ia hanya ingin pergi dalam keadaan yang bahagia karena orang-orang yang ia sayangi akan mengingatnya ketika ia tiada nanti.
Tangan Zahran bersedekap. Matanya terpejam. Detak jantung dan denyut nadinya berhenti. Nafasnya pun tiba-tiba hilang. Lama-kelamaan keluarga Zahran dan teman-temannya pun menangis tersedu-sedu di dekat telinga Zahran. Bahkah Ibu Rodliyah yang usianya mulai menua harus terbungkuk-bungkuk menahan tangis dan batuknya yang datang menyela.
"Zahraaaannnn ..." mereka memanggil-manggil nama itu dan menghoyak-hoyakkan tubuhnya. Tapi sebenarnya Zahran masih bisa mendengar suara-suara mereka meski matanya telah terpejam. Mungkin mereka akan berkata bahwa Zahran telah meninggal. Tapi bagi Zahran, dirinya masih hidup. Hidup dalam ingatan mereka. Karena Zahran telah berhasil mengukir berjuta kenangan indah bersama mereka sebelum ia tiada.
Kota Bangkit (Rembang),
Kelas XII SMA Negeri 1 Kragan
©2017 Yunimatul Azizah
KAMU SEDANG MEMBACA
The Caption
Short Story📝 Kumpulan Cerita Pendek (◍•ᴗ•◍)❤ Tentang The Caption: "Karena setiap momen di dunia, adalah sebuah cerita." _________________ Semoga bombong ing penggalihmu (◍•ᴗ•◍)❤