Sudut Itu... (Chandani)

3 0 0
                                    

Cerita itu lama, namun tetap tak selama awal mula terciptanya bumi. Cerita itu lama, cukup untuk membuatku lupa bagaimana aku harus memulai menceritakan kisah ini. Langit yang tak mendung namun juga tak cerah, membuatku sementara ingin diam, yaa diam namun aku membenci kesunyian. Angin ini tak kencang, namun cukup membuat daun itu bergoyang barang 1- 2 menit. Angin itu membuatku tak mau bergerak, namun aku membenci terpaku. Sudut itu tak ayal membuatku ingat, namun aku benci ingatan itu. Tempat itu membuatku mengerti, namun aku menginginkan untuk tidak mengerti lagi. Kau tak mengira aku akan menceritakan masa lalu tentang cinta bukan.? Bukan aku takkan bercerita tentang cinta. Aku hanya ingin bercerita betapa sudut itu membuatku berubah. Yaa, berubah,  bahkan sudut itu yang membuatku dulu merasa seakan  duduk terpaku dan tak melakukan  apapun menjadi lebih menarik daripada menyanyi, dan bercerita. Sudut itu membuatku merasa bahwa hidupku hanya perkara aku dan sudut itu. Bahkan jika ada tawaran untuk bermain dan bercerita dengan lingkunganku, aku hanya akan memilih duduk terpaku berjam berjam selama aku berada di sudut itu. Menarik, bukan mungkin kata yang cocok adalah aneh. Tak jarang orang orang melihatku dengan tatapan sinis karena kulitku yang memutih akibat kurangnya sinar mentari. Apakah aku albino.? Apakah aku bule.? Apakah aku manusia salju.? Mungkin kata kata itu yang hinggap dipikiran mereka sehingga tatapan sinis itu menyapu aku, dan seluruh tubuhku. Aku keluar, ya memang aku keluar, namun hanya untuk menyapa tukang kasir toko, di depan rumah untuk membeli makanan saat aku lapar. "Sudut itu" seakan membuatku merasa nyaman adalah milikku sendiri. Dan berhubungan secara langsung dengan seseorang bagiku hanyalah cara bodoh untuk menjalin pertemanan. Karena di "Sudut itu" aku sudah mendapatkan semuanya, ketenangan, pertemanan, pershabatan, hanya satu yang tak kudapat, yaitu makanan. Hehehe... jaman di mana tak ada ojol yang muncul bagai jamur yang ada di tubuh, mengharuskanku keluar untuk membeli makanan di toko depan rumah. Mungkin hanya lapar yang mampu memaksakau untuk berpindah dari "Sudut itu". Dulu aku merasa tak akan ada yang mengerti betapa nyaman dan asiknya berada di "Sudut Itu". Meski aku mengerti "Sudut itu" tak mampu menghilangkan rasa laparku. Karenanya aku masih harus berjalan keluar menggunakan jaket hody untuk membeli makanan ke toko depan rumah. " Sudut itu " merupakan segalanya bagiku, " Sudut itu" merupakan satu satunya hal aku butuhkan dalam hidup, " Sudut itu" juga yang membuatku merasa nyaman, bahkan seakan tanpa cela untuk membuatku senang dan bertahan lama di sana. 

My P. O. V Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang