2. Teror Boneka Pocong

37 4 0
                                    

Aku berteriak sekuat tenaga. Kerumunan siswa mengelilingiku di ruangan loker sekolah. Sebuah boneka pocong terikat dan berlumuran darah tergeletak di loker bernomor 21 milikku. Sasi menenangkan aku dengan menarik aku duduk dan memberikan aku air minum. Tak lama guru BP datang menghampiri, dan meminta klarifikasi kepadaku tentang teror boneka pocong di lokerku.

Seingat aku, aku tidak sama sekali memiliki musuh ataupun rival dalalm hal apapun. Guru BP terus mengintrogasiku, membuatku tersudut, membuatku berpikir keras siapa yang berani menerorku seperti ini. Tapi sialnya lagi, tak satupun orang yang bisa aku sebutkan. Karena seingatku, aku selalu berbuat baik terhadap semua orang.

Lepas jam pulang sekolah, aku tak langsung bergegas ke rumah. Aku duduk di koridor depan kelas untuk menunggu jawaban. Jawaban kekawatiranku terhadap teror boneka pocong tadi. Ditakutkan akan terjadi kekerasaan, aku sudah siapkan sapu dan pengki tepat disisiku. Biar sewaktu-waktu ketika keadaan darurat aku bisa menggunakan alat itu untuk melawan rivalku.

Menunggu 1 jam lebih tidak membuahkan hasil. Tidak ada satupu orang yang melintasi ruang kelasku. Aku pikir si pelaku teror akan melewati kelasku untuk memastikan kejahatan teror boneka pocongnya berhasil membuatku takut.

Dua jam berlalu. Tidak ada yang nampat hendak melintas ke kelasku. Yang ada hanya sepi nya sekolah yang sudah ditinggalkan siswanya. Angin bertiup bertambah kencang, kesunyian membuat bulu kuduk aku sedikit merinding. Juga kegusaran hati yang meulai menderu, di rumah mamah pasti sudah menunggu aku pulang.

Mengumpulakan kembali sedkit keberaniaan, aku mebenarkn posisi dudukku agar tetap sigap siap sedia siapa tahu si pelaku teror boneka pocoong tiba-tiba hadir.

Gletek..

Tiba-tiba terdengar suara patahan kayu dari dalam ruangan kelas. Aku pegang kuat gagang sapu disebelahku. Suara seseorang berjalan terdengar jelas. Aku semakin merinding dan hampir menangis.

Tek .. tek .. tek .. suara langkah semakin dekat

Aku lari terbirit-birit ketakutan menuju lorong kelas, tanpa berniat menoleh elirikpun kebelakang.

Bugh...

Suara hantaman keras terdengar.

Aku menabrak sesuatu, sebuah benda, bukan tapi seseorang.

Aku memberanikan diri membuka mata yang secara spontan tertutup ketika tabrakan itu terjadi.

Seseorang dengan seragam yang sama, dia laki-laki, dia lebih tinggi dari ku, sangat tinggi dariku malah, dia berhidung mancung dan bermata indah, di .... a tampan.

"maaf." Aku berusaha menjauh dari lai-laki itu

Dia hanya mengangguk tanpa mengucapkan sepatah katapun dan kembali melanjutkan perjalanannya yang terhenti. Aku terdiam sesaat, memastikan apa yang terjadi barusan. 

JENDELA KELASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang