Seoul, 7 Agustus 2013Drap drap drap drap
.
.
.
.
.
.
.Suara itu membuat berisik di sunyinya malam. Suara derap kaki yang tergesa-gesa, dengan suara teriakan yang lambat laun terdengar.
"ITU ORANGNYA! CEPAT TANGKAP SEBELUM DIA BERHASIL KABUR!!" teriak salah seorang diantara mereka.
Semakin menjadi lah kepanikan orang itu. Ia semakin cepat berlari, menghiraukan teriakan sekelompok orang yang lumayan jauh di belakangnya.
Sampai akhirnya, ia menemukan sebuah jalan kecil di tengah jalan yang bercabang itu. Secepatnya ia memasuki jalan itu dan mencari persembunyian.
Hasilnya nihil, yang ditemukanya hanyalah jalan buntu yang dibatasi oleh pagar besi berjeruji. Sia-sia saja jika ia berusaha memanjat pagar itu, jika hasil yang didapat hanyalah tubuhnya yang tertusuk jeruji tajam nan beralirkan listrik.
Ia hanya bisa terdiam gelisah, memandang lurus ke depan, mengamati sekelompok orang yang mengejarnya tadi. Napasnya tersenggal-senggal, cucuran keringat mengalir deras di dahinya.
Drap drap drap drap
.
.
.
.
.Terdengar kembali suara langkah kaki orang banyak, diikuti suara teriakan yang menggema di jalan yang sunyi itu. Gelisah bercampur takut kembali menguat pada batin orang itu.
Seorang pria paruh baya yang baru saja keluar dari kantor, lalu tiba-tiba diikuti hingga diancam oleh sekelompok orang yang tidak diketahui asal-usulnya. Bukankah itu hal yang aneh?
.
.
.
.
.
.
.
.Pria itu—terduduk sembari mengambil napas panjang. Dadanya sesak, dan pernapasannya tidak teratur. Beberapa kali ia menyeka keringat yang terus mengalir di dahinya, sembari mendongak dan memastikan sekelompok orang yang mengejarnya tidak ada lagi. Ia berusaha memejamkan matanya, menetralisir pikirannya yang kalut.
"Sayang, maafkan aku jika aku tak bisa menjadi kepala keluarga yang baik. Maaf jika aku terlalu sering membentakmu, juga anak kita. Aku hanya ingin kau dan dirinya tumbuh baik di kalangan manusia yang haus akan harta. Mungkin di detik ini juga, aku pergi selama-lamanya," ucap pria itu lirih.
.
.
.
."Akhirnya kutemukan dirimu, pria tua."
.
.
.
.
.
.
.Ia diseret, di banting ke tanah, dipukuli, bahkan diinjak-injak di tanah. Pria itu hanya bisa meringis kesakitan menerima semuanya.
"Mana duit yang kau janjikan?! Ingat, hutangmu pada kami sangat banyak, dan kau belum melunasinya sepersen pun," bentak salah satu di antara mereka, sambil menarik kerah baju lelaki tersebut.
"T-tunggu tuan. B-biarkan s-saya bernapas d-dahulu," ucap pria itu dengan napas tersenggal. Orang yang menarik kerahnya tadi, melepaskan dirinya dengan kasar ke tanah.
Tak ayal pria itu diberi kesempatan untuk bernapas, ada yang menarik rambutnya dengan kencang. Pria itu meringis kembali, dan kepalanya dipaksa untuk mendongak ke orang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Vendetta [Yoonmin]
Fiksi Penggemar"Mesti gitu eomma?" tanya seorang anak laki-laki remaja ketika ia berhadapan dengan mamanya dan seorang lelaki yang kelihatannya tak berbeda jauh umurnya. Sang lelaki di hadapannya, menatapnya dingin, sedingin es Kutub Utara. Ia takut, takut dibuat...