Empat

20.5K 1.9K 56
                                    

Syeena termenung di teras depan kamarnya, ditemani langit gelap dan hujan deras menambah suasana kelam. Pikirannya berkelana ke masa lalu, saat dirinya pertama kali menyadari ada perasaan lebih terhadap Rayhan. Bukan perasaan semusim, atau cinta sesaat anak muda umumnya. Seiring berjalannya waktu, perasaan Syeena terhadap Rayhan semakin kuat. Namun, Syeena memilih memendam perasaannya, mengingat Rayhan lebih menyukai Desti, sahabatnya yang lain. Terkadang, dia menyesali persahabatan yang terjalin di masa lalu, karena pada kenyataannya, perasaan lain pasti akan tumbuh dan menyeret mereka pada perpisahan.

Syeena terkesiap, lamunannya buyar seketika mendengar Natasya berseru. "Kamu hobi banget teriak-teriak sih!" Telinga Syeena berdenging setiap kali mendengar putrinya berteriak, kadang merasa gendang telinganya akan pecah.

Natasya menyengir lebar memeluk leher bundanya dari belakang. "Bunda sih melamun terus, aku panggil-panggil juga dari tadi."

Syeena tersenyum geli. "Pinter banget kamu ngelesnya."

Natasya berpindah, duduk menyamping di pangkuan bundanya, menatapnya penuh binar penasaran."Bun, Om Ray itu teman atau saudaranya Bunda?"

Syeena mendesah pelan, lalu membenarkan. “Om Rayhan teman Bunda.”

"Kok Bunda kayak jauh banget sama Om Ray? Nggak kayak sama Om Prakasa, Bunda baik banget."

Syeena tersenyum hangat, mengusap rambut putrinya. Bibirnya memang masih diam, tetapi batinnya menjawab. Tentu saja dia tidak bisa lagi bersikap akrab pada Rayhan, sejak malam itu semua sudah berubah. Ketika akhirnya berbicara, Syeena mengalihkan pandangan tidak berani menatap mata Natasya langsung."Mungkin karena kami sudah lama nggak bertemu, jadinya canggung waktu bertemu lagi."

Bibir Natasya membulat membentuk sebuah o. "Jadi, kalau nanti perpisahan, Tasya bakalan canggung sama teman sekolah Tasya dong, Bun?"

"Iya pasti," jawab Syeena  cepat. Syeena bergerak hendak berdiri, Natasya turun dari pangkuannya. Syeena mengajak Natasya masuk ke kamar karena kabut semakin tebal, hawa dingin menusuk sampai ke tulang.

Di tempat lain, Rayhan masih berdiri di balkon kamarnya. Dia tengah meresapi gejolak dalam dada. Rasa rindu yang menyiksanya kembali naik ke permukaan. Rasa ikhlas yang dulu pernah dia ucapkan ketika Syeena pergi, ditarik kembali. Rayhan ternyata sama sekali tidak rela dengan kenyataan bahwa Syeena pernah menjadi istri pria lain. Dia masih ingin memiliki Syeena.

Bukan Cinta BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang