Aryasa keluar dari smoking room, bergerak ke sisi bangunan kecil dekat tempat parkir itu seraya menempelkan ponsel ke telinga. Sisa asap rokok keluar dari mulutnya saat mendengkus pelan."Hm." Dari tadi, kebanyakan respons itu yang keluar dari mulutnya saat Sabria mengoceh panjang-lebar di seberang sana.
"Oke ya, Mas? Jangan lupa. Acaranya akhir pekan depan. Kosongin jadwalnya. Mama juga kangen sama Mas. Ng... Papa Roni juga. Aku juga udah hubungi Papa Yuda, katanya beliau mau datang."
"Hm."
"Bye, Masku." Dan sambungan telepon terputus.
Aryasa segera memasukkan ponsel ke saku celana, merapikan lengan kemeja yang sempat digulung sampai siku, tapi masih membiarkan dasinya yang tersampir di pundak.
Cepat sekali rasanya. Adik perempuan yang usianya terpaut delapan tahun lebih muda dengannya itu akan dipinang oleh seorang pria—yang semoga saja tidak sepengecut dirinya—dalam waktu dekat.
Sabria dan Aryasa tidak pernah tinggal bersama sejak kecil, tapi sesekali mereka berkumpul saat akhir pekan jika Mama menyuruhnya untuk datang, makan siang, bercerita tentang kegiatannya di sekolah, lalu pulang. Sebagai kakak-adik yang jarang bertemu dan tidak banyak berinteraksi, sudah seharusnya hubungan mereka terasa canggung. Namun, karena kepribadian Sabria yang ceria, kecanggungan itu sirna, jarak di antara mereka hilang saat mereka bertemu.
Sabria adalah Sashi versi lebih ramah, tapi bukan berarti Sashi tidak ramah, hanya saja ... yah, begitulah. Jika keduanya bertemu, maka suasananya akan gempar melebihi gemparnya isu ledakan perut bumi.
Tunggu.
Masih ada yang mau ditanyakan?
Mengapa Aryasa dan Sabria harus tinggal secara terpisah? Ya, karena kedua orangtua Aryasa bercerai saat ia masih berusia lima tahun. Aryasa lebih memilih tinggal bersama papanya, yang tadi Sabria sebut sebagai Papa Yuda, yang sampai saat ini tidak menikah lagi. Sementara Mama menikah lagi dengan Om—maksudnya, Papa Roni, dan memiliki seorang anak perempuan bernama Sabria.
Dan sekarang, ada tidak yang berpikir bahwa orang yang paling gagal di dunia adalah seseorang-yang-dihasilkan-dari-korban-perceraian-yang-justru-tidak-bisa-mempertahankan-rumah-tangganya-sendiri?
Dialah, Aryasa orangnya. Orang paling gagal sedunia. Kegagalan yang sempurna baru saja diraihnya dua tahun yang lalu, saat ia bercerai dengan Sashi.
Aryasa mendengkus lagi, memijat pelan dua alisnya. Ia belum berniat kembali ke ruangannya setelah meeting di luar siang ini. Akhir-akhir ini, ia terlalu bersahabat dengan rumit. Begitu banyak masalah di bandara yang berdampak pada pekerjaannya. Akun resmi sosial media FireFly Airlines terus-menerus diserang mention dan direct message yang jumlahnya sudah tidak masuk akal.
Aryasa masih menyandarkan punggungnya ke dinding luar smoking room. Mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya ke lantai. Ini yang bisa ia lakukan saat penat, menyendiri. Yah, walaupun sebenarnya ia bukan tipe orang yang senang memeluk seseorang kala lelah, tapi rasanya sedikit miris.
"Yah, beda level lah kalau sama Vina. Dia mah mainannya udah sekelas manajer." Suara seorang pria terdengar di luar smoking room.
Pria kedua tertawa menyambut ucapan itu. "Memangnya Sashi levelnya sebelah mana?"
Aryasa mengangkat wajah. Punggungnya yang tadi agak merunduk, kini tegak dengan sendirinya.
"Sashi? Anak divisi sosial media?" tanya pria yang lain.
Aryasa bisa tetap mendengar obrolan itu tanpa terlihat dari posisinya sekarang.
"Iya lah, Sashi mana lagi yang single?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SASHI
ChickLitSashi dan Aryasa sudah resmi bercerai. Namun, hasil dari pernikahan keduanya, Andaru, bocah laki-laki berusia lima tahun membuat keduanya harus tetap memiliki hubungan baik, yang kembali menghadirkan kenangan bagi keduanya. *** Setelah perceraian...
Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi