Mereka berdua hanya terdiam beberapa saat. Saling menatap satu sama lain tanpa ingin dari mereka untuk menyapa. Bukan tak ingin, tapi mereka berdua tak bisa bicara untuk saat ini. Lidah mereka terasa kelu untuk hanya sekedar berkata 'hai'.kesunyian menyelimuti tempat itu. Hanya terdengar suara gemerisik dari daun yang terterpa angin.
Tempat ini memang sangat jarang dilewati oleh para murid karena letaknya yang berada dibelakang.
"Hai Alan" Sapa Deyza tangannya bergerak melambai. Senyum manis terbingkai diwajahnya dengan kaku.
Tenggorokan Alan tercekat. dia ingin berlari meninggalkan tempat ini namun melangkah saja dia tak dapat. Matanya menatap manik mata itu dalam. perasaannya campur aduk antara senang atau sedih. Entahlah dua rasa itu melebur dalam dirinya.
"Al, gue rindu sama lo, kemana aja lo selama ini?" kata Deyza dengan suara serak menahan tangis haru. Gadis itu mulai berkaca kaca. 5 tahun gadis itu menunggu penjelasan kepergiannya. 5 tahun bukan waktu yang sebentar. Ada ratusan hari ribuan jam dan jutaan detik yang dilalui selama itu.
Alan tak memberi respon. Pemuda itu hanya diam. Surainya bergerak lembut terterpa angin.
"Alan, lo kenapa diem aja?"
"Al, lo kenapa? lo marah sama gue? tapi salah gue apa? apa jangan jangan lo amnesia?" ujar Deyza lagi. Dia mengguncang bahu Alan. Namun pemuda itu hanya diam layaknya seorang patung.
"Al, lo jangan diemin gue, bicara, please" Ucap Deyza dengan kepala menunduk. Dia bingung. cairan bening lolos dimatanya tanpa bisa dicegah.
"Maaf" Ucap Alan.
Deyza sontak mendongakkan kepalanya. Dirinya tak mengerti mengapa Alan mengatakan kata 'maaf' padanya. Deyza menatap lekat sorot mata pemuda itu. Sangat sulit dimengerti. Meski dia menyelam lebih dalam. Tidak ada emosi disana.
"Maaf" ulang Alan. Tangannya bergerak meraih kedua tangan gadis itu yang berada di bahunya. Melespaskannya dengan pelan.
"Maaf" ulang alan lagi. Lalu berbalik hendak pergi namun tangannya di dicekal oleh Deyza.
"Kenapa lo bilang maaf, lo nggak punya salah" kata Deyza terdengar lirih dan serak.
"Jangan berpura pura tidak mengingatnya Deyza" ucap Alan tatapan matanya lurus kedepan. Mengingat kilas kejadian yang terjadi 5 tahun yang lalu.
Deyza mencerna kata kata itu sampai akhirnya dia teringat kejadian yang menimpanya lima tahun yang lalu.
"Lo nggak salah, gue nggak pernah nyalahin lo" kata Deyza
"Tapi itu salah gue, SALAH GUE!!! lo nggak bakal kayak gini jika itu nggak terjadi"
"Stop nyalahin diri lo!! sekali lagi gue bilang itu bukan salah lo!!" ujar Deyza agak meninggikan volume suaranya.
"Lo mungkin maafin gue" kata Alan lirih.
"TAPI DIRI GUE SENDIRI NGGAK BISA MAAFIN GUE" Lanjutnya. Dia frustasi. Dia marah. Dia kecewa. Dia benci. DIA BENCI PADA DIRINYA SENDIRI.
Deyza pun terdiam. Alan? cowok itu pergi. Deyza menghela napasnya. Dia tak ingin menyusulnya. cowok itu perlu menenangkan dirinya.
"perasaan itu kembali datang padanya"
*******
Leysa sibuk mengajari metta rumus fisika yang sedari tadi belum dimengerti baik oleh gadis itu.
"Nah hasilnya itu ini" Jelas leysa memperlihatkan hasil jawabannya.
"Oh gitu, gue udah ngerti, makasih leysa" ucap metta seraya memeluk leysa.