Episode 2

68 4 0
                                    

"Kenapa pah? Dea cuman ingin Dea aja anak perempuan satu-satunya, bisakah papa melakukan hal itu untuk Dea?"

1 tahun berlalu dengan begitu cepat, ayah dan ibuku  memaksaku untuk kuliah  diUniversitas yang mereka inginkan. Aku sendiri  bahkan belum siap untuk mengenal dunia luar karena yang aku tau selama dibangku pendidikan aku hanya sekolah dipesantren hidayatullah khusus perempuan , tak pernah keluar kemana-mana  untuk  melakukan sesuatu yang berhubungan dengan dunia luar kecuali hanya rumah dan sekolah. Tapi entah mengapa aku sangat tidak ingin mengenal dunia luar yang pastinya berbaur dengan orang-orang disekitar, aku tidak ingin mengenal siapapun selain keluargaku.

Sampai suatu hari aku mendapat sms dari kakakku kalau  ayahku kecelakaan  dan masuk Rumah Sakit, disana  aku menanggis sejadi-jadinya  berusaha untuk masuk diruang UGD tapi suster tidak memperbolehkan untuk masuk. Ibu dan kakakku berusaha menenangkanku tapi aku tak pernah berhenti menanggis hingga saat dokter keluar dari ruangan, baru aku menghentikan tangisanku.

“dokter? Apakah ayahku baik-baik saja? Tidak yang parahkan dokter? Apa saya boleh menemui ayah saya dokter?

“maaf, tapi pasien membutuhkan  membutuhkan  1 donor mata. Kalau bisa secepatnya, karena jika terlambat itu akan bermasalah pada sistem syaraf mata yang satu dan itu akan menyebabkan buta yang berkepanjangan”

“apa dok?”pandanganku gelap dan aku pingsan, entah  karena terlalu lama menanggis atau aku shok  mendengarkan kalau ayahku akan buta.

Keesokann harinya serasa mataku bengkak dan perih, aku mencoba mengumpulkan seluruh kesadaran  untuk bangun dari ruagan ini. Tapi saat aku bangun, aku mendapati tangan kakakku memegang erat tanganku seakan tidak ingin lepas. Bahkan  dia tertidur dengan posisi kepala yang seperti itu, aku memandangnya sesaat. Tapi ternyata dia tiba-tiba bangun aku pun mengalihkan padanganku dan dia melepaskan tanganku. Aku merasa ada yang salah , tapi aku tidak berpikir jauh. Yah, diakan kakakku kenapa harus dipikirkan. Wajar saja dia menjagaku semalaman, aku kan adiknya. Lebih tepat adik satu-satunya.

“eh adik kakak udah bangun yah?

“iya kak, Dea mau cari ayah”

“adik kakak harus istirahat dulu yah, jangan kemana-mana. Kata dokter kamu kekurangan darah, apa kamu sering begadang malam  huh?”

“apaan sih kakak sok tau banget, lagian Dea juga baik-baik aja ngga kenapa-kenapa. Udah ah, Dea mau cari ayah” sambil turun dari ranjang dan menyibakan selimut. Aku pun berlari menyusuri koridor Rumah Sakit, tanpa sengaja  aku menabrak seseorang lalu aku pun terjatuh . lututku berdarah, tapi tetap bangun lalu berlari pelan tanpa menghiraukan lututku yang berdarah dan  kakakku yang terus memanggilku.

Sampai akhirnya aku sudah berada diruang rawat ayahku saat ini, aku melihat ayahku yang terbaring lemah dan tersenyum kearahku.
“ayah? Ayah baik-baik saja kan? Aku sangat khawatir ayah, oyah. Apa ayah sudah mendapatkan donor mata?”

“benar Dea, ayah baik-baik saja dan orang yang mendonorkan  matanya untuk ayah sebentar lagi dia akan kesini”

“siapa ayah?”

“permisi, apa saya boleh masuk?”

“silahkan”

“terimakasih yah, kamu sudah mendonorkan matamu untuk ayahku”

“iya sama-sama”
“oyah nak, siapa namamu? Kamu tinggal dimana? Dimana orangtuamu?”

“Dini Anindi, saya tinggal disebuah panti usuhan dan  saya sudah tidak punya orangtua lagi.  jika sudah tidak ada yang ditanya lagi saya akan keluar sekarang pak”

“tunggu dulu, kalau tidak keberatan apakah kamu mau menjadi anak angkatku?”

“emm… mau pak”
“kalian bagaimana?” tatapan ayah mengarah pada bunda, kakak dan aku. Mereka setuju, tapi aku tidak memberi jawaban dan langsung keluar ruangan. Hatiku seakan sakit, tidak bukan. Batinku yang sakit, aku belum siap menerima orang baru bahkan  gadis kecil itu akan jadi adikku.

Gimana guys? Masih mau lanjut?  Jangan lupa vote dan komen yah😍 supaya selalu stay buat nulis cerita selanjutnya 😇 love u🤗🤗

Dear Kak ReyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang