PELAYAN CANTIK(1)

5.7K 93 0
                                    

BAB 1

POV DEVIN (Virgo Orion)

"Tak usah tergesa dalam urusan cinta, karena sebenarnya ia hadir di sekitarmu, hanya saja kau terlalu sibuk mendambakan apa yang kau impikan dari jodohmu."

Aku tertegun ketika membaca satu Quotes dari seseakun yang bernama Virgo Orion. Mungkin aku terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga aku tak menyadari kehadiran wanita yang mungkin dilahirkan untuk menemaniku. Karena bagiku, tak cukup membahagiakan wanita dengan mengatas namakan cinta saja, perutnya juga harus diisi bukan hanya makanan tapi ... juga benih.

Sial! Datang lagi penyakit ngayal tinggi, mungkin efek kelamaan ngejomblo.

Namun, nyatanya meski diri ini sudah terbilang mapan dan tampan, masih belum juga kudapatkan seseorang yang mampu membuat hati ini tertarik dan mengejar.

Terduduk di salah satu meja kosong di restaurant, memperhatikan setiap pengunjung yang tengah menikmati menu yang disajikan, berharap ada jomblowati atau janda juga gak apa-apa, asal bisa jadi teman ... teman hidup. Ah, ngayal lagi.

Menghempaskan punggung kesandaran kursi, mendengkus pelan, haruskah masuk ke acara reality show 'Halalin aku, Bang' tentang pencarian jodoh?

Bibir tersenyum miring, akan pikiran konyol ini. Kembali berhayal ke tiga kalinya tentang wanita yang akan menjadi istriku. Yang pasti dia harus, cantik, Anggun, Titi Dj, Rosa, Maria mercedes, Paulina, Paula.

Menepuk jidat, kenapa jadi absen nama artis. Tarik napas lalu embuskan.

Praaang ...!

Posisi meja yang kutempati dekat dengan dapur hingga bunyi nyaring itu terdengar jelas oleh telinga ini.

Bangkit, melihat apa yang terjadi. Seorang gadis tengah memunguti pecahan beling di dekat washtafel.

Dan terjadi lagi, kisah lama terulang kembali.

"Kamu!" tunjukku pada gadis berwajah pucat. "Ikut ke ruanganku!" lanjutku lantas berlalu dari dapur.

Kaki ini berayun cepat diiringi amarah atas kecerobohan pegawai yang tak becus mengerjakan tugas dengan baik.

Pintu kubiarkan terbuka sampai gadis bermasalah itu melewatiku yang berdiri sambil memegang daun pintu untuk kututup kembali.

Cantik juga.

Lantas gadis berhidung lancip itu duduk dengan wajah yang ditekut. Aku pun mulai melangkah dan duduk di kursi kebesaranku. Sang Owner.

"Bisa kerja, gak!" bentakku hingga gadis itu terlonjak kaget.

"Mmm ... anu, Pak. Saya gak sengaja." Alasan yang sering kudengar dari para karyawan lainnya jika melakukan kesalahan. Tak sengaja dan selalu tak sengaja.

Gadis berseragam merah itu sedari tadi hanya tertunduk, enggan melihatku. Sedang emosi ini kian memuncak saja ketika dia bilang aku terlalu galak menanggapi kesalahan yang tak sengaja ia lakukan.

Satu jariku mengangkat dagu itu hingga kami bertatap muka, lalu mendaratkan satu kecupan di bibirnya. Bibir lembab aroma strawbery terasa manis dengan sensasi menggairahkan. Namun, pergerakan tubuh sebagai penolakan membuatku untuk menghentikan moment ini.

Setelah kulepaskan kecupan mata itu melebar tak percaya.

"Maaf, aku tak sengaja." Sedikit memberi pelajaran, dari ketidak sengajaan bisa mengakibatkan sesuatu yang fatal akibatnya.

"A-apa ini, Pak?" Gie menunjuk pada bibirnya sendiri. Mungkin rasa manis masih terasa di sana.

"Ketidak sengajaan," jawabku kembali duduk di kursi kebesaranku.

Dia mulai tersengguk, punggung tangan beberapa kali menghapus bekas bibirku di bibirnya. "Bapak sengaja, Ini pelecehan! Aku akan laporkan Bapak ke polisi!" ancamnya.

"Kenapa? Bukan kah kita melakukan hal yang sama? Ketidak sengajaan."

"Aku hanya memecahkan satu piring!"

"Satu piring setiap hari dalam seminggu. Apa itu tidak merugikanku?"

"Tapi ...."

"Kembali bekerja! Satu piring pecah dibalas satu ciuman."

Aku hanya tersenyum menanggapi bibir yang tak henti memberiku kata-kata lucu darinya, dari Bos sange, Bos gremo, Bos mesum, Bos tak punya otak, dan lainnya. Jika memang aku seperti itu, lalu kenapa dia masih bertahan bekerja di restaurantku?

Mengibaskan tangan ini di depan wajah sendiri. Tak ada niat untuk memberhentikannya, terlalu cantik untuk kulepas. Itung-itung penarik pengunjung pria yang sebatas ngopi hanya untuk berkenalan dengan Gie, ah, lebih tepatnya Gieselina. Gadis yang baru lulus SMA dan bekerja paruh waktu untuk biaya kuliah.

Braak ...!

Pintu dibantingnya dengan keras, sedikit membuatku terlonjak kaget. Karyawan yang paling ngelunjak diantara semua pekerjaku. Ya, itu dia. Gieselina si pelayan ceroboh.

"Argh, tuyul!" umpatku, menggebrak meja, lalu tak sengaja netra ini menangkap suatu benda yang tergeletak ditepi meja.

"Ceroboh!" Tangan ini meraih ponsel Gie yang tertinggal, lantas kunonaktifkan ponselnya biar gadis itu kelabakan.

Matahari kian meninggi, terlihat dari dinding kaca restaurant suhu diluar sana pastilah sangat panas, beberapa orang berjalan cepat berteduh di depan ruko-ruko dekat restaurant mengundang ide yang lumayan mengundang pemasukan.

"Den!" Melambaikan tangan pada Deni salah satu pramusaji agar dia mendekat.

Pria sebaya Gie tergopoh menghampiri dengan nampan kosong di tangan.

"Iya, Pak?"

Aku beri isyarat agar dia lebih dekat denganku.

"Kamu lihat orang-orang di luar sana?"

Sorot matanya mengikuti arah yang kutunjuk, lalu dia mengangguk.

"Di dapur bikin es jeruk, teh manis atau apa saja lalu cup dan dagangkan pada mereka."

Pemuda itu lantas mematuhi apa yang kuperintahkan. Dan tanpa sengaja netra ini menangkap Gie yang tampak kebingungan, beberapa kali melihat ke bawah meja tamu dengan ponsel entah milik siapa ditempelkan di telinga kirinya.

"Cari apa?" tanyaku ketika Gie berhenti dengan pencariannya tepat di depanku.

"Mmm ... Bapak, apa melihat HPku di ruang kerja Bapak? Mungkin tadi tertinggal di sana."

Netra ini meniliknya dari ujung sepatu putihnya hingga rambut hitam legam yang dikuncir satu itu. "Cari saja sendiri."

"Tapi ...." Aku meninggalkannya sebelum perkataan tak penting itu terselesaikan.

Tubuh ini berdiri di lorong menuju ruanganku, menunggu Gie sambil memainkan ponselnya. Iseng, mengetik nomerku di panggilan darurat. Aku tak bisa membuka layarnya karna dia memakai pola yang mungkin rumit serumit hidupnya.

Lantas memisscall nomerku sendiri dari ponsel Gie, lalu memisscall balik ke nomernya.

Njriit! Rupanya dia sudah menyimpan nomerku dan Apa ini? Nama kontak konyol yang diberikan untuk nomer ponselku "Bujang lapuk".

Tak lama ekor mata ini melihat tubuh semampai Gie berjalan ke arahku, cepat-cepat kusembunyikan ponselnya dan kupastikan dia menyesal dengan pemberian nama yang benar-benar membuat tensi darahku naik.

PELAYAN CANTIK (kolab OrionPurnama/Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang